Tiga hari lalu, dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Istana Negara, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan komitmen pemerintah untuk mengubah model pembangunan negeri ini, yaitu ekonomi hijau. Pertumbuhan ekonomi tetap dijaga, namun pelestarian lingkungan tidak boleh diabaikan.
Presiden menagaskan, pertumbuhan ekonomi akan tetap dijaga pada kisaran 6-7 persen. Di saat yang bersamaan emisi karbon diturunkan hingga 26 persen. Dalam konsepnya, arah pembangunan ditujukan untuk mencapai tiga sasaran besar, yaitu pertumbuhan ekonomi yang menjamin lapangan kerja, perlindungan lingkungan, serta keadilan sosial.
Ya, belakangan ini kampanye pelestarian lingkungan memang terus digalakkan. Dukungan pelestarian itu tidak sekadar kampanye, namun dukungan dana yang besar juga digelontorkan untuk berbagai program penghijauan. Namun, pelestarian lingkungan kerap berlawanan dengan industrialisasi.
Pertumbuhan adalah indikator industrialisasi yang semakin marak. Khusus Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5 persen pada 2011 lalu disokong oleh perdagangan ekspor batubara dan kelapa sawit. Komoditas yang lain memang mendukung, tetapi dua komoditas utama tersebut memberikan andil besar terhadap kedigdayaan ekonomi Indonesia era milenium ini.
Kita tentu menyadari konsekuensi dari industrialisasi dua komoditas itu adalah pembukaan hutan. Industri tersebut sangat massif terjadi di Kalimantan dan Sumatera untuk kedua komoditas ini. Akibatnya, hutan hujan tropis yang haram ditebang terjadi pembukaan lahan besar-besaran.
Nasib hutan di Jawa, yang dipadati penduduk, bahkan semakin parah. Pegunungan tergerus rumah dan kebun manusia. Akibatnya, lereng gunung gundul tergantikan tanaman akar serabut, sehingga tidak kuat menahan air. Bencana longsor pun kerap terjadi. Makin padatnya penduduk juga menjadi pemicu konversi lahan sawah menjadi perumahan.
Program yang paling sering didengar masyarakat adalah penanaman pohon. Program ini menjadi andalan institusi pemerintah dalam mensukseskan pelestarian lingkungan. Sayangnya, program menanam pohon hanya sekadar menanam tanpa diikuti program pemeliharaan. Setelah menanam tidak ada kewajiban bagi si penanam untuk mengecek dan memelihara terhadap bibit pohon yang sudah ditanamnya lagi.
Untuk itu, Dompet Dhuafa mengakali bagaimana program penanaman ini bisa sustain, dan yang lebih penting, program ini juga berpengaruh dalam mengurangi angka kemiskinan sebagiamana yang ingin dicapai pemerintah. Akhirnya, beberapa tahun lalu kami menggulirkan Program Sedekah Pohon.
Sedekah Pohon merupakan program penanaman pohon. Tapi tidak seperti menanam pohon yang lazim dikenal masyarakat selama ini. Pohon yang ditanam diikuti program pemeliharaan selama dua tahun. Pemelihara pohon adalah kaum dhuafa yang menjadi mitra pemberdaayaan ekonomi. Mereka yang memilihara pohon dibekali dana pemeliharaan, pengetahuan dan pendampingan. Karena pohon yang ditanam adalah yang berjenis pohon produktif, maka secara ekonomi pertumbuhan pohon pun berimbas pada ekonomi.
Bagi petani miskin, pohon ini akan memberikan mereka penghasilan tambahan. Bagi alam, polusi akan berkurang karena pohon produktif menyerap gas karbondioksia, dan menahan air karena akar pohon tergolong kuat.
Bagi kami, inilah ekonomi hijau yang sebenarnya. “Hijau, Lestari, Menghidupi”.