School for Refugees Atasi Pendidikan Pengungsi Rohingya

Sri Nurhidayah, General Manager Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa saat mengisi pelatihan “School for Refugees”, di Lembaga Pengembangan Insani (LPI) Dompet Dhuafa. (Foto: Gita/Dompet Dhuafa)

Hadirnya pengungsi Rohingya di Aceh dua bulan lalu membuat lembaga kemanusiaan seantero negeri berbondong-bondong untuk membantu. Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan tepercaya di Indonesia juga turun tangan untuk ambil bagian mengatasi masalah kemanusiaan tersebut.

Setelah berbagai bantuan diturunkan, Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa masih melanjutkan bantuan di pengungsian yang ada di Aceh. School for Refugees merupakan komitmen DMC Dompet Dhuafa untuk membantu pendidikan para pengungsi Rohingya.

School for Refugees berfokus untuk kompetensi keterampilan bagi masyarakat Rohingya,” papar Sri Nurhidayah, General Manager Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa, pada Selasa (23/6).

Ia menjelaskan DMC Dompet Dhuafa dan divisi pendidikan Dompet Dhuafa akan bersinergi untuk mengasah kompetensi masyarakat Rohingya. “Pertama, mereka harus memiliki keterampilan untuk mengurus administrasi,” jelas perempuan yang biasa disapa Nuk saat ditemui di Bumi Pengembangan Insani.

Selanjutnya, Sri menambahkan, para pengungsi harus memiliki kemampuan untuk bertahan. Menurutnya, para pengungsi harus bisa bertahan ketika mengalami sakit, dari itu pengungsi Rohingya harus bisa bertahan dari segi kesehatan. “Mereka juga membutuhkan pendidikan untuk mengetahui tentang kesehatan reproduksi, juga anak-anak harus didampingi dalam hal pendidikannya,” ungkapnya.

Ia menambakan, divisi pendidikan Dompet Dhuafa akan memonitoring untuk memastikan tercapainya target kompetensi. “Divisi pendidikan juga akan memastikan jika di akhir program ini pengungsi Rohingya memiliki sertifikasi,” ujar Sri.

Sri melanjutkan, sertifikasi tersebut sebagai penunjuk bahwa mereka mampu berbahasa Inggris dan memiliki keterampilan. “Untuk mewujudkan hal itu teman-teman DMC Dompet Dhuafa telah menginisasi untuk merekrut sejumlah relawan,” tambah Sri.

Untuk memudahkan fokus pendidikan, proses pendidikan di School for Refugees dibagi menjadi tiga kelompok pengungsi, yaitu anak, wanita, dan pria. “Pendidikan untuk anak telah ditangani dengan Sekolah Ceria sebagai upaya penanganan trauma,” imbuhnnya.

Keterampilan dasar yang harus dimiliki anak-anak adalah membaca, menulis dan berhitung. “Di Sekolah Ceria mereka mendapatkan hal itu, juga mereka dapat belajar bahasa, antara lain bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Rohingya,” jelas Sri.

Sri berharap pengungsi Rohingya dapat memiliki kompetensi yang telah dijalani sehingga mereka memiliki keterampilan. “Semoga ke depannya mereka memiliki rumah dan kewarganegaraannya sehingga dapat menjadi warga dunia seperti kita sekarang ini,” harapnya. (Gita)

 

Editor: Uyang