Meski Terlahir dengan Keterbatasan Finansial dan Pendengaran, Azura Mampu Menyaingi Teman-temannya (Bagian Satu)

PURBALINGGA, JAWA TENGAH — Di rumahnya, Pekiringan Dusun 2 RT 2 RW 3, Karangmoncol, Purbalingga, Jawa Tengah, pada Selasa (2/3/2021), Azura Sabrina Khairi (8) menundukkan kepalanya. Ia mulai fokus memerhatikan buku dan pena merah di hadapannya. Diambilnya pena tersebut, sembari dipandu oleh ibunya, Siti Misrohatun (46), Azura menuliskan namanya, nama-nama temannya, dan menyebutkan alamat dan cita-citanya. 

Hal tersebut membuat tim Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Purwokerto Dompet Dhuafa Jateng, saat berkunjung ke rumahnya, terkagum. Terlebih ketika Fita, salah satu tim, membuka halaman-halaman lain di buku tulis Azura. Dengan keterbatasan yang dimilikinya, Azura dapat menulis dengan baik. Ia memiliki kecerdasan dan semangat tinggi dalam belajar. Di sekolahnya, di SLBN Purbalingga, Azura termasuk anak terpandai di kelasnya. Sedangkan di madrasah diniyah yang bercampur dengan anak-anak normal, ia mampu mengimbangi seluruh materi yang disampaikan. 

“Di sekolah, Azura termasuk murid pandai. Meski memiliki gangguan pendengaran dan keterbatasan ucapan, Azura tergolong cepat dalam menangkap materi. Keinginannya yang kuat dan semangatnya menjadikan Azura selalu terdorong untuk tidak mau kalah dengan teman-temannya yang normal,” terang Ibu Mutmainah, guru Madrasah Ibtidaiyah-nya Azura.

Bahkan dengan keterbatasan yang dimilikinya, Azura sudah mampu menuliskan huruf-huruf arab, yang mungkin tidak semua anak di usianya mampu melakukannya. Semangatnya tak mau kalah, tak lepas dari sosok ibu yang luar biasa tangguhnya. Dengan sabar, penuh kasih sayang dan keuletannya, Ibu Siti terus menanamkan giat asa yang tinggi. Bu Siti selalu mengucapkan perkataan-perkataan positif kepada Azura. Meski sebagai single parent, semangat juangnya tinggi, selalu mengalir kepada kedua anaknya. 

Tentang anaknya, Siti menceritakan, Azura sejak lahir mengalami kelainan pada pendengarannya. Sejak lahir hingga berumur 2 tahun, ia belum bisa berbicara dan mendengar. Sebagai ibu kandung, Siti curiga dengan kondisi anaknya yang belum saja dapat mendengar. Kecurigaannya semakin besar saat setiap kali ia memanggil anaknya, tidak juga ada respon kecuali disertai rangsangan berupa tepukan. Bu Siti kemudian memeriksakan kondisi kesehatan anaknya di 3 Rumah Sakit yang ada di Banyumas dan Yogyakarta.

Alhasil, benar, Azura mengalami gangguan pendengaran (tunarungu). Dengan frekuensi 150 desibel, Azura tidak dapat merespon sama sekali. Kemudian pada 2014, Azura menjalani berbagai terapi wicara namun belum begitu normal. Meski begitu, ternyata Azura mampu mengimbangi teman-temannya, bahkan hingga sekarang ia berada di bangku kelas 2, di SLB Purbalingga. (Dompet Dhuafa/Muthohar)