Bersyukur Kala Berhasil dan Terkucil, Ibu-Anak Bergantian Jualan Takoyaki

SIARAN PERS, BEKASI, JAW BARAT — “Gita pamit ngajar dulu ya, Bu. Nanti selesai ngajar, Gita gantiin lagi jualannya,” pamit Gita sambil mencium tangan keriput sang ibunya.

“Iya nak. Nanti kalau sudah selesai langsung pulang ya. Hati-hati di jalan,” balas sang Ibu.

Pandemi global membuat masyarakat mengalami krisis secara ekonomi maupun sosial. Tidak sedikit masyarakat yang kemudian terpaksa banting stir dari pekerjaan akibat krisis yang berkepanjangan. Seperti yang dialami oleh ibu Nurhayati dan anaknya, Gita. Mereka harus lebih ekstra berusaha dalam menstabilkan perekonomian keluarga akibat krisis pandemi.

Hidup hanya berdua, Nurhayati dan Gita harus berjuang terus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Cerita perjuangan mereka berawal dari sang ibu yang merupakan seorang guru ngaji di sebuah Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) di dekat tempat tinggalnya. Selain itu, ia juga membuka kelas privat untuk anak-anak di sekitar rumahnya.

Tidak ada masalah awalnya. Gita yang sedang menyelesaikan sarjananya pun terbantu dengan beasiswa yang ia perolehnya. Satu anaknya lagi yang sedang menimba ilmu di pesantren, masih dapat terpenuhi biayanya dari penghasilan sang ibu.

Situasi berubah tatkala virus pandemi masuk menyerang Indonesia. Terjadi penurunan kondisi secara drastis pada keluarga dan lingkungan mereka. Belum lagi dengan adanya kebijakan-kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), membuat Nurhayati dan Gita mulai kewalahan atas kondisi ekonomi keluarganya. Namun, sang ibu memilih untuk tetap optimis dengan kondisi finansial yang ada. Ia dan Gita yakin banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

"Yang menjadi motivasi saya untuk terus berjuang adalah karena saya seorang guru. Nggak mungkin saya ngajarin ke anak-anak supaya tidak mengeluh tapi saya sendiri mengeluh. Saya harus bisa jadi contoh bagi anak-anak saya dan juga anak-anak yang saya ajar," ujarnya.

Rasa optimis terus berjuang pun selalu ditanamkan pada diri Gita. Kalimat yang kerap kali dituturkannya kepada anak-anaknya adalah, “Bersukur adalah kuncinya. Baik saat merasa berhasil maupun saat merasa terkucil”.

Dalam kondisi ekonomi keluarga yang sedang surut, mereka memang benar-benar tidak berputus asa. Untuk menambah pemasukan, Gita dan ibunya kemudian mencoba berjualan takoyaki di sekitar rumahnya. Dengan bermodalkan meja, payung kecil, dan peralatan masak seadanya, mereka mulai buka jualannya dari pagi hingga malam hari.

“Untuk keperluan sehari-hari ya dari dagang takoyaki. Selama ini biasanya lebih banyak dari penghasilan ibu. Tapi sejak ibu sering sakit dan udah tidak mengajar private lagi, ekonomi keluarga drastis banget. Mangkanya Gita jualan takoyaki. Pagi sampai siang Gita jualan, terus karena sorenya Gita harus ngajar ngaji, jadi ibu yang gantiin. Nanti malamnya kalau Gita udah pulang, Gita lagi yang gantiin” seru Gita.

Gita dan ibunya sangat bersyukur ketika Dompet Dhuafa datang ke tempat jualannya di Jati Cempaka, Pondok Gede, Bekasi, memberikan bantuan pada Jum’at (11/9/2020). Payung lusuh yang dipakainya jualan, diganti dengan yang baru dan lebih lebar dan kokoh oleh Dompet Dhuafa. Ditambahnya alat jus buah, untuk menambah menu jualan mereka. Juga modal dana usaha untuk menunjang keperluan-keperluan lainnya.

"Dalam kondisi kita yang seperti ini, kemudian datang bantaun dari Dompet Dhuafa, kami sangat bersyukur sekali. Senang sekali rasanya. Tentu kami akan memanfaatkan bantuan ini dengan semaksimal mungkin. Supaya pendapatan kami semakin meningkat. Mudah-mudahan suatu saat kami bisa membalasnya," ucap Gita. (Dompet Dhuafa / Foto: Muthohar / Penulis: Muthohar / Editor: Dhika Prabowo)