Ikhtiar Perjuangan Pak Anto, Kini Bontocani Dilirik Jadi Sentra Madu Trigona

BONE, SULAWESI SELATAN — Sejak dulu, Bontocani dikenal oleh masyarakat sebagai kawasan penghasil madu. Masuk dalam Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Kahu di sebelah utara, dan tiga kabupaten yaitu Sinjai, Gowa, dan Maros, Kecamatan Bontocani memiliki letak yang cukup strategis secara geografis.

Bontocani dalam bahasa Bugis berarti Gunung/Bukit Madu. Bontocani memiliki banyak hutan pinus yang masih sangat terjaga kearifan lokalnya. Masyarakat Bontocani sangat sadar akan menjaga kelestarian hutan. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang suka berkebun. Ternyata itu lah yang menjadi faktor lokasi ini sebagai tempat yang disenangi para lebah, terutama lebah-lebah trigona (Klanceng).

Pohon pinus menjadi asupan utama yang sangat disenangi lebah ini. Itu juga yang menjadikan Madu Trigona Bontocani memiliki keunggulan dibanding madu-madu lainnya. Hasil propolis yang dihasilkan lebah ini pun sangat kaya dan memiliki tingkat kualitas tinggi.

Suprianto, Penanggung Jawab Program Pengembangan Usaha Penangkaan Madu Bontocani, mengatakan dari sebuah studi propolis, propolis yang dihasilkan lebah trigona di Bontocani memiliki kualitas tertinggi kedua setelah propolis dari Inggris.

Namun sayang, sumber alam dengan hasil hutan bukan kayu yang dimiliki Bontocani, kurang mendapat perhatian dari para stakeholder, bahkan pemerintah daerah pun. Sejak tahun 2015, bersama rekannya, Sultan, tokoh masyarakat Bontocani, Pak Anto berulang kali mengajukan gagasan-gagasan pemberdayaan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga swadaya terkait. Namun tetap saja tak kunjung ada yang tertarik dan melirik.

“Saya itu khawatir, jika potensi ini tidak kunjung ada yang melirik, masyarakat terus saja memburu madu untuk dijual. Padahal kalau dibudidaya, hasilnya akan jauh lebih tinggi. Sekarang saja sudah mulai susah mencari sarang lebah,” jelas Pak Anto.

Hingga pada awal tahun 2019, Pak Sultan berangkat ke Jakarta bertemu dengan Dompet Dhuafa, mempresentasikan gagasannya pada program “Call for Proposal”. Gagasan Pak Sultan disetujui. Selang beberapa bulan berikutnya, Dompet Dhuafa pun langsung hadir membawakan program “Pengembangan Usaha Penengkaran Madu” untuk masyarakat Bontocani dengan konsep pemberdayaan para dhuafa.

Satu tahun berjalan, berbagai perubahan dirasakan oleh masyarakat di sana berkat program ini. Selain berhasil memberdayakan dan mengangkat perekonomian 20 dhuafa di sana, program ini juga kemudian banyak diduplikasi oleh warga-warga lainnya. Bahkan, tak jarang perusahaan-perusahaan banyak yang menyodorkan berbagai tawaran kerjasama.

“Empat tahun saya berkoar-koar tentang potensi madu Bontocani ini. Proposal-proposal saya ajukan ke pemerintah dan instansi-instansi. Tapi tidak juga dilirik. Bersyukur sekali Dompet Dhuafa tertarik dengan gagasan-gagasan kami dan mau serius mengadakan program pemberdayaan di sini. Warga-warga yang memiliki kesulitan ekonomi, sekarang bisa banyak terbantu. Kebiasaan masyarakat mencari madu juga sudah beralih ke budidaya lebah dan madu. Alhamdulillah kami juga sudah mendapatkan legalitas dari pemerintah. Kami juga sudah berhasil menjalin kerjasama dengan KLHK setempat. Orang-orang di Sulsel ini kalau mau cari madu trigona ya pasti di sini tempatnya” pungkas Pak Anto. (Dompet Dhuafa / Muthohar)