Imroh: Ibu Tangguh dari Tambun, Penguat dan Penyelamat Keluarga Dikala Susah

BEKASI — Seorang ibu dengan dua anak, berbagi kisahnya ketika banjir merendam Desa Sriamur, Tambun Utara, Bekasi, awal tahun lalu. Kala itu Tim Dompet Dhuafa sedang menyisir sebagian wilayah Desa Sriamur, untuk bantu-membantu penyintas. Pasalnya, Desa Sriamur bisa terbilang wilayah yang jauh dari pusat kota. Sehingga hanya sedikit orang yang mengetahui keberadaannya.

Sewaktu menyisir terlihatlah seorang ibu paruh baya sedang menggendong barang sambil ditemani seorang anak. Beliau bernama Imroh (33). Dahulu beliau bekerja sebagai pedagang. Lebih tepatnya, berdagang makanan dan minuman ringan atau warung kopi. Karena keterbatasan dana, usahanya sempat mengalami pasang surut. Namun itu tidak menurunkan semangat Imroh untuk menafkahi anak-anaknya.

“Sempat berhenti pas tiga bulan pertama. Kemudian lanjut lagi, terus berhenti lagi. Lalu lanjut lagi hingga enam bulan,” terang Imroh.

Namun setelah kelahiran anak kedua dan absennya peran sang suami, ia sampai sekarang memutuskan untuk memulung.

“Tambah anak jadi tambah kesibukan. Sebenarnya saya juga bukan cerai dengan suami. Hanya saja, suami saya itu pergi gitu aja entah ke mana. Sudah dua tahun juga,” tambahnya.

Seiring perbincangan dengan Imroh, dua anaknya, Maria (4) dan Isrofil (3) tengah berbahagia bersama dua super relawan Dompet Dhuafa lainnya, yakni Chikita Fawzi dan Dini Andriani. Di sisi lain, tim respon sedang berusaha merapikan barang-barang Imroh. Karena sampai tim Dompet Dhuafa bertemu dengannya, barang-barang perabotannya masih dalam kondisi berantakan.

“Iya, kita baru balik dari pos di Masjid Muhajirin. Alhamdulillahnya, kita semua sehat-sehat saja. Nggak ada yang luka atau sakit,” jelasnya.

Kemudian Imroh bercerita bagaimana ia terus menjaga anaknya yang kala itu air sudah memasuki ruang tamu rumahnya dengan ketinggian semata kaki orang dewasa. Namun perlahan-lahan ketinggian air bertambah. Barulah ia memutuskan mengungsi ke Masjid Darul Muttaqim pada pukul 09:00 WIB. Akan tetapi, debit ketinggian air lagi-lagi menunjukan peningkatan. Akhirnya ia memutuskan mengungsi di Masjid Muhajirin. Kemudian menungsi lagi ke dataran yang lebih tinggi.

“Itu gara-gara bendungan Katulampa sudah penuh. Makanya di sini terendam sampai dua meter,” akunya.

Harapan Imroh, kejadian banjir seperti ini tidak terjadi lagi. Jangan sampai ia dan warga lainnya, serta anak-cucunya juga ikut merasakan hal yang sama.

“Semoga makin banyak lagi pihak-pihak yang membantu,” tutup Imroh. (Dompet Dhuafa/Fajar)