Menatap Tantangan Kemanusiaan Tahun 2022

TANGERANG — Pada tahun 2022, setidaknya 274 juta penduduk dunia akan membutuhkan bantuan kemanusiaan dan perlindungan, demikian tertuang dalam laporan Global Humanitarian Overview 2022. Jumlah ini merupakan peningkatan dari 234 juta penduduk yang tercatat setahun lalu, yang sebenarnya sudah menjadi angka tertinggi dalam dekade ini.

PBB dan organisasi-organisasi kemanusiaan berencana menjangkau setidaknya 183 juta penduduk terdampak di sekitar 63 negara, dengan total dana yang dibutuhkan mencapai 41 milliar dollar. Laporan tersebut juga membuat beberapa catatan penting yang menjadi trend global yang akan turut mempengaruhi dinamika respon kemanusiaan pada tahun 2022 yang akan datang.

Pandemi Covid-19 diperkirakan masih menjadi perhatian sentral pada tahun 2022. Hingga tulisan ini dibuat, Kamis (2/12/2021), Covid-19 telah menyebabkan kematian setidaknya 1,8 juta jiwa yang berasal dari negara-negara yang saat ini membutuhkan bantuan kemanusiaan. Munculnya varian-varian baru dan kelangkaan akses terhadap vaksin diperkirakan akan semakin memperburuk krisis kesehatan.

Dalam konteks vaksin, hanya 4 persen dari 7 miliar vaksin yang tercatat mampu dijangkau oleh negara-negara miskin. Dua pertiga dari negara-negara tersebut adalah rumah bagi 20 juta penduduk yang ‘terjerembab’ dalam kemiskinan ekstrim.

Pandemi Covid-19 juga memberikan tekanan yang hebat terhadap sistem pendidikan global. Pemeriksaan, diagnosa, dan perawatan, bagi penyandang HIV, TB, juga Malaria, dilaporkan mengalami penurunan. Kunjungan perawatan antenatal telah turun sebesar 43 persen dan 23 juta anak di seluruh dunia melewatkan vaksin dasar anak pada tahun 2021.

Ya, Covid-19 terus mengganggu pendidikan global. Penutupan sekolah paling ‘memukul’ anak-anak yang rentan. Secara global, 870 juta siswa menghadapi gangguan terhadap pendidikan mereka. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak dapat menjangkau semua orang; 2,2 miliar anak tidak memiliki akses internet di rumah. Pembelajaran online tidak menggantikan manfaat anak-anak secara fisik berada di sekolah.

Pun, pandemi Covid-19 juga dinilai telah memutar-balik hasil pembangunan yang diperoleh dengan susah payah dalam pekerjaan, ketahanan pangan, pendidikan, dan perawatan kesehatan, telah dibalik. Kemiskinan ekstrim meningkat setelah dua dekade menurun. Pemulihan dari gangguan luar biasa yang disebabkan oleh Covid-19 masih belum pasti. Perempuan dan pekerja yang lebih muda secara tidak proporsional terkena dampak kehilangan pekerjaan.

Kelaparan meningkat dan kerawanan pangan berada pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Secara global, hingga 811 juta orang kekurangan gizi. Kondisi seperti kelaparan, tetap menjadi kemungkinan nyata dan menakutkan di 43 negara di seluruh dunia. Tanpa tindakan berkelanjutan dan segera, 2022 bisa menjadi bencana besar.

Selain pandemi Covid-19, isu perubahan iklim juga diperkirakan akan menjadi trend di tahun 2022. Perubahan iklim adalah istilah yang paling halus untuk mengatakan Bumi ini telah rusak. Kejadian-kejadian bencana yang terkait dengan iklim akan semakin sering terjadi.

Dan, seiring dengan semakin sulitnya mendapatkan konsensus di meja perundingan tingkat tinggi terkait iklim, diperkirakan pada tahun 2050 yang akan datang, lebih dari 216 juta penduduk menjadi internally-displaced persons (IDPs) akibat perubahan iklim.

Konflik politik masih akan menjadi pemicu utama krisis kemanusiaan secara global, yang memberikan dampak secara tidak proporsional kalangan rentan, termasuk anak-anak dan penyandang disabilitas. Sementara untuk perempuan dan anak perempuan, akan menghadapi meningkatnya potensi ancaman kekerasan seksual terkait konflik.

Laporan Global Humanitarian Overview 2020 juga memberikan highlight terkait kekerasan terhadap pekerja kemanusiaan. Pada tahun 2020 yang lalu, setidaknya 117 pekerja kemanusiaan tewas akibat serangkaian aksi kekerasan. Yang mana 108 diantaranya adalah mereka yang justru memberikan pelayanan di dalam negerinya sendiri.

Singkatnya, dari perspektif kemanusiaan, tahun 2022 yang akan datang bukanlah tahun yang mudah. Terlebih meningkatnya tantangan krisis kemanusiaan terjadi saat bantuan internasional tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan selama dua tahun terakhir. (Dompet Dhuafa / Syamsul Ardiansyah)