Menilik Asa Dari Hijaunya Selada Pasca Gempa (Bagian Satu)

BIROMARU, SULAWESI TENGAH — Sudah siang, namun Adadia (36) nampak masih sibuk memanen sayur seladanya pada Minggu (7/2/2021). Bersama anaknya, satu-persatu selada keluar dari pot hidroponik yang terbentang di jajaran paralon seukuran 4×6 meter.

Satu keranjang besar tak terasa sudah penuh. Rupanya itu keranjang kedua hari ini. Setelah keranjang pertama hasil panen pagi hari, telah habis terjual. Sebagai pedagang kelontong, rupanya Adadia juga menyambi sebagai petani selada. Ketika panen, sudah pasti habis saat ia jajakan di Pasar Impres, Sigi.

“Ini kita terpaksa panen lagi, karena yang tadi pagi sudah habis terjual, dan masih banyak yang minta. Jadi kami kembali untuk panen lagi. Ini nanti langsung saya bawa lagi ke pasar,” terang Ibu tiga anak tersebut.

Sudah sejak enam bulan lalu, Adadia merupakan satu diantara 160 keluarga yang menjadi penerima manfaat progam Livelihood Agriculture hasil kolaborasi Dompet Dhuafa dan Yayasan Care. Sejak enam bulan itu pula, ia resmi menjadi petani selada hidroponik. Hasilnya pun lumayan, satu tangkai selada bisa laku dipasaran 3-5 ribu rupiah tergantung kualitas dan bobot.

Bila terhitung ada 120 lubang tanam, Adadia bisa mendapatkan setidaknya laba bersih sebesar 500 ribu dari satu set media tanam. Jumlah itu ia dapatkan kurang dari satu bulan masa tanam. Angka yang cukup membantu, bagi seorang ibu tiga anak, yang sedang kembali membangun ekonomi keluarga pasca bencana gempa dan liquifaksi tahun 2018 lalu.

“Sudah enam bulan ini pak, dulu dibantu satu set media tanam. Lalu diajari bagaimana menanam dan ngerawat hidroponik. Alhamdulillah sekarang sudah bisa panen tiap hari. Membantu sekali, perawatannya mudah, hanya dua hari sekali, bisa saya sambi jaga warung” aku Adadia.

Seperti penerima manfaat lainnya, Adiadia merupakan salah satu korban liquifaksi yang meluluhlantahkan Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada 2018 lalu. Tak ada harta benda, memaksa Adadia berusaha dari nol membangun ekonomi keluarganya. Mulai dari berdagang kelontong, hingga mendapatkan pasif income dari hobi barunya, bertani selada. Dari lahan tidur seluas setengah hektar, kebun hidroponik tampil jadi andalan warga penyintas liquifaksi untuk kembali mandiri. (Dompet Dhuafa / Zulfana)