Nenek Empin Tetap Bawa Bambu Runcing Saat Antar Makanan (Kisah Veteran Kemerdekaan – Bagian Dua)

SIARAN PERS, BEKASI, JAWA BARAT — Setelah proklamasi 1945, Belanda yang mengetahui Indonesia telah lepas dari Jepang, langsung menginisiasi adanya agresi militer. Dengan satu tujuan, kembali menguasasi Indonesia yang baru saja merdeka. Sengketa pun terjadi antara Belanda dan pemerintahan Indonesia yang masih belia.

Wilayah Cakung, Bekasi, menjadi batas wilayah Batavia, sekaligus menjadi medan perang kedua belah pihak. Nenek Empin (92) menjadi salah satu pejuang perempuan di medan perang saat itu. Dibalik keriput yang menghiasi wajahnya kini, beliau tak lelahnya menceritakan masa-masa perjuangannya di masa lampau.

“Cuma ada saya, dan beberapa perempuan yang ikut juga di dapur umum. Kita seragam hijau-hijau juga, sama dengan yang di lapangan,” aku Empin.

Menikmati hari tuanya, Nenek Empin menghuni rumah sederhana di pinggiran rel kereta penghubung Bekasi dan Jakarta. Disana, ia tinggal bersama 12 anggota keluarganya yang lain. Ada menantu, anak, dan cucu. Sungguh angka yang banyak untuk tinggal di satu rumah sederhana.

“Disini saya tinggal 13 orang satu rumah, ada anak, cucu, menantu juga ada, saya hidup sederhana saja sudah cukup. Sudah tua, tidak muluk-muluk mau apa-apa,” tambah Empin.

Pengorbanan nyawa, dan jasa tak ternilai sebagai pahlawan Indonesia, tidak menjamin kesejahteraan Nenek Empin dan keluarga. Beliau hanya mendapat uang pensiun sekitar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) setiap bulan. Itu cukup untuk menghidupi belasan anggota di rumah sederhananya. Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan tak lupa ikut mengapresiasi jasa veteran seperti Empin dengan pemberian bantuan sosial.

“Kalau dulu, jadi tentara enak. Pada menghargai kita. Apa-apa ada, pada suka tiba-tiba ngasih gak mau dibayar, karena mereka tahu kalau kita veteran. Sekarang sudah tidak ada yang seperti itu,” celetuk ibu dari 13 orang anak tersebut.

Ditanya mengenai makna kemerdekaan, Empin cukup mengeluh pasrah. Pasalnya, bagi beliau sebagai pejuang kemerdekaan, tidak begitu bisa melihat hasil jerih payahnya hari ini. Indonesia merdeka, tapi sulit bagi anak cucunya dalam mendapatkan pekerjaan. Indonesia sudah merdeka, namun ia temui, barang-barang kini sudah mahal. Rasanya ia ingin kembali ke masa muda dan berjuang sekai lagi di medan perang.

“Sudah merdeka, tapi kok anak dan cucu saya susah cari kerja. Barang-barang juga mahal, bala-bala (bakwan goreng) dua, ada yang harganya 10 ribu,” tukas Empin dengan lugunya.

Sepekan sebelum NKRI memasuki usia ke-75, harapan besar tetap membara di setiap insan di republik ini, termasuk Nenek Empin. Ia berharap, akan kemajuan bangsa dan kesejahteraan untuk generasi penerus. Dirgahayu Republik Indonesia! (Dompet Dhuafa/Zul)