REMBANG — Mei lalu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan data kasus perundungan terhadap anak di Indonesia. Diketahui, ada 25 kasus atau 67% tercatat di KPAI. Baik yang dilaporkan secara langsung maupun online sepanjang Januari sampai April 2019.
Retno Listyarti (Komisioner KPAI) mengatakan, 8 dari 10 anak menjadi korban kekerasan. Sebanyak 50% dari korban kekerasan itu merupakan korban perundungan. Sedangkan di 2019 sendiri, sebanyak tujuh anak menjadi korban perundungan di sekolah. Sementara pelaku baru diketahui satu orang.
“Data terakhir korban bully di sekolah mencapai 7 anak, pelaku bully di sekolah baru 1 anak, ini 6 bulan pertama di 2019," jelas Retno, sebagaimana yang diwartakan detik.com Juli lalu.
Dilansir dari katadata.co.id (12/12/2019), data hasil riset Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 yang dilakukan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan murid yang mengaku pernah mengalami perundungan di Indonesia sebanyak 41,1%. Kemudian Indonesia menempati posisi kelima sebagai negara tertinggi yang mengalami perundungan dari 78 negara.
Dengan persentase yang demikian. Dalam peluncuran program Beasiswa Inspiratif, buah kerja sama Dompet Dhuafa Jawa Tengah dan YBM PLN UP3 Kudus. Turut menggulirkan pendampingan akhlak dengan tema “Anti dan Stop Perundungan” yang dibawakan langsung oleh Yayasan Kakak.
“Anak-anak di daerah yang bersekolah di pinggiran belum terlalu mengenal konsep perundungan. Padahal, tanpa disadari mereka bisa saja melakukan perundungan ke teman-teman mereka. Dengan adanya pembinaan tersebut, diharapkan anak-anak akan paham dengan bahaya perundungan,” jelas Annisa Ummu, selaku bagian Program Dompet Dhuafa Jawa Tengah, pada Kamis (19/12/2019).
Pendampingan akhlak tersebut juga akan dijalankan selama setahun. Secara berkala dari bulan Desember 2019 hingga November 2020.
“Jadi siswa dan orang tua murid bisa merasa tenang tanpa khawatir,” tutup Annisa. (Dompet Dhuafa/Fajar)