Petualangan Malik

(Foto: Ilustrasi)

BOGOR — Ini kisah tentang mimpi, eksplorasi, dan dedikasi yang digerakkan oleh iman. Ini kisah tentang petualangan bersejarah seorang anak muda di awal abad ke-15. Asalnya dari Azerbaijan. Tapi namanya tertulis di arsip sejarah museum Ferrara Italia dan catatan sejarah Serat Wali Sana keraton Yogyakarta.

Nama anak muda itu Malik. Di usia masih belasan tahun, ia meninggalkan negerinya untuk meraih impian sejak kecil menimba ilmu di pusat keilmuan dunia saat itu: Universitas Al-Azhar Mesir. Impian yang muncul dari kisah-kisah petualang muda yang diceritakan orang tua dan gurunya. Maka berangkatlah Malik muda ke Mesir.

Di Mesir, pemahaman Islamnya makin utuh. Ia juga makin banyak melahap buku-buku sejarah berisi catatan perjalanan para ulama menjelajahi dunia untuk berdakwah. Selain mendalami agama, Malik juga belajar kedokteran dan pertanian. Mesir kala itu telah maju pertaniannya. Mungkin mereka menerapkan teknik pertanian dalam kitab Al-Filaha karya Ibnu Awwam yang menjadi rujukan sistem pertanian Andalusia.

Catatan petualang dunia Ibnu Batutah menarik perhatian Malik. Tentang sebuah negeri di ujung timur dunia penghasil rempah-rempah yang menjadi komoditas termahal dunia saat itu. Negeri yang namanya banyak diperbincangkan para pedagang berbagai bangsa. Negeri sekeping surga di ujung timur dunia. Alangkah bahagianya ia jika bisa pergi ke sana dan mengukir karya menebarkan keindahan Islam seperti ulama-ulama terdahulu.

Maka berangkatlah Malik menumpang kapal dagang yang hendak pergi ke Nusantara. Menembus laut Merah, melalui Teluk Arab dan Gujarat, singgah di negeri Pasai yang saat itu menjadi pelabuhan transit perdagangan dunia. Ia melanjutkan perjalanan ke selatan hingga sampai di Banten, melanjutkan perjalanan laut menuju Tuban, dan mengakhiri perjalanannya di Gresik.

Ia mendapati Gresik porak poranda akibat perang saudara yang mencabik-cabik Majapahit. Pertikaian antara raja Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi dalam perang Paregreg di tahun 1404 itu membuat Majapahit hancur dan penduduk ditimpa kelaparan.

Malik merasa di tempat inilah dia akan memulai misinya. Ia tidak mendirikan pesantren dan mengajak penduduk memeluk Islam. Malik membuka areal sawah, mengajak penduduk kembali bercocok tanam, memperkenalkan sistem irigasi hingga petani tak hanya mengandalkan air hujan seperti biasanya. Panen yang semula hanya setahun sekali, kini bisa dua kali. Semakin hari semakin banyak penduduk yang mengikutinya. Dari Gresik, meluas hingga Lamongan dan Tuban.

Tak hanya ahli pertanian, Malik juga menguasai dunia kedokteran. Ia mengobati para pasien yang datang kepadanya. Bukan hanya rakyat jelata, bahkan pejabat kerajaan Majapahit pun berobat kepadanya. Kecerdasan, keluasan wawasan, dan kemuliaan budi pekerti Malik pun menjadi buah bibir penduduk Majapahit. Mereka memanggilnya dengan sebutan sunan sebagai penghormatan. Dari Malik pula penduduk Majapahit mengenal Islam.

Keberhasilannya mengenalkan sistem pertanian irigasi dan menjadikan panen padi berlimpah membuat namanya dikenal sampai istana Majapahit. Penguasa Majapahit saat itu, Ratu Suhita (memerintah tahun 1427 – 1447) menganugerahinya penghargaan dan menjulukinya Wong Agung Majapahit. Ratu Suhita menghadiahinya sebidang tanah di pinggiran Gresik. Di situlah Maulana Malik Ibrahim, nama lengkap dirinya, mengembangkan dakwah. Penduduk Majapahit menjulukinya Sunan Gresik.

Itulah kisah tentang mimpi, eksplorasi, dan dedikasi seorang anak muda yang disirami oleh iman. Seperti itulah seharusnya pendidikan. Pendidikan bukan sekedar memenuhi otak anak dengan pengetahuan. Pendidikan harus menginspirasi dan melahirkan mimpi. Mimpi mengubah dunia. Lalu mendorongnya berpetualang dan mengeksplorasi dunia. Pendidikan harus melahirkan passion dan diperkuat dengan dedikasi untuk mewujudkannya. Dan di atas semua itu, imanlah yang menjadi sumber semangatnya.

Bagaimana dengan pendidikan kita? Bagaimana dengan pendidikan anak-anak kita? Sudah berhasilkah kita memberi mereka inspirasi, melahirkan mimpi, mengajarkan dedikasi, dan menyatukannya dengan iman? (Dompet Dhuafa / Fatchuri Rosidin, Direktur IMZ Consulting)