Batang Pohon Kelapa Masuk Tanpa Salam, Rumah Lainnya Pergi Tanpa Pamit (Ceritera Janah – Bagian Dua)

LEBAK, BANTEN — "Tenda ini tuh sebelumnya bangunan rumah si nenek, ibu saya. Sekarang jadi tenda," seru Janah (41).

"Sawah kami juga hilang di seberang, tertimbun tanah. Jembatan gantung di sana sudah terbawa arus. Rumah saya rusak begini, rumah si nenek di samping rumah kami lenyap juga. Alhamdulillah masih selamat diri ini. Tapi sementara ini kami tinggal di tempatnya pak RT," aku salah satu warga terdampak Banjir Bandang di Desa Bungur Mekar, Sajira, Lebak, Banten, pada Senin (6/1/2020).

Amukan banjir bandang dari Sungai Ciberang, seketika menyapu yang dilaluinya. Melahap jembatan gantung kayu, penghubung antar desa tersebut. Material dan tanah lumpur yang dibawanya, menerjang bangunan di sekitarnya. Menjangkau pemukiman warga hingga berjarak 30-50 Meter.

Sisa air dengan lumpur berwarna cokelat itu masih menyisa pada bangunan maupun pohon-pohon di sana. Kontras warna hijau dedaunan dengan sisa air itu pun turut menandakan ketinggian amukan banjir bandang tersebut. Pohon kelapa tidur di depan pintu rumah, pondasi bangunan yang telah miring, tembok jebol juga acakan puing yang menghiasi.

Di depan tenda, Janah bersama keluarga menikmati makan siangnya. Tenda itu adalah bangunan kediaman ibunya, sebelum peristiwa Banjir Bandang terjadi di Lebak, pada Rabu, 1 Januari 2020. Kini berdiri sebuah tenda di sana, difungsikan warga sebagai tempat transit distribusi bantuan logistik gabungan yang datang. Tim Water Rescue Disaster Management Centre (DMC) Dompet Dhuafa, menggulirkan armada perahu karetnya untuk melintasi Sungai Ciberang siang itu. Dari Desa Calung Bungur menuju Desa Bungur Mekar, Sajira, Lebak, Banten Senin (6/1/2020).

"Rumah kami rusak, rumah si nenek baru dibangun sudah tidak ada. Batang pohon kelapa masuk tanpa salam, rumah lainnya pergi tanpa pamit," (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)