Karena Banjir Bandang, Sobari Tak Jadi Ikut Olimpiade (Bagian 2)

SIARAN PERS, LEBAK, BANTEN — Kini, Sobari dan keluarga mengungsi ke posko Ponpes Darul Mustofa, Lebak. Semua kegiatan yang ia lakukan berubah dari tempat ke tempat. Bermain, menangis, termasuk belajar, Sobari lakukan di tengah riuh pengungsian. Dibantu oleh guru relawan Dompet Dhuafa, Sobari tak lelah mengatasi rasa ingin tahunnya. Oleh gurunya, Sobari dikenal sebagai anak yang giat untuk belajar.

“Sobari ini memang pintar anaknya. Suka bertanya dan gak pernah absen dengan kegiatan kita di sini,” terang Ika, salah satu guru relawan yang ikut mengajar Sobari.

Karena sekolahnya SD tak bisa dipakai, Sobari dan ratusan siswa SD lainnya, kini belajar menumpang di SDN 1 Luhur Jaya, yang dirasa lebih aman. Setiap pagi, Sobari dan teman-temannnya berangkat dari pengungsian Ponpes Darul Mustofa menggunakan angkot, sembari ditemani oleh guru relawan. Walau dalam keadaan musibah, Sobari dan teman-temannya juga diajari untuk mandiri.

“Sebelumnya diantar sama ibu guru, tadi pakai angkot, tapi masih ditemani bu guru,” jelasnya sederhana. Sosok pemalu tersebut tak banyak bicara.

Dari sikapnya yang sederhana tersebut, Sobari kecil bercita-cita menjadi seorang guru. Banyak hal yang ia sukai dari sosok guru-guru yang mengajarinya banyak hal. Baginya, guru adalah profesi paling hebat ia ketahui.

“Pengen jadi guru kak. Seperti ibu guru di sini,” jelasnya, sambil menunjuk guru relawan yang ikut menemaninya.

Di atas tanah yang masih sedikit basah, Sobari masih mencoba mengeja huruf demi huruf. Ada ribuan anak yang bernasib sama seperti halnya Sobari. Namun pendidikan tetap hadir melalui tangan-tangan relawan. Menguatkan mereka yang rindu dengan belajar. Sampai pada huruf di pojok halaman Sobari tamat baca, pertanda pelajaran hari ini telah usai. Sobari tersenyum puas, siap kembali belajar untuk esok hari. (Dompet Dhuafa/Zul)