Webinar Pembuka Festival Berkebun Di Kota: Ajak Masyarakat Mandiri Melalui Kebun dan Ternak (Bagian 2)

SIARAN PERS, JAKARTA — Alasan keluarga dan komunitas lokal terpilih sebagai penerima manfaat program ialah untuk mengoptimalkan sumber daya alam setempat. Kemudian juga menekan biaya pengeluaran pangan dan mendukung kemandirian pangan. Sehingga orang tidak perlu khawatir apabila terjadi kelangkaan sumber pangan, semisal untuk biaya pengeluaran sehari pangan sebesar Rp.100.000,-, kemudian dengan menerapkan program tersebut, setidaknya menekan pengeluaran sebesar 50%-70%. Bisa menghemat setidaknya Rp.50.000,-. Karena mereka cukup menanam, kemudian memanen hasilnya. 

"Jadi tinggal petik di pekarangannya. Jika tetangga membutuhkan cabai dan saya membutuhkan kangkung. Kita bisa saling berbagi dengan tetangga. Istilahnya bisa barter," jelas Raminem, selaku penerima manfaat Kebun Pangan Keluarga, menyambung penjelasan Udhi. 

Di sela seminar, mencuat pertanyaan menarik. Bagaimana dengan masyarakat yang di daerah perkotaan? Bagaimana mereka bisa menerapkan kedua program tersebut? Udhi menjawab, "Bagi masyarakat di perkotaan ada banyak cara. Semisal menggunakan skema hidroponik atau menanam menggunakan polibag. Sedangkan untuk peternakan, semisal peternakan ikan, cukup menggunakan ember dengan pengondisian air melalui probiotik. Sehabis itu ikan baru bisa ditaruh di ember tersebut". 

Nantinya kegiatan akan diisi dari berbagai praktisi lingkungan hidup seperti Sarah Adipayanti (Kebun Kumara), Aang Hudaya (Alumni Belajar Zero Waste – BZW), Luky Lambang Santoso (Rumah Kayu Permaculture), Sita Pujianto (Jakarta Berkebun). Mereka masing-masing akan mengisi webminar di tiap pekan selama Mei 2020. 

"Kalau dari kita memang tidak ada limit waktu sampai kapan diimplementasikan. Walaupun memang inisiasi program untuk membantu antisipasi pasokan pangan di tengah pandemi Corona. Tapi kita harapannya mampu memberikan manfaat maupun setelah Corona berlalu di Indonesia," tutup Udhi. (Dompet Dhuafa/Fajar)