Makna hijrah dalam Islam sulit dipahami oleh Marisa, seorang wanita berkarir sebagai manajer salah satu perusahaan multinasional. Pasalnya, Marisa seringkali melihat orang-orang mengaku ‘hijrah’, namun melakukan hal-hal yang menyulitkan dirinya sendiri. Seperti misalkan, seseorang yang mengaku berhijrah, akhirnya meninggalkan teman-temannya yang tidak mengenakan pakaian yang sama. Atau ada yang mengaku berhijrah, tapi malah berbuat aksi teror yang mengatasnamakan agama.
Tahun baru Islam telah datang, sebagai seseorang yang memeluk Islam, Marisa merasa perlu untuk mengetahui lebih dalam apa makna hijrah sebenarnya. Dia tidak ingin salah pengertian tentang hijrah. Marisa membuka buku yang membahas tentang hijrah Rasulullah ke Madinah.
Pengertian dan Makna Hijrah dalam Islam
Hijrah secara harfiah memiliki arti ‘pindah’ atau ‘bergerak’ dari satu tempat ke tempat selainnya. Namun, ada yang membedakan hijrah dengan ‘berpindah’ secara biasa. Hijrah memiliki sisi spiritual dalam perpindahan yang dilakukan. Sisi di mana seseorang berniat untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan mengubah perilaku dan mental, dengan semangat Islam. Hijrah dapat mengubah seseorang yang tadinya lesu, patah hati, menjadi semangat dan lebih optimis. Menuju jalan yang lurus, jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dalam sejarah hijrah Rasulullah ke Madinah, diceritakan betapa Umat Muslim hidup dalam keadaan sulit di Mekkah. Sebab orang-orang Quraisy selalu menganggu umat muslim, dan berusaha menghentikan syiar Nabi Muhammad. Mereka khawatir Islam semakin besar dan menggeser posisi kaum Quraisy yang berkuasa di Mekkah.
Orang-orang Islam hidup di Mekkah dalam kondisi merasa tidak aman. Diperlakukan kasar, ekonomi diboikot, tidak merasa bebas untuk memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, Rasulullah mencarikan tempat untuk kaum muslimin berpindah, hijrah. Tempat di mana Islam dapat dipeluk dengan aman dan tentram. Tempat di mana Islam dapat membangun peradaban yang baik.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Baqarah: 218).
Selain berpindah tempat, makna hijrah dalam Islam juga dapat dipahami sebagai tekad untuk mengubah diri menjadi lebih baik karena Allah SWT. Lebih mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampunan dari setiap perbuatan dosa yang dilakukan.
Seseorang dapat dikatakan hijrah jika telah memenuhi dua syarat, pertama meninggalkan hal lama yang tidak baik untuknya, kedua menuju hal baru yang lebih baik untuknya. Alangkah baiknya, dilakukan secara istiqomah, agar kita dapat hidup dengan damai di dunia maupun akhirat.
Belajar dari Hijrahnya Kaum Muslimin
Hijrah yang dilakukan oleh kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah merupakan perjalanan yang cukup panjang. Melalui baiat aqabah dengan jeda waktu satu tahun, mengirim dua sahabat untuk berdakwah di kota Yastrib, hingga masyarakat Madinah menjadi siap menerima kedatangan umat Islam yang pindah dari Mekkah.
Proses perjalanan hijrah dilakukan dengan penuh perencanaan. Kaum Muhajirin saling berbagi peran untuk dapat tiba di Madinah dengan selamat. Mereka membuat kelompok-kelompok perjalanan agar tidak memancing perhatian kaum Quraisy. Ada yang mengambil peran sebagai penunjuk jalan, ada yang membawa perbekalan, ada pula yang menghapus jejak unta di barisan paling belakang. Mereka bersatu, saling membahu, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Makna hijrah dalam Islam ini dapat kita refleksikan dalam kehidupan sehari-hari, bahwa sebagai sesama saudara muslim, haruslah saling menolong dan membantu. Bersatu untuk menciptakan peradaban yang damai dan baik. Tidak saling meneror, ataupun bersikap merasa paling benar sendiri dan mudah mengkafirkan orang lain. Hijrah menjadi pengingat untuk kita semua agar dapat saling menjaga, agar syiar Islam dapat diteruskan sampai ke generasi-generasi selanjutnya.
Tahun Baru Hijriah, Refleksi Pribadi Muslim
Dalam ajaran Islam, terdapat berbagai nilai yang dapat menjadi tuntunan kita menjalani hidup. Tahun baru hijriah dapat menjadi pengingat bagi kita semua. Apakah kita telah menjadi pribadi yang lebih baik daripada tahun sebelumnya? Apakah amalan yang kita lakukan dilaksanakan secara maksimal? Apakah kita tetap istiqomah menjalankan kebaikan? Refleksi terhadap diri sendiri, apakah sudah mencerminkan sebagai pribadi muslim yang taat kepada perintah Allah?
Makna hijrah dalam Islam menjadi momen untuk evaluasi, serta menyemangati diri untuk terus menebar kebaikan di manapun kita berada. Menjadi muslim yang optimis, penuh perencanaan, serta tidak hentinya membantu sesama.
Bulan Muharram terdapat banyak sunnah dan amalan yang dapat dilakukan, sebagai pijakan semangat untuk menjalani tahun yang baru. Yaitu di antaranya adalah berpuasa dan menyantuni anak Yatim. Rasulullah saw. bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, Sahl bin Sa’ad As-Sa’idiy: 5304).
Semoga kita semua dapat berhijrah menjadi pribadi yang lebih baik, dan tetap konsisten dan istiqomah menjalankan amalan yang wajib maupun sunnah. Serta saling membantu sesama saudara muslim. Semoga target amalan tahun ini dapat tercapai, serta lebih banyak bersedekah untuk membersihkan jiwa dan harta.
Berbagi di Dompet Dhuafa
Marisa menutup bukunya kemudian termenung cukup lama. Hijrah bukanlah hal yang sesederhana mengubah gaya pakaian, lebih dari itu seorang muslim haruslah isti qomah menjalankan perintah Allah. Selama ini dia terlalu sibuk dengan urusan duniawi, sampai lupa bahwa ada banyak anak yatim yang butuh disedekahkan. Dia juga terkadang lupa bahwa beberapa kali menyakiti hati saudara sesama muslim. Marisa mengambil buku catatan, menulis dan merefleksikan kembali apa saja yang harus diperbaiki dari dirinya, dan apa saja yang perlu dilakukan. Mumpung ingat, Marisa membuka ponselnya, membuka situs Dompet Dhuafa untuk segera bersedekah.
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran ayat 8)