Optimalkan Zakat untuk Pengentasan Kemiskinan

Sabeth Abilawa, Direktur Yayasan Pemberdayaan Dompet Dhuafa saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik “Realisasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan”, Rabu (15/4). (Foto: Uyang/Dompet Dhuafa)

“Potensi zakat yang dimiliki umat muslim sangatlah besar. Andai zakat itu mampu terkumpul dan dikelola dengan baik, maka mampu menjadi solusi dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia,” terang Sabeth Abilawa, Direktur Yayasan Pemberdayaan Dompet Dhuafa, dalam Diskusi Publik “Membedah Visi Nawacita Jokowi: Realisasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan”, yang digelar Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Center for Information and Development Studies (CIDES) pada Rabu (15/4), di The Habibie Center, Jakarta.

Berbagai tantangan yang berat tengah dihadapi bangsa yang memiliki jutaan penduduk ini. Problematika tersebut diantaranya ancaman defisit APBN terkait dengan permasalahan subsidi BBM dan anjloknya nilai tukar rupiah. Tentu saja, hal tersebut langsung mengancam kesejahteraan rakyat.

Sabeth menuturkan, negara ini bisa mendayagunakan zakat untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya saja melalui diklat kewirausahaan, ketrampilan, atau bahkan pendidikan. Dalam pendayagunaan, ada beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan dan dilakukan oleh lembaga amil zakat, misalnya memilah ke dalam tiga kegiatan besar yakni pengembangan ekonomi, pembinaan SDM, pendidikan, dan ekonomi.

“Saya rasa zakat bisa dioptimalkan dengan baik dan tentunya mempermudah pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Walau tak bisa dipungkiri, butuh waktu bertahap dan panjang untuk menyelesaikan problematika ini,” jelasnya.

Dilain pihak, Rudi Wahyono, Direktur Eksekutif CIDES, yang juga pembicara dalam kegiatan tersebut mengungkapkan, langkah yang bisa dilakukan untuk meminimalisir angka kemiskinan adalah penyesuaian angka kemiskinan yang mampu mendukung pemenuhan kebutuhan dasar manusia sesuai dengan harga pasar yang berlaku, pengentasan kemiskinan melalui kebijakan yang selektif, baik yang melalui bantuan tunai maupun nontunai yang bersifat produktif.

“Jadi sifatnya tak hanya memberikan bantuan saja. Tetapi upayakan bantuan yang diberikan masyarakat itu bisa terus berputar untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka,” ungkapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Indonesia sebagai negara agraris seharusnya bisa menjadikan kedaulatan pangan sebagai faktor penentu dan solusi strategis untuk mengurangi angka kemiskinan.

“Tercapainya ketahanan dan kedaulatan pangan tidak hanya mempengaruhi perkembangan sektor industri pangan dari hulu ke hilir tapi juga secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin sebagai konsumen dari pangan itu sendiri,” pungkasnya. (uyang)