Sejarah pengelolaan zakat pada masa Nabi Muhammad di Madinah, dapat menjadi acuan dan pembelajaran umat muslim masa kini. Walaupun ayat untuk berzakat turun ketika Nabi Muhammad berada di Mekkah, sistem pengelolaan zakat pertama kali diterapkan pada tahun kedua setelah umat muslim hijrah ke Madinah.
Waktu di Makkah, umat muslim yang memiliki kemampuan harta dianjurkan untuk bersedekah dan memerdekakan para budak. Namun, belum ada sistem atau lembaga yang mengelola kewajiban berzakat. Pun termasuk pada saat hijrah, umat muslim tidak membawa banyak harta dan aset kekayaan yang mereka miliki (kecuali Usman bin Affan). Namun, setelah setahun membangun ketahanan ekonomi, barulah Rasulullah mengumumkan wajib zakat.
Zakat, Rukun Islam yang Menyucikan Harta
Islam adalah agama rahmatan lil ‘aalamiin, memberikan rahmat bagi alam semesta. Tidak hanya hukum-hukum alam yang tercatat dalam Kitab Al-Qur’an, hukum sosial pun juga terpapar prinsip-prinsipnya. Zakat adalah salah satu hukum sosial ekonomi yang wajib dijalankan. Menjadi sebuah ibadah bagi seorang muslim, dengan tujuan mengurangi kemiskinan, bentuk kepedulian, serta wujud taat kepada Allah.
Secara pendekatan bahasa, Zakat berasal dari kata ‘Zaka’ yang artinya suci, berkah, tumbuh, terpuji. Seorang muslim yang membayar zakat, akan bersih harta dan jiwanya. Mengapa dikatakan ‘bersih harta’? Ulama Islam Abi Quraish Shihab memaparkan, boleh jadi dalam proses pemerolehan kata yang kita jalani ada hal yang tidak mengenakkan terjadi. Misalnya dalam proses tawar menawar barang dagangan, ada rasa tidak enak hati yang dialami oleh salah satu pihak, sehingga membuat harta yang dihasilkan tidak benar-benar hasil dari keikhlasan. Walaupun memiliki sifat membersihkan harta, zakat tidak dapat menyucikan harta yang diperoleh dari mencuri, merampok, ataupun korupsi.
Selain memiliki makna suci, Zakat juga memiliki arti subur, tumbuh, berkembang, atau bertambah. Ketika seorang muslim berzakat, harta yang dimilikinya tidak akan berkurang. Justru akan terus bertambah, seperti yang telah dijelaskan dalam Firman Allah,
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2] ayat 261)
Baca Juga: Sedekah dan Hutang, Mana yang Harus Didahulukan?
Secara istilah yang tertulis dalam kitab kitab al-Hâwî, al-Mawardi, zakat memiliki arti mengambil sebagian harta dengan sifat-sifat tertentu, untuk diberikan kepada golongan tertentu. Untuk melaksanakan ibadah zakat ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya, doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At Taubah [9]: ayat 103).
Zakat juga memiliki manfaat menyucikan jiwa. Dalam proses pemerolehan harta, andil yang terlibat bukan hanya diri sendiri. Barangkali ada kuli yang bekerja membawakan barang, serta hukum Allah yang menurunkan hujan di ladang pertanian. Ada banyak yang terlibat dalam proses mendapatkan harta. Oleh sebab itu, bentuk rasa syukur kita kepada Allah dapat diwujudkan dalam bentuk zakat.
Zakat dapat menjadi sarana untuk orang lain menyambung kehidupannya. Jadi ketika kita berzakat, ada orang-orang yang berkurang kesulitannya. Di dalam harta orang kaya, terdapat hak orang miskin.
“Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz Dzariyat [51] ayat 19).
Baca Juga: Inilah Pengertian Dhuafa Menurut Islam
Rasulullah SAW bersabda, “Islam dibangun diatas lima (pokok; rukun): bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji, dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhori- Muslim)
Awal Mula Turun Perintah Zakat
Mulanya, ayat zakat turun di Makkah, yakni tercatat dalam surat Ar-Rum ayat 39: “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
Walaupun menerima ayat perintah zakat ketika berada di Mekkah, Rasulullah mulai menerapkan sistem zakat secara lembaga setelah tahun kedua Hijrah di Madinah. Zakat yang pertama kali diwajibkan adalah Zakat Fitrah pada bulan Ramadhan, sedangkan zakat maal diwajibkan pada bulan berikutnya. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dibayarkan oleh semua umat muslim, yang memiliki kemampuan makan walaupun hanya semalam, dibayarkan selama dan sebelum bulan Ramadhan berakhir. Sedangkan zakat maal adalah zakat yang wajib dibayarkan kepada umat muslim, yang telah memiliki harta mencapai nisab.
Pada tahun pertama Hijrah ke Madinah, kaum Muhajirin bekerja keras untuk menghidupi diri secara layak. Kaum Muhajirin memiliki keahlian berdagang yang cukup mumpuni. Mereka melakukan perdagangan di pasar, dan tidak mau memberatkan kebutuhan ekonomi kepada saudaranya, Kaum Anshor. Kaum Muhajirin tidak membawa banyak perbekalan saat pindah ke Madinah. Sebagian besar aset dan harta mereka tinggalkan di Makkah. Oleh sebab itu mereka perlu bekerja keras untuk memulihkan kondisi ekonomi masing-masing keluarga.
“Rasulullah saw memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan shadaqatul fithr (zakat fitrah) sebelum perintah zakat (zakat harta).“ (HR Nasa’i).
Ilmuwan Ibnu Katsir memaparkan bahwa zakat yang dilaksanakan setelah tahun kedua berhijrah ke Madinah adalah kewajiban yang didirikan secara khusus, sedangkan zakat yang dilaksanakan waktu di Makkah adalah kewajiban yang dilakukan oleh sukarela perseorangan semata. Menandakan bahwa sistem pengelolaan zakat di Madinah sangat diperhatikan oleh Nabi Muhammad.
Sejarah Pengelolaan Zakat Pada Masa Nabi Muhammad di Madinah
Pada tahun kedua di Madinah, kondisi perekonomian umat muslim sudah jauh lebih baik. Kaum Muhajirin sudah mulai memiliki ketahanan ekonomi. Dalam kondisi tersebut, Rasulullah memberikan kebijakan wajib zakat. Rasulullah mengutus Mu’adz bin Jabal untuk menjadi Qadhi dan amil zakat di Yaman. Nabi Muhammad memberikan nasehat kepada Mu’adz untuk menyampaikan kepada ahli kitab beberapa hal, di antaranya adalah kewajiban berzakat dengan kalimat: “Sampaikan bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada harta benda meraka, yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin yang ada di antara mereka.”
Rasulullah juga pernah mengangkat dan menginstruksikan kepada beberapa sahabat seperti Umar bin Khattab dan Ibn Qais ‘Ubadah Ibn Shamit sebagai amil zakat di tingkat daerah. Sebagai kepala negara, perintah Rasul langsung dijalankan oleh seluruh umat muslim dengan sigap.
Setelah mengutus para sahabat sebagai Amil, Rasulullah mensosialisasikan aturan-aturan dasar, bentuk harta yang wajib dizakatkan, siapa saja yang harus membayar zakat, serta siapa saja yang menerima zakat kepada penduduk Madinah dan daerah sekitarnya.
Zakat yang diterapkan Nabi Muhammad mengalami perubahan sifat. Saat di Makkah, zakat dilakukan hanya bersifat sukarela. Setelah hijrah, zakat menjadi kewajiban sosial yang dilembagakan, dan harus dipenuhi oleh setiap muslim yang memiliki harta telah mencapai nisab, atau jumlah minimum kekayaan yang dimiliki untuk membayar zakat.
Adapun ketentuan zakat telah ditentukan perhitungannya. Untuk zakat fitrah, umat muslim wajib membayar dengan makanan pokok seberat 3,5 kg. Sedangkan zakat mal sebesar 2,5% dari total kekayaan, apabila harta telah mencapai nisab atau batas kekayaan minimal. Namun, pada jenis kekayaan tertentu, seperti pertanian, peternakan, atau barang temuan, nisab zakat memiliki nominal yang berbeda.
Baca Juga: Pengelolaan Zakat di Masa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz
Proses pengelolaan zakat dilakukan dengan cara yang sigap dan disiplin. Pasalnya, Rasulullah tidak pernah menunda penyaluran zakat. Setiap kali zakat diterima pada pagi hari, maka sebelum siang Rasul sudah membagikannya kepada Mustahiq. Apabila zakat diterima pada siang hari, maka sebelum malam tiba zakat tersebut telah disalurkan. Tidak ada sisa dari zakat yang masuk. Tidak ada tindak korupsi, semua pengelolaan zakat dilakukan secara transparan.
Dalam sejarah pengelolaan zakat pada masa Nabi Muhammad, amil dipilih adalah mereka yang amanah, jujur, dan akuntabel. Zakat yang disalurkan, jumlahnya sesuai dengan zakat yang masuk ke dalam baitul mal. Namun, karena pada awal kali memulai pengambilan zakat pencatatan belum dilakukan secara rinci, penggunaan dana zakat langsung disalurkan kepada golongan mustahiq. Ciri-ciri golongan Mustahiq bisa Sahabat simak di tulisan berikut ini. Seiring berjalannya waktu, pencatatan dan pembukuan dilakukan dengan baik.
Sejak sistem pengelolaan zakat pada masa Nabi Muhammad di Madinah, dilakukan secara optimal, perekenomian di dalam negara menjadi lebih stabil. Gap antara orang kaya dan orang miskin semakin tipis. Tingkat kriminalitas pencurian atau perampokan di dalam Madinah juga sangat kecil. Zakat mampu membawa kedamaian dalam bersosial di Madinah saat itu.
Pembagian Tugas Pengelolaan Zakat yang Dilakukan oleh Rasulullah
Rasulullah membentuk amil zakat, atau pengurus yang mengelola zakat. Serta membangun Baitul Mal sebagai tempat pengelolaan zakat. Amil, sebagai pegawai baitul mal, dibentuk memiliki pembagian tugas. Yaitu terdiri dari Katabah atau petugas yang mencatat para wajib zakat. Hasabah adalah petugas yang menaksir dan menghitung zakat. Jubah adalah petugas yang menarik atau mengambil zakat dari Muzakki. Khazanah berperan sebagai petugas yang menghimpun dan memeliharan harta zakat. Serta Qasamah adalah petugas yang menyalurkan zakat kepada mustahiq.
Baca Juga: Daftar Lembaga Amil Zakat di Indonesia
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Ibrahim Ad Dimasyqi dan Zubair bin Bakkar keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Nafi’ berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shalih At Tammar dari Az Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab dari ‘Attab bin Usaid berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang untuk menghitung takaran buah atau anggur yang ada di pohon milik orang-orang.” (HR Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Abdullah ibn Majah Al-Quzwaini).
Selain berfungsi sebagai tempat menerima zakat, baitul mal yang didirikan memiliki sifat produktif. Baitul mal juga menerima dana pajak yang dipungut dari penduduk non muslim yang tinggal di Madinah dan sekitarnya, serta sebagian dari harta rampasan perang, untuk digunakan sebagai modal pemberdayaan masyarakat.
Selain di Baitul Mal, dana zakat juga dikelola langsung oleh amil di masing-masing daerah. Yusuf Al Qardawi menjelaskan bahwa Rasulullah telah mengutus lebih dari 25 amil ke seluruh pelosok Negara, dengan membawa perintah pengumpulan dana zakat. Sekaligus mendistribusikan zakat sampai habis sebelum kembali ke Madinah. Pengelolaan zakat sebisa mungkin dilaksanakan secara merata, agar seluruh masyarakat dapat merasakan kemakmuran yang sama. Tidak kekurangan, ataupun merasa kelaparan.
Pembukuan zakat dicatat terpisah dengan pendapatan lainnya, seperti pendapatan pajak dan harta rampasan perang. Dibedakan pemasukan dan pengeluaran, semua dicatat secara rinci dan jelas. Rasulullah juga berpesan kepada Amil zakat, untuk bertindak adil serta ramah kepada Muzzaki (orang yang membayar zakat) maupun Mustahiq (orang yang menerima zakat).
Baca Juga: Inilah Mustahiq atau 8 Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Hikmah Sejarah Zakat Rasulullah
Rasulullah adalah suri tauladan bagi umat muslim. Melihat sejarah pengelolaan zakat pada masa Nabi Muhammad di Madinah, dapat kita petik pelajaran pengelolaan zakat. Rasulullah mencontohkan, bahwa pengelolaan zakat harus dilakukan dengan jujur, amanah, akuntabel, serta tepat sasaran. Zakat disalurkan secara cepat, tidak banyak melakukan penundaan, sehingga orang-orang yang membutuhkan dapat langsung merasakan manfaat zakat.
Pembagian tugas yang jelas juga memudahkan proses pengumpulan, pengelolaan, serta penyaluran dana zakat. Oleh sebab itu, akan lebih baik bila kita berzakat di sebuah lembaga amil zakat resmi, memiliki pegawai amil yang kredibel, dan mengelola dana zakat secara transparan.
Nabi Muhammad juga memberikan teladan kepada amil, agar bersikap adil dan ramah kepada Muzzaki maupun Mustahiq. Sikap ramah tidak akan menyakiti orang yang menyerahkan zakat, maupun orang yang menerima. Sehingga akan hadir keikhlasan dari kedua belah pihak.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 277).
Berzakat Di Masa Kini
Kemiskinan adalah suatu hal yang selalu ada di masyarakat kita. Tidak semua orang memiliki pengalaman dan keberuntungan finansial yang sama. Oleh sebab itu, sebagai orang yang memiliki kemampuan, wajib bagi kita menyisihkan sebagian harta untuk berzakat.
Zakat dapat menumbuhkan empati terhadap sesama muslim. Sehingga dapat mengubah kehidupan. Zakat sebagai bentuk gotong-royong dan memberdayakan umat Islam agar menjadi lebih mandiri secara finansial, juga dapat mempererat tali persaudaraan antar sesama muslim. Menipiskan gap antara orang kaya dengan orang miskin. Zakat yang Sahabat salurkan dapat menjadi harapan bagi saudara dan saudari kita yang sedang kesulitan.
Apalagi dalam masa pandemi virus COVID-19, ada banyak sekali saudara kita yang semakin kesulitan. Krisis ekonomi pun terjadi di Indonesia, terjadi banyak PHK, kesulitan memiliki daya beli. Saat ini, dana zakat yang optimal dapat digunakan untuk membantu melakukan pencegahan virus corona, serta membantu kaum dhuafa untuk kembali berdaya. Mari kita tingkatkan rasa solidaritas kita untuk melewati pandemi bersama-sama, melalui pengelolaan zakat yang baik.
Baca Juga: Inilah Ajaran Islam Tentang Peduli Lingkungan
Rasul mencontohkan betapa cepatnya amil zakat mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat. Perkembangan teknologi yang semakin maju pun dapat mendukung percepatan pengumpulan dan penyaluran zakat. Tidak sampai memakan banyak waktu, Sahabat dapat menyalurkan dana zakat melalui transfer bank atau online payment melalui Dompet Dhuafa. Semakin cepat zakat terkumpul, semakin cepat pula yang akan mendapatkan bantuan. Semakin banyak yang bayar zakat, semakin banyak pula mustahiq yang menerima manfaat. Zakat di Dompet Dhuafa bisa langsung klik link berikut ini.