PALU, SULAWESI TENGAH — Maghrib itu, tepatnya pada 28 September 2018, jerit dan kepanikan bertabrakan tanpa arah. Semua menghambur saat bumi bergetar merekahkan, merobohkan dan mengoyak apa saja yang ada di atas Kota Palu, Sigi dan Donggala. Tak hanya getaran bumi berkekuatan 7,4 Skala Richter saja. Namun Tuhan YME mengisahkan Jumat Maghribnya lengkap dengan sapuan tsunami dan likuifaksi.
Kala itu, pilu merundung Sulawesi Tengah. Lebih dari 2.100 jiwa melayang, 1.309 orang hilang, 4.612 orang luka-luka, dan 223 ribu lainnya mengungsi ke sejumlah titik aman. Berbagai akses transportasi terputus dan cukup menghambat datangnya bantuan. Namun, keterbatasan akses kala itu, tak menyurutkan tim relawan Dompet Dhuafa terjun untuk Love Sulawesi. Dari tim respon, tim medis dan juga tim pembawa logistik datang dari berbagai penjuru dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Sabtu (29/9/2018) dini hari, titik pertama gerakan kebaikan masyarakat Indonesia melalui Dompet Dhuafa bergulir.
Kini setahun berlalu, mari kembali tengok fakta apa saja yang ada di Palu, Sigi dan Donggala:
1. Palu, Sigi dan Donggala Lumpuh
Setelah guncangan hebat gempa bumi berkekuatan 7,4 SR diikuti tsunami melanda pantai barat Pulau Sulawesi, Indonesia, bagian utara pukul 18.02 WITA. Pusat gempa berada di 26 km utara Donggala dan 80 km barat laut Kota Palu dengan kedalaman 10 km. Gempa yang tersusul tsunami, serta fenomena likuifaksi, melumpuhkan Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Palu, Sigi dan Donggala.
Sejumlah akses terputus, kelangkaan BBM, penjarahan dan juga gempa susulan yang terus melanda, sempat melumpuhkan Kota Palu, sebagai sentral termudah bergulirnya bantuan. Tak hanya akses darat yang terputus akibat pergerakan tanah dan longsor. Tetapi, Bandar Udara Sis Al Jufri Palu turut terdampak dan menara Air Traffic Control pun tumbang.
2. Ribuan jiwa melayang dan hilang
Saat masyarakat Lombok belum pulih dari menata serakan puing gempa. Tanah air beta kembali menitikkan air mata akan bencana. Lebih dari 2.100 jiwa melayang, meninggalkan sanak keluarga dengan air mata berlinang. Kemudian, catatan dahsyat juga tertoreh dari catatan orang hilang, yaitu mencapai 1.309.
3. Pengungsi Tinggal Beratap Langit
Hancurnya tempat tinggal, bahkan tak sedikit yang hilang bak tertelan bumi, memaksa warga untuk tinggal beratapkan langit. Terpal seadanya, menjadikan warga terdampak gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah, dengan mudah tersandra sakit dan cuaca. Banjir, becek saat hujan tiba maupun terpaan angin yang menusuk di malam hari, menjadi kenyataan tak terbantahkan.
Melihat kondisi tersebut, dalam misi kemanusiaan LOVE Sulawesi, Dompet Dhuafa menggenjot pembangunan rumah sementara (Rumtara). Langkah tersebut guna meminimalisir teror kesehatan dan juga menghadirkan hunian yang jauh lebih nyaman ketimbang tenda pengungsian. Akhirnya, di akhir 2018, masyarakat dapat menikmati sekitar 310 Rumtara yang merupakan aliran berkah dari donatur dan masyarakat Indonesia yang bersinergi bersama Dompet Dhuafa.
4. Hidupkan Aktivitas Pendidikan
Tak hanya tempat tinggal. Gempa juga memporak-porandakan sarana dan prasarana pendidikan. Berdasarkan data di lapangan, pada saat bencana tersebut melanda Sulawesi Tengah, tercatata 956 satuan pendidikan terdampak gempa.
Kerusakan tersebut membuat ribuan anak usia sekolah, terhenti kegiatan belajarnya. Bangunan sekolah tak sedikit yang rusak tak berupa. Semasa tanggap darurat, anak-anak hanya bermain ala kadarnya di pengungsian. Hingga akhirnya menggerakkan respon para relawan untuk menghadirkan sekolah darurat. Dompet Dhuafa melalui tim Disaster Management Center (DMC) dan juga tim program pendidikan, menghadirkan sekolah darurat. Tim relawan mengaktivasi puluhan sekolah darurat yang tersebar di berbagai wilayah. Termasuk juga mengirimkan tenaga pengajar dalam intervensi jangka panjang. Tak hanya itu, bersama para donatur, lembaga filantropi islam tersebut juga membangun kembali tiga sekolah permanen. Bukan kembali ruang kelas beton yang dapat mengancam jiwa peserta didik. Kali ini Dompet Dhuafa menghadirkan bangunan kayu untuk sekolah permanen ramah gempa. Peresmiannya pun telah berlangsung pada 20 September 2019.
5. Bangkitkan Perekonomian Seusai Bencana
Tak hanya intervensi pada sesi respon, Dompet Dhuafa juga memulihkan dengan cepat perekonomian masyarakat. Pemulihan tersebut bergulir melalui potensi perekonomian lokal, sebagai wujud pemberdayaan masyarakat. Sehingga dengan hidupnya kembali roda perekonomian, perdagangan, kehidupan masyarakat dapat pulih dengan cepat.
6. Hidupkan Dakwah Melalui Pembangunan Sarana Ibadah
Lara lantaran bencana melanda masyarakat Palu, Sigi dan Donggala. Tak mudah bagi mereka melupakan peristiwa luar biasa itu. Berserah diri, mencurahkan isi hati kepada Sang Pencipta menjadi jalannya. Namun tak sedikit pula sarana ibadah seperti masjid dan mushola yang terdampak. Sehingga memaksa warga beribadah dalam kondisi seadanya.
Meski di tengah bencana, tentu ibadah tak boleh terhenti begitu saja. Sejak masa tanggap darurat, untuk mengidupkan dakwah dan memfasilitasi ibadah, Dompet Dhuafa menghadirkan satu masjid darurat dan satu mushala darurat. Namun seiring berjalannya waktu dan semakin kuatnya gerakan kebaikan, Dompet Dhuafa menghadirkan dua mushala permanen di Kulawi, serta Palu. Bahkan semangat berbagi tak pernah berhenti. Pada 10 September 2019, Dompet Dhuafa melalui program Milenial Bangun Masjid, meletakkan batu pertama pembangunan masjid di Kota Palu.
Walaupun sudah beberapa sarana hadir untuk memulihkan Palu, Sigi dan Donggala. Usaha tersebut belumlah 100% tercatat memulihkan. Masih perlu banyak kebaikan untuk masyarakat di kawasan tersebut pulih, bangkit dan semangat. Setahun sudah berlalu, namun Palu, Sigi, Donggala masih butuh kamu. Mari rajut bersama, karena bahagia mereka, bahagia kita juga. (Dompet Dhuafa/Taufan YN)