SIARAN PERS, JAKARTA — Tim dan relawan kembali melanjutkan perjalanan ke rumah penerima manfaat selanjutnya. Kali ini menuju ke kediaman Achmadi (31) yang merupakan salah seorang korban PHK dari tempat kerjanya. Ia merupakan sopir pribadi di tempat kerjanya. Kaget ketika mendapatkan kabar kalau dirinya diberhentikan. Karena hal pertama yang ia pikirkan ialah bagaimana menafkahi istri dan anaknya di tengah semua bahan pokok sedang naik. Belum lagi memperhitungkan kekhawatiran akan terpapar Corona. Semua itu membuatnya semakin khawatir dengan keluarga.
"Ya sekarang di rumah saja kayak gini. Mana ada tempat yang membuka lowongan kerja sekarang-sekarang ini. Hitungannya sudah empat tahun di tempat kerja terakhir. Tapi tetap saja kena (PHK) juga," pungkasnya.
Hal sama juga dialami Suheni (43), seorang janda dengan tiga anak, yang dulu bekerja di salah satu restoran cepat saji. Ia bersama beberapa rekan yang lain diberhentikan dari tempat kerjanya, yang menurutnya merupakan dampak dari menurunnya jumlah pembeli yang datang. Sehingga pihak tempat kerja harus memperhitungkan kembali bagaimana menggaji mereka di tengah wabah.
Terakhir ada Umi Kulsum (44), yang juga merupakan janda dengan sehari-hari mengandalkan pendapatannya dari hasil warung kecil. Warungnya menjajakan aneka macam makanan ringan dan minuman. Biasanya banyak yang mendatangi warung untuk sekedar memesan kopi hangat dan ngobrol hingga larut malam. Namun seiring diberlakukannya PSBB jadi sedikit yang datang ke warungnya. Walaupun ada satu atau dua orang yang datang memesan kopi dan makanan ringan untuk dikonsumsi di rumah masing-masing. Itupun tidak banyak.
"Biasanya mah rame di sini. Dari yang muda sampai yang tua pada datang. Cuma Sekarang kan udah nggak boleh rame-rame," jelasnya sambil merapikan dagangannya.
Kelima orang di atas merupakan potret kecil masyarakat dhuafa yang termarjinalkan. Masih banyak lagi orang-orang seperti mereka di luar sana. Maka dari itu, mari bersama-sama ringankan beban mereka. Sehingga terus mampu bertahan di kondisi perekonomian yang sulit ini. Bukankah sejatinya satu ciri khas masyarakat Indonesia adalah gotong-royong di kala susah maupun senang. Jika semangat gotong royong digencarkan kembali, yakin Indonesia mampu mengatasi pandemi Corona beserta dampak-dampaknya. (Dompet Dhuafa/Fajar)