SINJAI, SULAWESI SELATAN — Setelah menempuh perjalanan darat selama lima jam dari pusat Kota Makassar, Tim Dompet Dhuafa SulSel bersama Aliah Sayuti, Super Volunteer Dompet Dhuafa, berkunjung ke Perkebunan Pemberdayaan Ekonomi Kopi Sinjai. Di sana, ia bertemu dengan dua sosok anak muda, yakni Ramly dan Mail, yang turut mendampingi tim menikmati sejuk sore di kebun kopi. Pada kesempatan itu, Aliah Sayuti turut mencoba pengalaman memetik kopi. Buah kopi berwarna merah dipilih, biji kopi kemudian dicuci, selanjutnya dikeringkan di Green House.
Biji kopi yang telah kering idealnya memiliki kadar air sekitar 11-12%, diukur menggunakan alat moisture meter coffee. Tahap selanjutnya, kopi dimasukkan ke dalam mesin huller, agar biji kopi bersih dan terpisah dari kulit tanduknya, yang kemudian menghasilkan green bean atau kopi mentah.
Selanjutnya, kopi melalui tahapan grading atau pengelompokkan kopi berdasarkan ukuran dan kondisinya. Kopi yang lolos grading kemudian akan didistribusikan ke kedai kopi, roasting kopi, dan pesanan lainnya. Sedangkan kopi defect akan diolah menjadi bubuk untuk kopi rumahan yang kualitasnya sama-sama terbaik.
Kopi Sinjai sendiri dibagi menjadi dua jenis, yakni arabica dan robusta. Mail mengenalkan kepada Aliah Sayuti dan Tim Dompet Dhuafa tentang metode penyeduhan V60. Metode ini dipilih agar biji kopi yang nikmat menghasilkan aroma buah-buahan tropis yang kuat.
Pemberdayaan Kopi Sinjai ini juga memperhatikan lingkungan dengan tetap menggunakan pupuk organik. Tujuannya agar kualitas tanah tidak rusak dan ke depannya tanaman kopi tidak mudah mati. Selain itu, ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya degradasi tanah akibat penggunaan pupuk kimia secara berlebihan.
Program pemberdayaan ini tentunya terus bertambah dan bertumbuh, yang mula-mula hanya ada 3 petani kopi, kini sudah berkembang menjadi 59 petani kopi. Selain itu, sebelumnya juga perkebunan ini hanya menghasilkan biji kopi mentah, namun kini telah bertumbuh menghasilkan kopi terbaik dari Tanah Sinjai.
Dari Kopi Sinjai, anak-anak petani kopi belajar cara memetik kopi yang terbaik. Seiring berjalannya waktu, keinginan masuk ke perguruan tinggi mulai muncul dari anak-anak petani kopi ini. Hal itu membuat rumah pemberdayaan kopi tak hanya bicara soal biji kopi, tetapi juga menyejahterakan petani kopi dari segi ekonomi juga pendidikan. (Dompet Dhuafa/Fitin)