GUNUNG KIDUL — Selama bertahun-tahun, kawasan Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sering mengalami problem kekeringan. Sebagian besar wilayah ini berupa perbukitan dengan struktur batuan karst. Sifat batuan ini tidak dapat menahan air di permukaan. Sehingga pada musim kemarau, air tanah akan menurun dengan drastis. Hal ini juga berdampak pada sumur-sumur di rumah warga. Bahkan di puncak musim kemarau, pompa air tidak lagi mampu menyedot air dari dalam tanah.
“Daerah ini sangat kering, terutama saat kemarau. Pasokan air sangat sedikit, bahkan tidak ada. Sementara masyarakat di sini harus tetap hidup. Tidak hanya untuk warganya saja, air juga sangat diperlukan untuk memberi minum ternak-ternaknya,” ujar Bambang Edi Prasetyo, Manager Program Dompet Dhuafa Yogyakarta.
Melihat kondisi tersebut, Dompet Dhuafa Yogyakarta menginisiasi aksi dropping air. Dengan menyediakan pasokan air bersih untuk daerah-daerah yang kekeringan. Pada Selasa (1/8), relawan dan tim Dompet Dhuafa Yogyakarta melakukan dropping air di empat kecamatan, yaitu Tepus, Purwosari, dan Saptosari. Pada tahap ini, disalurkan sekitar 198.000 liter air untuk 1.344 jiwa di empat kecamatan tersebut.
“Aksi ini merupakan aksi reguler tahunan yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa Yogyakarta. Karena setiap tahunnya, kekeringan terus terjadi. Selain itu, kami juga selama dua tahun telah membangun tidak kurang dari 20 instalasi penampung air hujan (PAH), dan membantu pengeboran sumur dalam,” tambah Bambang.
Menurut Bambang, aksi selanjutnya adalah meneruskan dropping air ke daerah-daerah lain yang kekeringan. Selain itu, Dompet Dhuafa Yogyakarta juga akan menginventarisasi kondisi PAH. Mencanangkan program penghijauan yang akan terintegrasi dengan Program Kampung Ternak. Di mana dedaunan hijau yang tumbuh juga nantinya akan bermanfaat sebagai pakan ternak. (Dompet Dhuafa/Dea)