SULAWESI TENGGARA — Usai melanglangbuana dari Aceh, Bima, Rote Ndao, hingga kembali ke kampung halamannya di Pesisir Wakatobi, Agustia atau yang akrab disapa Tia, telah mantap mendedikasikan waktunya untuk berkontribusi di tanah kelahirannya. Di Wakatobi, ia merangkul para pemuda dan pemangku kepentingan daerah untuk bersama-sama memberi dampak nyata dengan mendirikan wadah komunitas belajar berjuluk “Sikola Bajalan.” Komunitas yang Tia bangun itu menyasar anak-anak di sekitar wilayah tempat tinggalnya.
“Sikola Bajalan” dibentuk karena adanya keresahan para orang tua dan warga sekolah mengenai banyaknya anak yang berada di Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi yang belum bisa membaca pascapandemi Covid-19. Karena itulah, Agustia tergerak untuk melakukan sesuatu demi anak-anak di sekitar tempat tinggalnya agar bisa membaca dan tak ketinggalan pembelajaran.
Berdiri pada tanggal 11 Mei 2023, Sikola Bajalan dibentuk dengan tujuan menciptakan ekosistem pendidikan yang melek literasi dan numerasi untuk anak-anak di Kabupaten Wakatobi. Kegiatan Sikola Bajalan berlangsung di dua desa, yaitu Mola Selatan dan Mola Nelayan Bakti, setiap Sabtu dan Minggu, bertempat di teras-teras rumah warga yang ada di perkampungan Bajau, Desa Mola.
Baca juga: Program SLI Dompet Dhuafa Sultra Tingkatkan Literasi di Wakatobi
Anak-anak yang belajar di Sikola Bajalan bervariasi, mulai dari yang sedang bersekolah namun belum bisa membaca, anak-anak yang putus sekolah, hingga yang tidak pernah merasakan bangku sekolah. Saat ini, terdapat 52 relawan Sikola Bajalan yang mendampingi 40 anak dalam proses belajar.
“Harapannya, Sikola Bajalan menjadi tempat belajar bagi semua anak di Kabupaten Wakatobi, bukan hanya anak-anak Suku Bajau. Selain itu, melalui Sikola Bajalan diharapkan tercipta budaya positif seperti pembiasaan aktivitas membaca anak dan pengalaman belajar yang menyenangkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setiap anak,” sebutnya.
Keberadaan Sikola Bajalan telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Suku Bajau. Setiap pekan, anak-anak sudah mengetahui jadwal belajar bersama Sikola Bajalan. Dari yang awalnya tidak mengenal huruf sama sekali, sekarang mereka sudah mampu mengenali dan menuliskan huruf dengan baik. Anak-anak yang dulunya belum lancar membaca, kini lancar membaca. Anak yang masih susah dalam menulis dan lupa beberapa huruf, sekarang sudah mampu menulis dan melafalkan huruf dengan lancar. Bahkan anak-anak yang sebelumnya putus sekolah, kini memiliki keinginan untuk kembali bersekolah di sekolah formal.
Baca juga: SLI Perkuat Kolaborasi dengan Dinas Pendidikan di 11 Wilayah
Kesadaran anak-anak terhadap pentingnya sekolah makin tumbuh, begitu pula minat baca mereka. Dalam mendukung perkembangan tersebut, Sikola Bajalan berupaya membuat perpustakaan mini untuk setiap anak yang berkunjung ke lokasi belajar Sikola Bajalan. Hal ini guna memperkuat minat baca anak-anak dan memberikan akses yang lebih mudah terhadap bahan bacaan.
Sosok Agustia, Penggagas Sikola Bajalan
“Kesempurnaan hidup akan dirasakan ketika kita mampu berempati dan berdaya untuk orang-orang disekeliling kita,” kata Agustia pada suatu kesempatan.
Prinsip hidup Agustia adalah menjadi pemain aktif dalam pembangunan peradaban manusia, bukan hanya menjadi penonton semata. Ia percaya bahwa ilmu yang terus diamalkan tak akan pernah terputus, meskipun manusia telah tinggal nama.
Tia adalah pembelajar sejati. Di usianya saat ini, membuatnya tak pernah gentar mengembangkan dirinya serta menyuarakan gerakan literasi. Berangkat dari pengalamannya menjadi Konsultan Relawan Sekolah Literasi Indonesia (SLI) angkatan 2 di Kabupaten Bima tahun 2018-2019, ia kemudian mencoba “nyemplung” menjadi guru terpencil di Aceh Singkil melalui program Pengajar Muda angkatan 19 dari Gerakan Indonesia Mengajar. Setelah menyandang status alumni, ia fokus mengabdikan dirinya di tanah kelahirannya di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara sebagai tenaga pengajar.
Baca juga: LPI Buka Program Organisasi Penggerak Sekolah Guru Indonesia Wilayah Jawa Barat
Tak hanya menjadi guru, Tia juga beberapa kali terlibat di beberapa aktivitas kerelawanan dan bekeja secara remote. Ia pernah menjadi fasilitator sekaligus trainer di Program Organisasi Penggerak (2021-2022) Indonesia Mengajar yang bermitra dengan Kemendikbudristek. Ia kerap diutus untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan tentang literasi di Kepulauan Rote Ndao.
Meski statusnya telah menjadi alumni SLI, namun upaya dan pengabdiannya dalam melakukan perubahan dari sekolah ke sekolah tak lekang oleh waktu. Sejak Bulan Oktober 2022 hingga Januari 2023 lalu, ia juga terlibat sebagai fasilitator program literasi yang diprakarsai oleh Dompet Dhuafa Sulawesi Tenggara.
Berkat pengabdian dan segelintir prestasi yang ditorehkannya tersebut, ia pernah mendapat apresiasi dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sebagai Pemuda Inspiratif di Kabupaten Wakatobi. (Dompet Dhuafa/Fitriana Mahmuddin/Muthohar)