Bulan Rajab telah tiba, bersamaan dengan tahun baru Masehi yakni pada 1 Januari 2025. Umat muslim pun telah bersiap untuk meningkatkan pahala di bulan ini dengan menjalankan amalan bulan Rajab. Mulai dari salat sunah, puasa sunah, berzikir, hingga memperingati hari Isra Mi’raj. Namun di antara amalan tersebut, ada yang termasuk bidah atau tidak disyariatkan oleh agama. Bahkan, tak pernah disebutkan oleh Allah Swt maupun Rasulullah Saw. Apa saja amalan itu?
Bulan Rajab: 1 dari 4 Bulan Haram
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(QS. At-Taubah: 36)
Rasulullah Saw berkata: “Satu tahun terdiri dari dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan berturut-turut, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta (bulan) Rajab yang berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.”
(HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
Dalam kalender Hijriah, bulan Rajab adalah bulan ketujuh. Sesuai dengan ayat Al-Qur’an dan sabda Rasulullah Saw di atas, bulan Rajab termasuk dalam salah satu bulan haram. Bulan ini sangat diagungkan oleh masyarakat pada masa jahiliah. Bahkan, masyarakat Arab sangat memuliakan bulan ini hingga menghentikan dan melarang peperangan terjadi di bulan Rajab.
Baca juga: Keutamaan Bulan Rajab dan Cara Meningkatkan Pahala di Bulan Ini
Mengapa disebut bulan haram? Sebab, pada bulan-bulan tersebut peperangan dilarang atau diharamkan. Termasuk juga haram melakukan pembunuhan, kezaliman, dan perbuatan buruk (dosa) lainnya. Karena, dosa yang dilakukan di bulan-bulan haram akan berlipat-lipat daripada bulan lainnya.
Sejak bulan Rajab dimulai hingga berakhirnya, Allah memberi tiga keistimewaan bagi manusia. Antara lain rahmat tanpa azab, kedermawanan tanpa kebakhilan (kekikiran), dan kebaikan (kesuburan) tanpa kekeringan. Untuk itu, tak heran bila sebagian besar umat muslim berlomba-lomba meningkatkan ibadahnya di bulan ini. Mulai dari mengerjakan salat sunah, puasa sunah, hingga amalan-amalan lain yang dianjurkan dilakukan pada bulan Rajab.
Namun, di antara amalan-amalan yang tersohor dilakukan di bulan Rajab, ada amalan-amalan yang sesungguhnya tidak pernah ada dalam sunah atau biasa disebut dengan bidah (dusta). Amalan apa saja itu?
Amalan Bulan Rajab yang Tidak Ada dalam Sunah
Pada bulan Rajab, tak sedikit orang yang melakukan amalan-amalan bidah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Amalan bulan Rajab itu antara lain:
1. Salat Sunah Raghaib
Salat Raghaib adalah salat sunah dua belas rakaat yang dilakukan pada malam Jumat pertama bulan Rajab. Waktu pelaksanaannya setelah salat Isya atau di antara salat Isya dan Magrib. Salat ini muncul pada abad ke-4.
Dalam buku Lathaif al-Maarif, Ibnu Rajab menyebut, “tidak ada hadis yang sahih tentang salat tertentu yang dilakukan pada bulan Rajab. Hadis-hadis yang diriwayatkan tentang keutamaan salat Raghaib pada malam Jumat pertama bulan Rajab adalah bohong, batil, dan tidak sah”. Berdasarkan penjelasan Ibnu Rajab, dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu pun salat sunah atau salat tertentu yang dianjurkan dilakukan pada bulan Rajab saja.
2. Puasa
Puasa sunah disebut-sebut menjadi amalan bulan Rajab yang dianjurkan. Namun, Sahabat perlu waspada bahwa sebenarnya ada berbagai macam puasa yang tidak disunahkan oleh Nabi Muhammad Saw. Antara lain:
- Puasa hari pertama, kedua, dan ketiga bulan Rajab. Puasa ini didasarkan pada hadis-hadis palsu seperti: “Barangsiapa berpuasa tiga hari Kamis, Jumat, dan Sabtu pada bulan haram, Allah akan memberikannya pahala ibadah selama sembilan ratus tahun” dalam lafaz lain “enam puluh tahun”. Ada pula hadis lain yang meriwayatkan, “Puasa hari pertama bulan Rajab menghapus dosa tiga tahun, hari kedua menghapus dua tahun, dan hari selanjutnya satu bulan”. Juga hadis yang berbunyi, “Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadan bulan umatku”. Semua hadis tersebut adalah palsu.
- Puasa hari ketujuh yang diikuti salat Raghaib. Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Yang benar menurut pendapat para ulama adalah larangan mengkhususkan hari ketujuh dengan puasa dan shalat bidah dan seluruh bentuk pemuliaan terhadap hari ini dengan membuat makanan, menampakkan perhiasan, dan lain-lain”.
- Puasa sebulan penuh. Dalam buku Tabyinul ajab bima warada fi faghli Rajab, Al-Hafiz Ibnu Hajar menjelaskan, “Tidak ada satu hadis pun yang sahih dan bisa dijadikan hujah tentang keutamaan bulan Rajab, baik puasa seluruhnya, puasa sebagian harinya, atau salat pada malam tertentu darinya”.
3. Ziarah Kubur Nabi Muhammad Saw
Mengunjungi makam Nabi Muhammad Saw dan menziarahi masjidnya disyariatkan bagi semua muslim tak terbatas waktu. Atau dalam kata lain bisa dilakukan sepanjang tahun. Hal ini termasuk bentuk ibadah dan ketaatan. Tidak ada aturan menziarahi kubur Rasulullah Saw pada waktu-waktu tertentu termasuk pada bulan Rajab. Apabila ada yang mengkhususkannya untuk dilakukan di bulan Rajab, maka itu adalah bidah yang tidak ada dalilnya.
4. Umrah di Bulan Rajab
Tidak ditemukan hadis yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah atau secara khusus melakukan umrah pada bulan Rajab. Hal ini juga dibantah oleh istri ketiga Nabi, Aisyah.
“Aisyah berkata: ‘Semoga Allah merahmati Abu Abdurrahman, tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan umrah, kecuali aku ikut dengannya dan ia tidak pernah umrah di bulan Rajab’.”
(Muttafaq alaih)
Namun yang pasti, ada hadis Rasulullah Saw yang berbunyi: “Umrah di bulan Ramadan sama dengan melaksanakan haji”. (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Para ulama pun sepakat mengingkari pengkhususan bulan Rajab untuk melakukan umrah. Namun, mereka mengatakan bahwa apabila seseorang pergi umrah bertepatan dengan bulan Rajab tanpa meyakini keutamaan tertentu di dalamnya atau karena kemampuannya pada waktu tersebut, maka tidak apa-apa.
5. Merayakan Isra Mi’raj
Pada setiap malam dua puluh tujuh bulan Rajab, umat muslim, khususnya di Indonesia, merayakan Isra Mi’raj dengan gegap gempita. Mulai dari menggelar kenduri/selametan, tabligh akbar, pentas seni keagamaan, dan sebagainya. Padahal, tidak ada dalil yang menyebutkan secara lugas bahwa Isra Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab. Baik dalam Al-Qur’an maupun hadis. Penetapan tanggal ini lebih didasarkan pada tradisi dan ijtihad para ulama.
Perbuatan ini termasuk bidah yang dilakukan oleh banyak orang. Sekalipun Isra Mi’raj benar terjadi pada malam 27, kita tidak boleh menggelar perayaan, juga tidak boleh mengistimewakannya, karena tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul.
Seandainya peringatan Isra Mi’raj disyariatkan, niscaya Nabi Muhammad Saw akan menjelaskan itu kepada umatnya dengan perkataan atau perbuatan. Apabila hal itu pernah terjadi pada masanya, pasti akan diketahui dan dikenal serta diberitakan oleh para Sahabatnya kepada kita. Sebab, mereka telah menjelaskan segala hal yang dibutuhkan umat Nabi dan mereka tidak pernah lalai dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan agama, bahkan mereka adalah orang-orang pertama dalam setiap kebaikan. Apabila peringatan Isra Mi’raj sesuai dengan syariat, para Sahabat pasti telah melaksanakannya dahulu.
Baca juga: Napak Tilas Peristiwa Isra Mi’raj
Sahabat, kita perlu waspada dengan amalan bulan Rajab yang ternyata termasuk perbuatan bidah. Hal ini bisa menjadi budaya baru yang mengubah agama. Di sisi lain, dengan mengerjakan hal yang tidak disyariatkan, berarti kita telah menyia-nyiakan waktu, menghamburkan harta, dan memboroskan tenaga. Wallahu’alam.. (RQA)