Ancaman Abrasi di Kabupaten Pacitan

PACITAN, JAWA TIMUR — (09/09/2022) Kabupaten Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah Jawa Timur bagian selatan, yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yaitu Teluk Pacitan, sehingga daerahnya mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, dan pasang surut air laut.

Kabupaten Pacitan dekat dengan pertemuan lempeng benua sehingga membuat daerah ini sangat rawan dengan gempa dan Tsunami. Selain itu, aktivitas manusia di daerah hulu seperti halnya penebangan hutan, pembuangan limbah material pelebaran jalan, pencemaran serta penambangan batu, mengakibatkan sedimentasi di Teluk Pacitan.

Analisa Perubahan Garis Pantai Di Teluk Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur (2012) menunjukan bahwa pantai Teluk Pacitan mengalami abrasi dan akresi. Hasil temuan dari penelitian ini memprediksikan setiap tahun selama 8 tahun (2012-2020) adalah pantai mengalami abrasi dengan abrasi terluas pada tahun 2016, yaitu seluas 82.820 m2 dan lahan terakresi seluas 32.900 m2.

Abrasi secara sederhana memiliki arti terkikisnya wilayah pesisir akibat pasang surut air laut, angin di atas lautan, gelombang laut serta arus laut yang sifatnya merusak. Sedangkan akresi memiliki arti berubahnya garis pantai menuju laut.

Penyebab lainnya terjadi abrasi antara lain, adanya ketidakseimbangan ekosistem laut dimana terjadi eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh manusia terhadap kekayaan sumber daya laut seperti ikan, terumbu karang dan biota lainnya. Sehingga apabila terjadi arus atau gelombang besar maka akan langsung mengarah ke pantai yang dapat menimbulkan abrasi.

Pemanasan global juga menjadi salah satu pemicu abrasi pantai misalnya seperti aktivitas kendaraan bermotor atau dari pabrik-pabrik industri serta pembakaran hutan. Asap asap yang menghasilkan zat karbon dioksida tersebut akan menghalangi keluarnya panas matahari yang dipantulkan oleh bumi. Akibatnya panas tersebut akan terperangkap di lapisan atmosfer yang dapat menyebabkan suhu di bumi meningkat. Apabila ada kenaikan suhu di bumi, maka es di Kutub akan mencair dan permukaan air laut akan mengalami peningkatan yang dapat mempengaruhi wilayah pantai yang rendah.

Kegiatan penambangan pasir yang dilakukan oleh manusia secara besar-besaran juga menjadi faktor penyebab abrasi pantai. Hal itu berpengaruh secara langsung terhadap kecepatan dan arah air laut saat menghantam daerah pantai. Karena jika tidak membawa pasir maka kekuatan untuk menghantam pantai semakin besar.

Pada tahun 2013 dilaporkan pantai di Pacitan – Trenggalek telah mengalami abrasi akibat gelombang pasang hingga menyebabkan menurunnya permukaan Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan dan Pantai Pasir Putih dan Prigi di Kabupaten Trenggalek.

Akibat dari abrasi di Pantai Pacitan dan Trenggalek, menyebabkan jurang kecil dengan kedalaman satu meter. Beberapa bagian fasilitas umum juga rusak, seperti Menara pengawas.

“Gelombang pasang semacam ini setiap tahun terjadi. Tapi ini di luar prediksi,” ujar Didit Maryanto yang saat itu menjabat Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan sebagaimana diberitakan Antara (01/07/2013).

Ketika intensitas abrasi meningkat, kehidupan masyarakat dan lingkungan bisa ikut terancam. Salah satu ancaman itu ialah banjir rob. Hal ini dapat dilihat dari bencana banjir rob yang terjadi pada 12 Agustus 2021 lalu, Pantai Selatan Tulungagung hingga Pacitan membuat warga panik akibat air laut yang mulai memasuki pemukiman.

Kepanikan merupakan salah satu dampak yang masyarakat alami akibat peristiwa abrasi. Dalam satu studi yang berjudul Dampak Abrasi Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Kedung, Jepara (2021), menemukan sebanyak 78 persen responden percaya abrasi menyebabkan rasa tidak nyaman dan cemas. Hal ini dikarenakan abrasi mengurangi pendapatan petani tambak, nelayan atau masyarakat yang sangat bergantung pada sumber daya laut.

Lalu ada 61 persen responden percaya abrasi mempengaruhi kondisi sosial antar masyarakat. Lantaran abrasi memutus akses dan interaksi yang terjalin di antara desa yang terpisah oleh laut. Akses jalan juga rusak sehingga intensitas interaksi antar masyarakat semakin menurun.

Selain dalam bidang ekonomi juga turut berdampak akibat hadirnya abrasi. Masih dalam studi yang sama, abrasi menyebabkan hilangnya tambak garam. Ada 56 persen responden percaya abrasi menyebabkan berkurangnya pendapatan. Biasanya ini disusul dengan terjadinya gelombang pasang yang tinggi, dan mendorong nelayan tidak melaut sampai satu bulan. Ketika nelayan tidak melaut mereka biasa beralih profesi sementara untuk menutupi berkurangnya penghasilan. Hal ini menambah daftar panjang dampak abrasi terhadap kehidupan di masyarakat. Bahkan pada tahun 2019 lalu dilaporkan tiga perempuan tewas akibat tertimbun daratan yang mengalami abrasi.

Dengan melihat kenyataan di atas, Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa mengajak masyarakat untuk turut serta bersama DMC Dompet Dhuafa dalam melakukan upaya pengurangan risiko bencana (PRB) atas peristiwa abrasi di Pacitan.

Sebelumnya DMC Dompet Dhuafa kolaborasi dengan INDOFEST 2022 dalam campaign Sedekah Pohon pada awal September 2022. Hasil kolaborasi yang dilakukan akan menjadi program penanaman 1000 pohon mangrove dan aksi bersih di wilayah pesisir Pacitan.

“Dengan tajuk KolaborAksi yang terjalin antara DMC Dompet Dhuafa dan INDOFEST 2022. Kami mengajak masyarakat dan stakeholder yang terkait untuk turut serta dalam upaya mengurangi risiko bencana di Pacitan,” jelas Haryo Mojopahit selaku Chief Executive DMC Dompet Dhuafa.

Baca Juga: https://www.dompetdhuafa.org/dmc-gencarkan-sedekah-pohon-di-ajang-outdoor-adventure-terbesar-se-asia/

Penanaman mangrove dipercaya dapat mengurangi terjadinya abrasi di wilayah pesisir pantai. Selain itu mangrove dipercaya dapat memperbaiki ekosistem laut yang rusak baik akibat abrasi maupun sampah-sampah yang bertebaran.

Mangrove juga bisa menjadi tempat hidup baru makhluk hidup laut, pada taraf tertentu mangrove juga bisa mengurangi energi gelombang apabila terjadi tsunami. Mengingat atas pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) per September 2022, wilayah Pacitan termasuk dalam wilayah dengan ancaman gelombang pasang tinggi yang bisa berujung pada peristiwa abrasi.

Menurut kajian Inarisk, Pacitan sendiri merupakan salah satu wilayah dengan ancaman gelombang ekstrim dan abrasi dengan kategori sedang – menengah. Diperkirakan ada 12.437 jiwa yang terpapar gelombang ekstrim dan abrasi di Kabupaten Pacitan. Sebanyak 13 persennya merupakan kelompok rentan dari segi usia, ekonomi, hingga disabilitas. Penggabungan indeks kelompok masyarakat rentan secara keseluruhan memberikan informasi bahwa kelas penduduk terpapar bencana gelombang ekstrim dan abrasi di Kabupaten Pacitan berada pada kelas TINGGI.

Selain itu juga diperkirakan masyarakat akan mengalami kerugian sebesar 75,14 miliar rupiah dan merusak 699,36 ha lingkungan hidup apabila terpapar gelombang ekstrim dan abrasi di Kabupaten Pacitan. Secara keseluruhan, Kabupaten Pacitan termasuk kategori kelas TINGGI untuk bencana gelombang ekstrim dan abrasi.

Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa indeks kapasitas kesiapsiagaan di Kabupaten Pacitas atas gelombang ekstrim dan abrasi merupakan indeks terendah dalam kapasitas kesiapsiagaan yang sejajar dengan indeks gagal teknologi dan konflik sosial.

“Hasil asesmen yang dilakukan oleh tim DMC Dompet Dhuafa menemukan Pacitan terancam akan mengalami abrasi. Insyallah dalam waktu dekat, Sedekah Pohon di Pacitan akan dilaksanakan di antara bulan September dan Oktober 2022. Mohon doanya ya,”terang Haryo.

Bagi masyarakat yang tertarik untuk serta dalam aksi Sedekah Pohon di Pacitan, dapat membuka portal donasi di https://donasi.dompetdhuafa.org/lessplasticmoreaction/ . (Dompet Dhuafa / DMC)