SUKABUMI, JAWA BARAT — Muhammad Aras, santri kelas 10 berhasil hafal 30 Juz di Pesantren Tahfizh Green Lido (PTGL) Dompet Dhuafa, Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat.
Melalui Program Ekselensia Tahfizh School (E-Tahfizh), Aras, demikian pemuda berkacamata ini biasa disapa, membutuhkan 10 bulan untuk menuntaskan setorannya 30 Juz Alquran. Mimpinya menjadi Hafiz Quran berhasil ia wujudkan di usia ke-16 tahun, sejak ia mengawali setoran hafalan pada pertengahan Juli 2023.
“Punya mimpi jadi hafiz quran, pengen bisa mutqin (lancar) 30 juz, itu belajar mendalami Al-Qur’an, sama diimbangi dengan pelajaran akademik, karena akademik juga nggak kalah pentingnya dari agama, jadi pengen seimbang,” ujar Aras.
Baca juga: Masjid As-Sa’adah Gagah Berdiri, Pesantren Tahfizh Green Lido Lanjutkan Pembangunan Gedung Asrama
Pada saat menginjak kursi SMP, Aras mengenal E-Tahfizh dari rekannya, hal itu membuat Aras tertarik mengikuti sekolah nonformal yang memadukan kurikulum pesantren dengan kurikulum pendidikan modern tersebut. Sebelumnya, ia secara terus terang belum mengetahui mengenai program E-Tahfizh dan sangat bersyukur mendapat beasiswa serta fasilitas sekolah secara gratis.
“Saya pengin ke sini ya keinginan sendiri, yang kedua alhamdulillah ada beasiswanya, dan semua ini fasilitasnya gratis, sebelumnya saya ikut 2 seleksi, yaitu Smart Ekselensia, dan E-Tahfizh ini, tapi yang lebih menonjol di E-Tahfizh,” cerita Aras.
Dalam kurun waktu satu tahun, Aras mencurahkan dirinya untuk memahami dan menghafal Al-Qur’an dari juz 1 sampai juz 30. Itu bukan tugas yang mudah, namun ia gigih. Hingga pada Rabu (15/5/2024) Aras berhasil menuntaskan hafalannya.
“Di sini alhamdulillah, seru sama teman-teman yang lain, kan kalo sekarang masih fokus Quran ya, jadi fokus mutqin (ngelancarin),” ujarnya.
Baca juga: Ciptakan Santri Tanggap Bencana, e-Tahfizh Gelar Jambore Santri Nusantara 2023
Pendidikan merupakan jalan untuk mencetak generasi baru yang kelak di pundaknya akan dititipkan masa depan. Program E-Tahfiz adalah sekolah non formal setingkat SMA, yang dikemas dengan pembinaan untuk para santri menjadi 3 tahap, tahun pertama mereka diberikan kesempatan untuk menyelesaikan Tahfiz 30 Juz, memasuki tahun kedua mereka akan mendapatkan pembinaan Dirosah Islamiah, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, kemudian di tahun ketiga agar mereka juga mempunyai legalitas supaya bisa melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi, mereka disiapkan untuk paket C dan persiapan masuk perguruan tinggi.
Siang itu, Kamis (23/5/2024), pemuda asal Magetan, Jawa Timur tersebut tengah berjuang mewujudkan mimpinya. Selain bermimpi mejadi penghafal Quran, ia juga memiliki mimpi menjadi seorang pengusaha yang bisa bermanfaat bagi sesama manusia.
“Kalau untuk saat ini, sebisa mungkin jadi yang bermanfaat untuk yang lain dulu, menolong sebisanya kalau ada orang kesusahan, beradab yang baik gitu,” tambah Aras.
Aras tidak dilahirkan di tengah keluarga yang kental dengan tradisi pesantren, ia lahir dari keluarga sederhana nan bersahaja. Ayah Aras adalah seorang penjual mainan di sebuah pasar malam. Sementara Ibunya, seorang ibu rumah tangga biasa. Namun, siapa yang bisa menyangka Aras bisa hafal 30 Juz.
Aras dan para santri lain menghabiskan hampir 12 bulan di pesantren, para santri setiap harinya yang berada di dinding pesantren selalu dihiasi dengan tilawah Quran, pengajian dan berbagai macam kegiatan keagamaan, dan itu menempa mereka untuk bisa jadi penghafal Quran.
Baca juga: Lahirkan Pemimpin Prestatif, LPI Dompet Dhuafa Wisuda 46 Siswa SMART dan E-Tahfizh
Aras sendiri mengaku sempat merasa bosan, namun mencoba menyibukkan diri dengan aktivitas yang ada di PTGL.
“Bosan kalau pernah ya pernah, paling kalau ga berkegiatan, pokoknya melakukan apapun yang gak bikin bosen gitu, kadang olahraga, biasanya ada pingpong, terus kadang ke rooftop melihat pemandangan,” imbuh Aras.
Selama ini para santri melakukan aktivitas belajar mengajar hanya di 2 lantai masjid, aula yang berada di lantai pertama diubah menjadi tempat istirahat para santri, sementara lantai dua masjid untuk kegiatan ibadah, para santri pun harus melakukan kegiatan belajar, di ruang-ruang kecil di area masjid, dikarenakan area kelas yang belum terbangun.
“Sekamar bareng-bareng, ga sempit-sempit banget, masih nyaman dan ramai-ramai satu ruangan di aula. Alhamdulillah senang, enak banyak temannya, bisa belajar banyak. Alhamdulillah, masih bersyukur. Apa yang diberikan Allah disyukuri dulu adanya, nanti kalau diberi lebih sama Allah, Alhamdulillah,” tambah Aras
Kondisi kelas dan asrama yang terbatas, tak menyurutkan tekad dan semangat Aras untuk menuntut ilmu, dari mimpinya menjadi penghafal Quran, hingga menjadi seorang pengusaha akan ia wujudkan lewat pendidikan yang ia tempuh di Pesantren Tahfizh Green Lido (PTGL) Dompet Dhuafa.
Baca juga: Muliakan Orang Tua, Tekad Usamah Menghafal 30 Juz Al-Qur’an Kurang dari 3 Tahun
Selain pendidikan akademik, santri E-Tahfizh juga mendapatkan pembelajaran agribisnis berbasis wakaf produktif. Di PTGL, terdapat Greenhouse Melon yang terintegrasi dengan pesantren untuk mencapai kemandirian. Greenhouse ini berfungsi sebagai sarana pembelajaran bagi santri dan pemberdayaan petani lokal. Tujuan utamanya adalah memberikan kesempatan dan fasilitas berkualitas bagi calon santri, yang dikelola oleh petani lokal binaan PTGL.
“Terima kasih untuk para donatur karena udah mau dan niat menyumbangkan sebagian hartanya buat kami, buat bersekolah, buat menghafal Quran. Insyaallah kalau orang yang membantu meringankan beban orang lain, akan dimudahkan oleh Allah. Semoga kedepannya makin banyak fasilitasnya dan makin banyak santrinya. Tentunya semoga kami para santri di sini juga bisa jadi pemberi donasi, layaknya bapak ibu donatur sekarang,” pungkas Aras.
Berdirinya PTGL dengan harapannya terwujud cita-cita besar Dompet Dhuafa, melahirkan hafiz quran yang memiliki jiwa kepemimpinan sekaligus berwawasan islam yang luas. (Dompet Dhuafa)
Teks dan foto: Anndini Dwi Putri
Penyunting: Dedi Fadlil