Asa Kurban Di Pelosok Negeri

MAMUJU, SULAWESI BARAT — Tobadak salah satu kecamatan di daerah perbukitan Sulawesi Barat. Berjarak sekitar 197 KM dari kota Mamuju. Perjalanan menuju Tobadak dimulai setelah mendarat di Bandara Tampa Padang, menggunakan pesawat jenis ATR dari Makassar. Perjalanan selanjutnya dilalui dengan sewa mobil menuju Tampoyo, salah satu kecamatan di Poros Palu, Mamuju, dengan menempuh perjalanan sepanjang 130 KM.

Perjalanan belum usai, namun hari sudah menuju senja. Sehingga saya menunda dan mencari penginapan kecil di sudut alun-alun kecil Topoyo, sebagaimana saran dari warga setempat. Dalam hati pun bergumam, “Kenapa harus menunggu esok hari untuk menuju Tobadak?”.
Di tengah heningnya alam nan jauh dari perkotaan, saya menikmati istirahat dengan shalat maghrib berjamaah di Masjid Topoyo dan membersihkan badan. Kemudian sembari menyiapkan data-data keperluan Quality Control Tebar Hewan Kurban (THK) selama di Sulawesi Barat.

Waktu telah melipat malam, matahari dari ufuk timur sudah sampai pada peraduan pagi, saya pun melanjutkan perjalanan. Kali ini jalan harus saya tempuh menggunakan motor. Satu persatu ojek yang saya pesan tidak berkenan mengantar ke lokasi yang akan dituju, yaitu Desa Tobadak VIII, dengan alasan medan yang curam. Saya teringat dengan candanya kawan-kawan di Jakarta, bahwa Mamuju berarti Maju Mundur Jurang. Terbersit rasa penasaran dalam hati, “Medannya seperti apa sih?!” Alhamdulillah, akhirnya ada satu pengemudi ojek yang mau mengantarkan ke lokasi dengan permintaan upah yang cukup besar, yaitu Rp. 250 ribu. Perjalanan kami lalui selama kurang lebih 2 jam dengan medan yang cukup menantang, curam, dan penuh dengan debu serta kerikil. Beberapa kali motor harus di dorong, dan sesekali saya harus turun untuk berjalan kaki menempuh tanjakan dengan napas tersengal-sengal karena bobot badan terlalu besar.

Sesampainya di lokasi tujuan, rasa lelah itu pun terbayar dengan melihat warga yang menyambut dengan senyum dan sapa ramah. Senyum juga merekah pada wajah anak-anak yang berjalan kaki menuju sekolah mereka yang jauh dari tempat tinggalnya. Saya pun disambut Pak Hanafi, ketua Kampung Ternak Mamuju yang juga tokoh masyarakat Desa Tobadak VIII. Saya sedikit heran dengan Pak Hanafi dan warga Desa Tobadak VIII. Karena sangat berbeda dengan warga Tobadak ataupun Mamuju pada umumnya. Baik dari wajah, warna kulit, maupun bahasa. Ternyata saya baru sadar, kalau mereka adalah warga muslim eks Timor Timur yang Pro NKRI dan hijrah bersama 410 Kepala Keluarga lain ke Sulawesi pada tahun 1999.

Menjadi penyemangat bagi saya saat bertemu mereka adalah seorang Dai yang pernah memuslimkan warga di distrik Sameh dan distrik lainnya. Pada akhirnya diskusi kami sampai kepada dakwah di Timor Leste kekinian. Mengingat Dompet Dhuafa telah mengirimkan 4 Dai ke Timor Leste sejak tahun 2013 melalui program Dai Ambassador Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa). Mereka sangat antusias mendengar berita tersebut, dan merindukan kembali berdakwah ke distrik-distrik yang mereka tinggalkan akibat konflik 1999.

Alhamdulillah tahun ini, mitra THK di Tobadak telah menyiapkan 5 sapi amanah pekurban yang akan disembelih dan dibagikan dagingnya untuk masyarakat dhuafa di Tobadak. Sapi THK ini merupakan permberdayaan Kampoeng Ternak Nusantara (KTN) Dompet Dhuafa bagi masyarakat Dhuafa di Tobadak. Semoga syiar kurban ini tidak hanya mendekatkan diri pekurban kepada Allah SWT. Tetapi juga menguatkan ukhuwah sesama walaupun jarak telah memisahkan. (Dompet Dhuafa/Ahmad Fauzi Qosim)

Jadikan kurban Anda Berlimpah Keberkahan bersama Dompet Dhuafa. Saya ingin berkurban