JAKARTA — “Sempat kami belajar-mengajar di kandang ayam. Sebanyak 20 orang mengikuti kegiatan tersebut. Karena awal mulanya belum ada tempat atau kelas, tepatnya sekitar 2003. Ya, gantian deh sama ayam, kalau siang mereka dilepas untuk makan, tempatnya kita pakai untuk ruang belajar. Malamnya, si ayam masuk lagi, hehe,” kenang Asrof, salah satu pengurus Yayasan Rumpun Anak Pesisir (YRAP) di kawasan Muara Angke, Pengasinan, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Perjuangan panjang bagi YRAP dan rumah pintarnya untuk berdiri dan menebar manfaat melalui bidang pendidikan untuk generasi penerus kala itu hingga saat ini. Asrof menuturkan bahwa, minat anak-anak sekolah dan arahan orang tua saat itu masih kurang. Dengan permasalahan dan kewajaran yang ada, maka anak-anak hanya diberi pilihan bekerja untuk membantu keluarganya.
“Menurut kami, anak-anak boleh bekerja. Namun sebaiknya tetap bersekolah. Alhamdulillah, kini murid kami yang terdaftar kurang-lebih sebanyak 830 anak,” tuturnya.
Ribuan anak di kampung Nelayan, kawasan Muara Angke, Pengasinan, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, putus sekolah dan kehilangan sebagian hak bermainnya sebagai anak. Permasalahan ekonomi dan juga buta huruf menjadi hal wajar di lingkungan tersebut. Dengan segala dinamikanya, sisi lain dari wajah ibu kota Jakarta memang menawarkan ragam cerita. Namun keinginan anak-anak di sana masih tinggi untuk dapat bersekolah kembali.
Mendapatkan upah rata-rata Rp 45,000,- per-orang setiap harinya, mereka (anak-anak) bekerja sebagai pengupas kerang untuk membantu kedua orang tuanya. Dilakukan sejak pagi hingga siang, bahkan sore hari.
“Paling banyak aku pernah dapat Rp 60,000,- perhari, Kak,” aku Yanti, salah seorang anak kampung Nelayan Muara Angke menceritakan upahnya mengupas kerang, pada Selasa (6/11/2018).
“Hal-hal kecil tak terduga yang membuat kami tetap pada jalur ini. Pernah sekitar pukul 6 pagi, beberapa anak mendatangi YRAP untuk aktivitas sekolah. Padahal hari itu kami tidak ada jadwal belajar. Di situ kami melihat, sebenarnya mereka bukan tidak ingin sekolah, tapi ingin sekali,” ungkap Asrof.
Ia juga mendapat beberapa cerita dari beberapa orang tua murid, bahwa anak-anaknya sepulang sekolah sering membahas kegiatan di sekolah dengan riang. “Bahkan katanya ada yang terbawa mimpi pelajarannya, hehe,” canda Asrof.
Sejak awal 2018, YRAP telah bergabung dalam salah satu program Mitra Pengelola Zakat (MPZ) Dompet Dhuafa. Salah satu campaign donasinya terdapat pada kanal digital www.bawaberkah.org/rekan/yrap. Kami juga melakukan pola kaderisasi, beberapa anak-anak yang tadinya siswa di YRAP, kini secara kerelawanan menjadi tenaga pengajar dan menguatkan pendidikan di sini,” terang Asrof.
Rumah Pintar YRAP membina anak-anak di pesisir Muara Angke melalui empat pilar, yaitu Rumpun Pendidikan, Muda Kreatif, Sosial, juga Perlindungan Anak dan Perempuan. Rumpun Pendidikan meliputi Taman Pendidikan Al-Qur’an dan Rumah Baca, sedangkan Rumpun Muda Kreatif meliputi pendidikan asah bakat seperti tari, teater, dan kerajinan tangan. Rumpun Sosial meliputi bantuan sosial bencana dan psikososial trauma healing, sedangkan Rumpun Perlindungan Anak dan Perempuan meliputi sosialisasi tentang bahaya perdagangan anak, narkoba, dan advokasi. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)