Atasi Kelangkaan Daging, Masyarakat Osing Banyuwangi Awetkan Daging hingga Bertahun-tahun

Mbah Jane (75), salah satu penerima manfaat daging kurban di Desa Tamansuruh, Kecamatan Gladag, Banyuwangi, Jawa Timur

BANYUWANGI, JAWA TIMUR — Iduladha memasuki hari Tasyrik ke-2 dan semangat tebar hewan kurban masih bergema hingga pelosok. Pada Rabu (19/06/2024), Dompet Dhuafa menyalurkan sebanyak 18 ekor doka kepada masyarakat adat Osing yang mayoritas bekerja sebagai buruh tani. Penyaluran berlokasi di kaki gunung Ijen, tepatnya di Desa Tamansuruh, Kecamatan Gladag, Banyuwangi.

Senyum tersimpul pada masing-masing wajah, para warga pun bergegas berbagi tugas. Para Bapak bertugas membersihkan hewan kurban dan memotongnya menjadi beberapa bagian untuk dibagikan ke rumah-rumah warga setempat. Para Ibu bersiap mengolah daging kurban untuk menjadi hidangan lezat khas Osing. Sedang anak-anak mulai memainkan gamelan dan menari sebagai bentuk rasa syukur hari itu, yang mana telah menjadi rutinitas mereka untuk melestarikan kebudayaan asli Osing.

Masyarakat Osing menyambut 18 hewan kurban dari Dompet Dhuafa dengan sukacita pada Rabu (19/06/2024).
Masyarakat Osing menyambut 18 hewan kurban dari Dompet Dhuafa dengan sukacita pada Rabu (19/06/2024).
Pembagian hewan kurban dengan daun jati merupakan kebiasaan masyarakat setempat dari tahun ke tahun.
Pembagian hewan kurban dengan daun jati merupakan kebiasaan masyarakat setempat dari tahun ke tahun.
Tim Dompet Dhuafa membagikan hewan kurban kepada 114 KK. Kurban dibagikan dari rumah ke rumah di Desa Tamansuruh, Kecamatan Gladag, Banyuwangi, Jawa Timur.
Tim Dompet Dhuafa membagikan hewan kurban kepada 114 KK. Kurban dibagikan dari rumah ke rumah di Desa Tamansuruh, Kecamatan Gladag, Banyuwangi, Jawa Timur.

Sebelumnya, Tamansuruh juga menjadi desa binaan Dompet Dhuafa dalam program sosial budaya. Komitmen untuk melestarikan kebudayaan Osing itu ditunjukkan dengan pemenuhan fasilitas alat musik tradisional dan mendirikan Serambi Budaya di sana. Kepala Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKMB) Desa Tamansuruh, Agus, menuturkan bahwa sejak 2022 pihaknya bekerja sama dengan Dompet Dhuafa.

“Main gamelan, menyanyikan lagu tradisional, dan menari, sudah menjadi keseharian kami. Kebudayaan Osing masih sangat kental di sini. Sayangnya itu hanya dilakukan oleh para orang tua terdahulu. Keterbatasan alat membuat anak-anak hanya bisa nyanyi memakai sound. Setelah Dompet Dhuafa bantu fasilitasi alat-alat yang baru, anak-anak hampir setiap hari ke sini untuk bermain. Mereka otodidak, saya hanya mengawasi,” jelas Agus.

Baca juga: Pos Hangat Hingga Pijat Gratis: Aneka Layanan dalam Pos Mudik Banyuwangi

Tarian Gandrung Gending Grajagan banyuwangi, menjadi salah satu tarian yang berasal dari kebudayaan Osing.
Tarian Gandrung Gending Grajagan banyuwangi, menjadi salah satu tarian yang berasal dari kebudayaan Osing.
Tarian Barong, salah satu tarian khas masyarakat Osing.
Tarian Barong, salah satu tarian khas masyarakat Osing.
Suasana Desa Tamansuruh yang terletak di kaki gunung Ijen. Mayoritas masyarakat berprofesi sebagai buruh tani.
Suasana Desa Tamansuruh yang terletak di kaki gunung Ijen. Mayoritas masyarakat berprofesi sebagai buruh tani.

Di tengah alunan musik tradisional yang memenuhi seisi desa, Ibu Andiyah (50)–salah satu warga Desa Tamansuruh–bercerita bahwa setelah menerima daging kurban, biasanya masyarakat Osing tak langsung memasak semuanya. Sebagian disimpan dengan metode pengawetan fermentasi.

Mereka menyimpan daging di dalam gerabah dengan metode penggaraman. Sesekali mereka menjemurnya di bawah terik matahari, lalu daging dimasukkan kembali ke gerabah. Dengan begitu, daging awet hingga setahun atau dua tahun. Daging hasil fermentasi disebut Bekamal. Saat berumur 2-3 hari, Bekamal mengeluarkan aroma tidak sedap. Namun saat usianya sudah berminggu-minggu, aroma tak sedap itu tak muncul lagi.

“Kami ingin menyimpan daging dalam jangka waktu lama, maka kami harus mengawetkan. Seperti ini (pengawetan) karena kesulitan kami dalam mendapatkan daging. Maka itu pengawetan menjadi cara terbaik dalam pengelolaan daging, agar daging dapat dikonsumsi meski sudah lama tersimpan. Inilah ciri khas Bekamal. Awalnya berbau tidak sedap, nanti kalau sudah berminggu-minggu, baunya akan hilang. Kami memakai garam, gula, dan asam, supaya pengawetan menjadi sempurna,” jelas Andiyah.

Setelah menerima daging kurban pada Rabu (19/06/2024), Andiyah (50) langsung meracik bahan untuk fermentasi daging dan dimasukkan ke dalam gerabah.
Setelah menerima daging kurban pada Rabu (19/06/2024), Andiyah (50) langsung meracik bahan untuk fermentasi daging dan dimasukkan ke dalam gerabah.
Bekamal yang berusia dua tahun, disimpan sejak kurban Iduladha 1443 H lalu.
Bekamal yang berusia dua tahun, disimpan sejak kurban Iduladha 1443 H lalu.
Andiyah (50) dengan menggunakan baju adat Gedegan sedang mengolah daging kurban menjadi masakan khas Osing yaitu Kalak.
Andiyah (50) dengan menggunakan baju adat Gedegan sedang mengolah daging kurban menjadi masakan khas Osing yaitu Kalak.

Baca juga: Haru di Rote, Pulau Paling Selatan Indonesia dan Kurban yang Dirindukan

Darmiko (55)—salah satu penerima daging kurban–mengaku terharu saat menerima daging. Pasalnya, ini menjadi tahun pertama ia menerima kurban. Sejak dua tahun lalu, kondisinya yang sedang sakit stroke di area tubuh sebelah kanan membuat dirinya tak dapat bekerja lagi. Kini, ia hidup sebatang kara dan mengandalkan tetangga untuk hidup sehari-hari.

“Saya ini stroke di area tubuh sebelah kanan, dari atas sampai bawah, jadi jalannya pincang. Setiap hari warga sekitar membantu saya, memberi makanan dan kopi. Hari ini menerima kurban dari Dompet Dhuafa buat saya terharu. Tadi sudah saya kasih tetangga depan rumah saya untuk diolah. Saya tidak bisa makan daging kambing banyak-banyak. Jadi makan sedikit-sedikit saja. Setidaknya saya meringankan beban tetangga saya. Saya sudah tidak punya orang tua, istri sudah meninggal, dan tidak punya anak dan saudara. Sekarang ini saya pasrah, tidak bisa ngapa-ngapain, hanya beribadah kepada Allah,” jelas Darmiko dengan suara parau dan mata berkaca-kaca.

Darmiko (50) mengaku terharu saat menerima daging kurban Dompet Dhuafa. Sudah dua tahun ini ia menderita stroke dan tinggal sendiri. Tak bekerja, ia menggantungkan kehidupan sehari-harinya kepada tetangga sekitar.
Darmiko (50) mengaku terharu saat menerima daging kurban Dompet Dhuafa. Sudah dua tahun ini ia menderita stroke dan tinggal sendiri. Tak bekerja, ia menggantungkan kehidupan sehari-harinya kepada tetangga sekitar.
Darmiko (50) tinggal di sebuah kontrakan yang disewakan oleh salah satu warga di Desa Tamansuruh.
Darmiko (50) tinggal di sebuah kontrakan yang disewakan oleh salah satu warga di Desa Tamansuruh.
Mbah Suwarni (71) tersenyum sumringah menerima daging kurban Dompet Dhuafa.
Mbah Suwarni (71) tersenyum sumringah menerima daging kurban Dompet Dhuafa.

Alhamdulillah, berkat kurbanmu, masyarakat Osing dapat merasakan daging di Hari Raya Iduladha. Tak hanya itu, melalui proses pengawetan Bekamal, mereka pun dapat memenuhi persediaan daging untuk jangka panjang. Bersama Dompet Dhuafa, kurbanmu tersampaikan hingga pelosok negeri. (Dompet Dhuafa)

Teks dan foto: Hany Fatihah Ahmad
Penyunting: Ronna