JAKARTA — Kesepian dapat melanda siapa saja. Baik yang muda atau pun yang tua. Lelaki atau pun perempuan. Namun paling sering dialami biasanya oleh orang lanjut usia (lansia). Hal itu terjadi mengingat anak-anak tidak selamanya selalu bersama orang tua. Mereka pasti lambat laun akan memulai keluarga mereka sendiri, dengan suami atau istri dan anak-anak mereka nantinya. Sehingga tidak jarang banyak lansia yang tinggal sendirian di rumah. Kalaupun ada temannya, paling itu asisten rumah tangga.
“Katakanlah RT atau RW, bahkan Kelurahan itu penting ya membentuk komunitas lansia. Supaya mereka tidak kesepian. Mereka punya kegiatan bersama teman sebaya. Karena kalau di rumah, anak-anak mungkin sudah tidak sabar. Mungkin kalau perbandingannya di China, misalnya keluarga orang China. Itu berdasarkan apa yang saya lihat dari kecil. Yang sudah tua itu tetap ikut (aktif) dalam keluarga. Jadi dalam keluarga itu harus mendukung. Jadi jangan kayak ‘ah lu sudah tua, udah ibu duduk saja duduk.’ Padahal kayak gitu nggak boleh. Contoh saja misalnya keluarga China yang saya lihat, dia hanya mengambilkan biting. Itu lho yang kalau misalnya jajan itu dibungkus atau disemat dengan biting. Biting itu lidi. Kemudian dia ambilin sambil kasih ke cucu atau anak-anaknya. Jadi dia tetap merasa bermanfaat. Nggak cuman duduk doang, terus dikasih makan. Kalau diginiin perasaannya bagaimana? Jadi merasa tersingkir kan?” ujar Dr. Sri Mustika, Msi atau yang biasa dipanggil Ibu Ika (Dosen Komunikasi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka), ketika ditemui dalam pelatihan “Menjadikan Lansia Tetap Sehat, Bahagia, dan Berdaya Guna,” di Aula Masjid Al Ikhlas Jati Padang, Senin (15/7/2019).
Beliau, atas nama Dosen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka mengajak Unit Pemberdayaan Perempuan Masjid Al Ikhlas Jati Padang dan Gerakan Relawan Lansia (GERLI) untuk mengadakan kegiatan pelatihan. Gelaran tersebut hadir dengan semangat untuk mangatasi masalah kesepian yang dialami oleh lansia-lansia pada umumnya.
Fatimah (72) sendiri salah satu peserta dan penerima manfaat dari pelatihan tersebut menuturkan alasan dia tertarik ikut, karena ingin bahagia. Lantaran di rumah, anak-anak beliau sudah tidak satu rumah lagi dengannya.
“Saya termasuk lansia. Nah lewat kegiatan ini, saya ingin tahu bagaimana caranya untuk bahagia dengan menjadi seorang lansia. Belum lagi anak-anak yang sudah tidak tinggal bareng ibu. Juga kemudian penyakit pada datang dan terus terang penghasilan juga sudah menurun. Meskipun masih mendapatkan pensiunan. Tapi terutama memang dengan kehadiran anak-anak yang sudah tidak di rumah jadi kesepian. Jadi kita perlu bersosialisasi. Kalau ada komunitas lansia, dalam komunitas itu bisa ada kegiatan yang bermacam. Bisa berwisata bersama meskipun dekat. Itu bisa membuat menjadi akrab dan membuat hati bahagia,” jelas Fatimah.
Namun sangat disayangkan dengan kehadiran anak justru terkadang menyudutkan perasaan orang tuanya yang sudah lansia. Seperti dilarang melakukan ini atau pun itu.
“Harusnya orang tua (lansia) tetap diikutsertakan (aktif) dalam keluarga. Jadi si lansia tidak merasa menumpang dengan anak. Itu yang lupa oleh kita. Mungkin juga sama orang kita belum dibiasakan,” tutup Ibu Ika. (Dompet Dhuafa/Fajar)