JAKARTA — Tawakkal merupakan sebuah usaha manusia dengan mengeluarkan segala daya dan upaya, kemudian menyerahkan segala hasil jerih payah yang telah dilakukan hanya kepada Allah semata. Bagi manusia tawakkal merupakan suatu keharusan, agar diri setiap insan tidak cepat berpuas diri ketika berhasil, dan tidak putus asa ketika gagal.
Sikap itulah yang menjadikan Kuswati (39) ikhlas dalam menerima segala kondisi yang ada pada keluarganya. Kuswati merupakan seorang ibu rumah tangga biasa yang memiliki dua anak. Alya Shafira (14), si sulung masih duduk dibangku SMP. Sedangkan Muzhaki (5) harus menderita kelumpuhan akibat penyakit Celebral Palsy (Lumpuh Layu) yang dideritanya. Berbagai macam cara telah dilakukan Kuswati untuk mengobati Zaki. Tetapi hasilnya belum seperti yang diharapkan.
“Dari dulu kondisi Zaki ya begini duduk belum bisa harus saya papah, tapi ya Alhamdulillah kalo ngomong udah bisa sedikit meski kurang jelas terdengar,” ujar wanita asal Purbalingga ini.
Jika dibandingkan dengan warga lain di lingkungannya, Jl. Jati Padang Utara Kelurahan Pejaten – Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kuswati bisa dikatakan sedikit lebih beruntung. Karena ia bisa menikmati fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah, semisal fasilitas Kartu Jakarta Sehat yang digunakan untuk terapi Zaki.
Walau saat ini Kuswati lebih bisa menerima keadaan, ia mengakui berat pada awalnya menjalani hidup ketika tahu Zaki divonis mengidap Celebral Palsy. Ia menyadari bahwa ia bukanlah masyarakat ekonomi golongan atas yang bisa membiayai pengobatan Zaki yang sedemikian mahal. Ia hanya ibu rumah tangga biasa dan suami seorang buruh harian lepas yang pendapatannya tak menentu.
“Saya banyak merenung dan melihat Zaki, dia saja tak preblogngan keadannya. Kok saya malah tidak terima. Saya punya kesimpulan bahwa Allah percaya saya mampu untuk merawat dan membesarkan Zaki,” ucap Kuswati sambil membelai rambut dan menatap Zaki dengan penuh cinta.
Ya, pada akhirnya sikap ikhlas dan rasa syukur Kuswati lah yang mampu menguatkan dirinya. Meski pada awalnya ia berniat hijrah ke Jakarta untuk memperbaiki kondisi ekonomi, toh Kuswati tampak harus berbesar hati jika yang ada dalam benaknya, Jakarta sebagai kota “sejuta impian” bagi para pendatang seperti dirinya tak seindah yang dibayangkan.
Kini, ia dan keluarga kecilnya harus tinggal menetap bersama para pendatang lain dari berbagai daerah. Wilayah kumuh yang berada persis di belakang pusat perbelanjaan kawasan Jakarta Selatan menjadi saksi bisu kesederhanaan hidup Kuswati dan keluarga. Kuswati tidaklah sendiri di wilayah ini, ia juga hidup bersama kedua orang tuanya yang sudah manula dan bapak yang sudah tak sanggup berjalan seperti biasa karena faktor usia.
Kedua orang tua Kuswati juga menjadi tanggungan ia dan suami, ia tak rela meninggalkan orang tuanya berada di kampung dan memutuskan untuk membawa kedua orang tua merantau ke Jakarta. Kuswati bersyukur telah delapan tahun lebih tinggal di ibukota tetapi ia masih bisa bertahan ditengah kerasnya kehidupan kota.
Ia juga tak merasa sedih sedikitpun jika selama ini ia harus hidup di rumah semi permanen yang berdindingkan kayu, diatas tanah tak bertuan, dan harus pula berbagi fasilitas kamar mandi dengan para warga lainnya. Sebuah kondisi yang sungguh kontras jika melihat bangunan Mall yang berdiri megah namun menyimpan sejuta cerita dari masyarakat marjinal yang ada dibaliknya.
Berbekal ketegaran, keikhlasan, dan rasa syukur Kuswati yang begitu besar. LPM dengan program “Safety Net” ingin membantu keluarga Kuswati agar bisa terpenuhi jaminan dan kualitas kebutuhan pangan, khususnya bagi Zaki dan ayah Kuswati yang dalam kondisi terkulai. “Alhamdulillah masih ada lembaga yang peduli dan masih ingat dengan orang-orang seperti kami. Kami doakan semoga rezekinya dilancarkan Allah SWT,” ujar Kuswati dengan penuh syukur. (LPM Dompet Dhuafa/Rifky)