Berbagi Berkah Merangkul Asa dan Cita Anak Bangsa

“Saya tidak pernah tahu kalau suami memiliki hutang sebanyak itu. Bahkan, sampai mengambil jalan pintas mengakhiri hidup, meninggalkan kami bertiga. Semoga saja kami terus kuat, dan anak-anak dapat sekolah setinggi mungkin,” ucap pilu Asnawati (32), salah satu penerima manfaat Lembaga Pelayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa asal Rangkas Bitung, Lebak, Banten.

 

Di tengah semangat putri bungsunya ingin bersekolah, ternyata Allah menakdirkan lain atas kisah hidup keluarga kecil Asnawati. Ia kini menjadi orang tua tunggal bagi Okta (11) dan Desti (5), setelah suaminya Agus (39), nekat mengakhiri hidup lantaran terjerat hutang para lintah darat. Tak tahu-menahu akan hutang suaminya, ia pun kebingungan saat didatangi belasan rentenir.

Kini ia pasrah, dan hanya ingin memikirkan pendidikan kedua buah hatinya. Tetapi, ketiadaan penghasilan setelah suaminya meninggal, menjadi problem baru di tengah duka dan keinginan besar putri bungsunya bersekolah. Sedangkan kini ia hanya bergantung pada orang tuanya, dan hingga akhirnya kabar akan semangat bersekolah kedua putrinya terdengar tim LPM Dompet Dhuafa.

Mendengar kabar tersebut, tim LPM Dompet Dhuafa pun bergerak cepat. Dengan segera menjaga semangat kedua putri Asnawati untuk belajar hingga pendidikan tinggi. Tentu cita-cita tersebut semata-mata ingin menguatkan ibunya dan mengubah kondisi keluarga yang kini tanpa kehadiran sosok ayah. Dukungan biaya pendaftaran, biaya bulanan, dan perlengkapan sekolah termasuk seragam bergulir dari kebaikan para donatur Dompet Dhuafa melalui LPM.

INFRASTRUKTUR MEMPRIHATINKAN

Terlepas dari mimpi kedua putri Asnawati untuk mengenyam pendidikan tinggi. Kini masih banyak temuan akan kondisi ruang kelas sekolah rusak parah. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di 2016 tercatat 70% infrastruktur ruang kelas untuk pendidikan di Indonesia mengalami kerusakan. Bahkan, 152.000 ruang kelas, mengalami kerusakan dalam kategori parah atau berat.

Tak jauh dari ibukota, di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Huda Batok, Tenjo, Kabupaten Bogor, ratusan siswanya belajar di bawah atap ruang kelas yang nyaris roboh. Lebih dari 30 tahun berdiri, bangunan MI Mathlaul Huda Batok, layak untuk mendapatkan pemugaran atau renovasi. Ya, MI Mathlaul Huda Batok salah satu dari ribuan sekolah dengan kondisi ruang kelas rusak.

Bahkan dua tahun lalu, di kota penyangga ibukota, tepatnya di SDN 01 Sawangan Depok, ratusan siswanya juga mengalami keresahan belajar yang sama, yaitu ruang kelasnya tak layak pakai dan nyaris roboh. Kucuran dana pemerintah tak cukup untuk merenovasi semua ruang kelas. Hingga akhirnya, program infak via kasir sinergi Dompet Dhuafa dan Hypermart (PT. Matahari Putra Prima), kembali menyemai senyum siswa-siswi SDN 01 Sawangan. Mereka tak khawatir lagi saat belajar di sekolah.

Dua sekolah tersebut hanyalah potret terdekat infrastruktur pendidikan di Indonesia, yang tentu lokasinya sangat dekat dari ibukota. Bukan tak mungkin, jika di pelosok, di pulau terluar bangsa, masih banyak anak Indonesia belajar dalam keresahan, kekhawatiran lantaran ruang kelasnya nyaris roboh.

Di #BulanKemanusiaan ini, Dompet Dhuafa kembali mengajak semua untuk berperan dalam mengupayakan ruang-ruang pendidikan terbaik anak bangsa. Karena dari pendidikan, generasi unggulan nan gemilang Indonesia, terlahir di sana. Mari bantu mereka dengan menghadirkan akses pendidikan terbaik. Di #BulanKemanusiaan dapat menjadi langkah awal kita berperan sebagai pahlawan bagi sesama. Pahlawan yang tak harus berperang mengusir penjajah. Tetapi adalah pahlawan yang berani berperan dengan memberikan apa yang kita punya, untuk kemuliaan sesama. Saatnya bantu Mereka. (Dompet Dhuafa/Taufan YN)