Sebagian dari kita mungkin banyak beranggapan bahwa bencana merupakan bentuk hukuman atau siksaan dari Allah Swt. Sementara sebagian lainnya menganggap bencana adalah bentuk ujian sekaligus kasih sayang Allah Swt kepada hamba-Nya. Berdampak besar atau kecil, tidak ada seorang pun yang mengetahui atau pun dapat memilih untuk bisa menghindari bencana. Semuanya adalah ketetapan Allah Swt. Namun, apakah sebenarnya kita mampu bersikap optimis saat menghadapi bencana?
Bersikap Optimis saat Menghadapi Bencana
Sebagai negara—yang menurut Skor Indeks Risiko Global (World Risk Index)—paling rawan bencana ketiga di dunia, Indonesia telah menghadapi berbagai bencana. Data informasi Bencana Indonesia (DIBI) mencatat, di rentang waktu tahun 2015 hingga 2024, bencana yang sering terjadi adalah banjir, banjir dan tanah longsor, abrasi, puting beliung, kekeringan, serta kebakaran hutan dan lahan.
Tentu apa pun jenis bencananya pasti menimbulkan duka bagi kita, mulai dari kehilangan harta hingga jiwa. Namun, sebagai umat muslim kita harus selalu berusaha menumbuhkan sikap positif dan optimis saat menghadapi bencana. Hal ini adalah satu-satunya pilihan bagi kita untuk dapat bersikap bijaksana, bermuhasabah diri, dan tawakal kepada Allah Swt. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS Al-Hadid berikut:
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid: 22-23)
Baca juga: Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Gempa Bumi dan Maknanya
Kaitan agama dan bencana juga telah menarik perhatian dari segi akademis. Dalam hal ini, Koenig menyebut dalam jurnal kajian makna bencana bahwa Al-Qur’an menyebut agama sangat berperan besar dalam proses mitigasi bencana. Salah satu alasan yang ditemukan dalam penelitiannya adalah karena sistem keyakinan dalam agama mampu membuat seseorang siap menghadapi kejadian-kejadian buruk dalam hidup. Juga, seperti dalam Islam, Allah Swt telah memberikan sosok panutan dalam menghadapi bencana (role models for suffering).
Kisah Nabi Nuh menjadi teladan bagi umat muslim untuk dapat bersikap optimis saat menghadapi bencana. Allah Swt telah memilih Nabi Nuh untuk mengajak kaumnya beriman kepada-Nya. Dengan perintah Allah, Nabi Nuh kemudian membangun sebuah bahtera. Bahtera ini ditujukan agar ia dan kaumnya yang taat, selamat dari banjir besar yang akan datang. Namun, sebagian justru menolak ajakan Nabi Nuh dan menentang dakwahnya.
Sampai datang waktunya, banjir besar terjadi dan bahtera tersebut mengapung di atas banjir besar yang menghancurkan kaum yang tidak taat. Kisah ini mengandung pelajaran yang dapat kita ambil ketika menghadapi bencana. Di antara sikap yang paling utama dalam menghadapi ketetapan-Nya ialah patuh, berprasangka baik, dan bertaubat kepada Allah Swt. Selain itu juga, dengan menumbuhkan sikap optimis saat menghadapi bencana, maka kita akan selalu bisa menemukan beragam hikmah yang bisa lebih mendekatkan kita kepada Allah Swt.
Alasan Allah Menghadirkan Bencana
Melalui Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw, dibeberkan pula kemungkinan sebab-sebab mengapa Allah menurunkan bencana kepada umat-Nya. Berikut sederet alasan mengapa Allah menurunkan bencana:
Bencana terjadi karena Allah mencintai umat-Nya
“Setiap kali Allah mencintai sekelompok orang, Allah pasti memberi cobaan pada mereka.” (HR. At-Tirmidzi)
Menimpakan bencana bisa menjadi cara Allah menunjukkan kecintaan-Nya terhadap seorang hamba. Melalui cobaan ini, Allah ingin memisahkan orang yang benar-benar beriman dan taat, dari mereka yang tidak taat. Orang-orang yang bertahan dan tetap kuat dalam imannya akan berhasil melalui bencana, sementara yang lain tidak.
Baca juga: Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Bencana Alam
Bencana terjadi karena Allah ingin mengangkat derajat umat-Nya
“Jika agamanya kuat, maka akan ditambahkan musibahnya.” (HR. At-Tirmidzi)
Apabila Allah menimpakan bencana kepada seorang hamba, bisa jadi itu adalah tanda bahwa hamba tersebut memiliki kehidupan yang bermakna dan berarti di sisi-Nya. Saat seorang hambang menghadapi cobaan tersedengan sabar dan keimanan, itu menunjukkan bahwa mereka adalah hamba yang dicintai dan diperhatikan oleh Allah Swt.
Bencana terjadi agar umat Allah tidak takabur dan tinggi hati
“Orang yang tidak beriman senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga janji Allah itu terbukti. Allah tidak menyalahi janji.” (QS. Ar-Ra’d: 31)
Bencana terjadi agar manusia lebih mendekatkan diri kepada Rabb-Nya
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Kepunyaan Allah lah tentara langit dan bumi. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Fath: 4)
Bencana terjadi agar manusia tahu bahwa Allah Maha Kuat
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (QS. At-Tagabun: 11)
Baca juga: Sederet Hikmah Puasa Ramadan: Derajat Terangkat, Kemudaratan Teredam
Bencana terjadi agar manusia tahu posisinya di sisi Allah
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kalian sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian hal-hal yang gaib.” (QS. Ali Imran: 179)
Bencana terjadi agar manusia merindukan surga Allah
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran: 142)
Bersikap optimis dalam keadaan terpuruk memang tidaklah mudah. Namun, salah satu bukti keimanan kita kepada Allah Swt adalah tetap menjaga prasangka baik kepada-Nya, sekali pun saat terjadi bencana. Jadikanlah selalu Al-Qur’an sebagai pegangan hidup, dan ambillah hikmah dari kisah para Nabi dan Rasul sebagai panduan perilaku kita dalam kondisi apa pun. Hal ini dapat membuat kita bisa bersikap optimis saat menghadapi bencana.