JAKARTA — Banyak kisah kesuksesan dari pengusaha muda, namun tidak melulu membuat pembacanya merasa bosan. Salah satunya ialah Andrea Filano (30), satu dari dua orang yang menjadi aktor berdirinya MUNIM, sebuah produk minuman kekinian yang kini sudah bercabang hingga 10 outlet di Jabodetabek. Memang kehadiran minuman kekinian yang lebih popular dengan istilah minuman ‘fusion’, sebut saja seperti Thai Tea, Cheese Tea, Buble Tea dan hidangan kopi kekinian berhasil mengambil hati masyarakat. Berbagai macam produk sejenis muncul, dan dengan mudah ditemui di sudut-sudut jalan Jakarta. Andrea dan rekannya pun menangkap peluang tersebut. Akhirnya bersama mendirikan MUNIM.
“Saya bangun berdua, per Januari 2019. Cabang pertama kita ada di Tangerang. Sampai hari ini sudah ada 9 cabang dan bulan Agustus akan jadi sepuluh outlet,” terang Andrea, ketika ditemui di Businees Pitching dari Kampus Bisnis Umar Usman, Rabu (21/8/2019).
Perjalanan mereka dimulai ketika bertemu di Kampus Bisnis Umar Usman. Saling memiliki bisnis masing-masing, kedua orang tersebut berdiskusi dan membaca peluang pasar. Singkat cerita, Andrea dan rekan memutuskan untuk menutup bisnis masing-masing, kemudian berkolaborasi membangun MUNIM. Tidak disangka, keputusan besar tersebut menjadi berkah yang tak terkira bagi Andrea dan rekannya. Belum sampai delapan bulan, sudah hampir sepuluh outlet berdiri. Omset yang dihasilkan juga tidak tanggung-tanggung. Setidaknya sebanyak 300-800 cup MUNIM terjual setiap harinya. Itupun angka untuk satu outlet saja. Dari jumlah tersebut, Andrea bisa mendapatkan omset sebesar Rp. 70 juta hingga Rp. 120 jutra per bulan untuk setiap outletnya.
“Alhamdulilah, kami bisa menjual setidaknya 300 hingga 700 cup per hari di tiap outlet. Omset untuk satu outletnya sekitar Rp. 70 juta hingga Rp. 120 juta per bulan per outlet,” jelasnya.
Meskipun begitu, Andrea tidak melepaskan unsur pemberdayaan dalam bisnis yang ia jalankan. Ilmu yang ia dapatkan dari kampus Bisnis Umar Usman mengajarkannya untuk bisa memberikan social impact kepada masyarakat sekitar. Hal tersebut tercermin dari para pegawai yang ia ambil, berasal dari kelompok masyarakat yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Diantara mereka hanyalah lulusan SMP yang sulit mendapatkan pekerjaan, hanya karena tingkat pendidikan. Namun, bukan berarti MUNIM tidak memberikan pelayanan yang maksimal. Karena semua karyawannya sudah terlatih dan ramah terhadap konsumen.
“Kita buka lapangan pekerjaan kepada siapapun. Setiap outlet kami membuthkan tiga sampai lima orang. Kami tidak memberikan standar yang sangat tinggi. Artinya kami bisa merangkul bagi yang berpendidikan rendah. Bagi lulusan SMA bisa masuk menjadi karyawan kami. Bahkan driver kami ada yang lulusan SMP,” tambah Andrea.
Kesuksesan yang Andrea dapatkan melalui MUNIM bukanlah suatu perjalanan instan. Andrea sudah mulai merintis bisnis dari usia SMA dan sudah tidak terhitung berapa banyak kegagalan, serta asam garam dunia bisnis ia lalui, hingga akhirnya bermuara di bisnis MUNIM. Doa, Kerja keras dan prinsip menolak kegagalan menjadi rumusnya untuk berbisnis. Andrea mengaku bahwa kegagalan yang ia dapatkan bukanlah arti dari kegagalan apabila ia bangkit dan memulai bisnis kembali. Namun, ia merasa bahwa gagal berbisnis lalu berhenti tidak lagi memulainya kembali, itulah arti kegagalan sebenarnya.
“Saya sudah mulai jualan dari SMA, kebetulan ibu jualan pempek dan saya bantu jualan. Sudah nggak terhitung berapa bisnis yang pernah saya coba. Gagal pun juga berulang kali saya rasakan. Namun jangan sekali-kali menyerah, kalau gagal, mulai lagi. Ketika gagal dan menyerah, berhenti untuk kembali berbisnis, itulah yang dinamakan kegagalan yang sebenarnya,” terang Andrea. (Dompet Dhuafa/Zul)