Bunda Galuh: Cahaya dalam Sunyi

BEKASI — “Saya merasa bersalah ketika ada komunitas atau gerakan Muslim mencari atau menjalar di daerah Bekasi, tetapi sahabat Tuli lokal tidak terbawa. Menurut saya sejauh ini sahabat Tuli di Indonesia umumnya, ingin sekali ada isyarat yang memahami atau mendalami tentang agama Islam, berkomunikasi dengan Allah”, aku Galuh, pendiri The Little Hijabi Home Schooling untuk Tuli.

Tak mudah bagi sahabat Tuli untuk mempelajari Islam dari bahasa Arab dan Indonesia (teks) maupun bahasa isyarat. Mereka harus didampingi untuk belajar Islam. Orang-orang masih berpikir Tuli tak perlu belajar agama, yang penting mereka bisa mandiri saja sudah cukup. Itulah mengapa belum ada masjid yang fokus menghadirkan kajian-kajian ilmu bagi Tuli.

Masih banyak Tuli tumbuh dewasa tanpa paham betul mengenal siapa Nabi dan Tuhannya, bahkan ada yang menyebut Allah saja tetapi mereka tidak paham. Menurutnya, masih banyak penerjemah bahasa isyarat yang tidak menerjemahkan dengan baik bahasa isyarat khususnya bila dalam kajian Islam. Sehingga dikhawatirkan mereka tidak mampu melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tartil.

Galuh mengungkapkan bahwa, setelah kurang lebih 30 tahun, ia baru tahu makna basmallah. “Padahal saya terlahir sebagai Muslim, sudah berapa kali saya mengucapkan “basmallah” selama hidup tanpa paham betul maknanya”.

Ketika bulan Ramadhan tiba, Galuh merasa khawatir akan teman-teman Tuli. Pasalnya ia teringat betapa banyak orang Tuli yang menghabiskan waktu untuk sekedar tidur, bermain games, atau tidak ada inisiatif mengaji sampai waktu berbuka puasa tiba. Tak banyak yang bisa mereka perbuat. Tak banyak pula yang mengajak mereka berkomunikasi. Bunda yakin, hati seorang Tuli harus terus diisi, disemarakkan dengan ilmu dan mimpi-mimpi.

Didera gelisah yang luar biasa untuk memahami agama Islam, Galuh menjawab panggilan dirinya sendiri. Ia mengembangkan bahasa isyarat yang memungkinkan para Tuli mempelajari agama Islam bersama tim pengajar Tulinya. Bahasa isyarat yang bisa memberi makna tak sekedar arti, memberi emosi agar lebih bernyawa untuk menanamkan pemahaman, mengubah karakter dengan kekayaan bahasanya.

Ada sahabat Tuli di sekitar kita yang cemburu dengan mudahnya kita berIslam. Seperti mendengar adzan setiap hari dan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Tentu ini membuat Tuli bersedih, membuat mereka terasa sendiri. Mengurung Cahaya dalam Sunyi, tapi hati mereka mendengar. Dan mereka juga ingin berbicara kepada kita, tentang harapan agar mereka bisa memahami Islam.

Alhamdulillah, temu Kontributor Rekaman dan Komunitas Tuli pada 17 Maret 2018 lalu, telah digelar dalam rangka sinergi Qur’an Indonesia Project, Wardah, Dompet Dhuafa, danThe Little Hijabi Home Schooling. Dengan kerendahan hati mengajak masyarakat luas untuk bersama mewujudkan impian dan harapan anak-anak Tuli muslim untuk dapat mengakses pembelajaran agama Islam dan Al-Qur’an melalui pengembangan project dalam bahasa isyarat untuk pertama kalinya di Indonesia. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)