JAKARTA — Sebagian besar orang bekerja di suatu institusi atau perusahaan dengan alasan ingin mendapatkan penghasilan. Namun, bekerja di lembaga filantropi memiliki nilai lebih dari itu. Para pekerjanya tak hanya sekadar dijadikan sebagai alat produksi. Lembaga justru sangat menghormati harkat kemanusiaan pekerjanya, sebagaimana upayanya menaikkan harkat orang lain, yaitu kaum dhuafa sebagai penerima manfaat.
Hal ini disampaikan oleh salah satu Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Yudi Latif, pada acara “Leader’s Insight”, Selasa (9/1/2024), di Gedung Philanthropy, Jakarta Selatan. Kesempatan ini dihadiri oleh jajaran Dewan Pembina, Dewan Pengawas, Dewan Pengurus, serta insan-insan Dompet Dhuafa hingga jenjang officer.
Yudi mengungkapkan bahwa di lembaga filantropi, ruang-ruang untuk menyampaikan ide/gagasan terbuka dengan lebar. Maka itu, setiap insan di Dompet Dhuafa harus selalu memiliki rasa penasaran dan ingin tahu. Skeptis bisa menjadi positif jika penempatannya benar. Dengan begitu, keilmuan akan terus meluas.
Baca juga: Peran Lembaga Filantropi dalam Upaya Mengentas Kemiskinan Masyarakat Kita
Selaras dengan ilmu, iman juga harus terus ditingkatkan. Yudi menegaskan tentang pentingnya keseimbangan antara ilmu dan iman. Dua hal inilah yang menjadikan manusia bermartabat. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Surat al-Mujadalah ayat 11, yang umumnya diartikan: “Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang mencari ilmu, yaitu dengan beberapa derajat”.
Sedangkan untuk mengembangkan dan meningkatkan derajat lembaga, terdapat 5 perilaku yang harus dimiliki oleh setiap insan pekerja kemanusiaan. Yudi menyingkatnya dengan PERMA, yaitu:
- Positive Emotions
Emosi yang positif sangat berpengaruh terhadap seseorang untuk bisa selalu merasa senang, tenang, bahagia, dan berpandang positif terhadap segala hal. Di sini, iman memiliki peran yang sangat penting. Iman yang kuat dapat menjaga energi positif.
Ini sesuai dengan tagline kepengurusan Yayasan Dompet Dhuafa, yaitu “A Smiling Foundation, Devotion, and Dignity”. Maka selain memperkuat iman serta mampu mengelola emosi positif, insan Dompet Dhuafa juga harus mampu menaikkan dignity, yaitu dengan memberdayakan dan mengangkat martabat manusia.
Baca juga: Dompet Dhuafa Adalah ‘Benteng Terakhir’ Filantropi Islam
- Engagement
Sebagai organisasi non-profit, lembaga filantropi harus melibatkan semua pihak untuk turut aktif. Pelibatan ini dimulai dari amil, kemudian mustahik, donatur, stakeholder, pemerintahan, hingga masyarakat sipil.
- Relationship
Orang sukses tidak hanya mengandalkan kecerdasan kognitif. Seseorang yang sukses politik, bisnis, hingga karier, karena ia memiliki jaringan konektivitas yang baik dan luas. Tidak semua masalah harus selesai dengan uang, namun bisa diselesaikan melalui komunikasi dan hubungan yang baik. Sesuatu yang mempunyai harga yang mahal pun bisa didapatkan melalui hubungan dan kerja sama yang saling menguntungkan.
- Meaningful
Menjadi pekerja kemanusiaan berarti harus mampu memberi makna lebih. Bagaimana tidak? Segala aktivitas pekerjaannya adalah untuk memberikan manfaat bagi orang lain.
Bermakna berarti harus mampu menghasilkan substansi yang lebih tinggi dari yang lain. Seekor Simpanse asal sudah makan, ia akan merasa senang. Sedangkan manusia tidak cukup hanya itu. Selain bisa makan, ia juga bisa memberikan makanan bagi orang lain. Seekor Singa asal menjadi penguasa hutan, maka sudah bahagia. Ia bisa dengan sesukanya melakukan apa saja. Tapi manusia lebih merasa bahagia jika dengan kekuasaannya itu mampu membebaskan beban derita yang dialami orang lain.
Yang sulit dari meningkatkan kesejahteraan kaum miskin adalah dengan membangun dignity-nya. Jika hanya sekedar memberinya makan, itu hal yang mudah. Tugas Dompet Dhuafa adalah mengeluarkannya dari zona nyaman kemiskinan.
“Tugas humanity adalah memberikan fasilitas bagi mereka yang kurang beruntung,” tegas penulis buku Negara Paripurna itu.
Baca juga: Motivasi Beribadah Sering Turun? Ini Cara Boosternya!
- Accomplishment/Achievement
Tidak bisa dipungkiri, segala sesuatu itu dilihat dari hasil akhirnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah yang tercatat pada HR Bukhari, no. 6493, yaitu وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا “Amalan itu yang dilihat adalah akhirannya”. Berikut juga firman Allah pada Surat ad-Dhuha ayat 4, yaitu وَلَلآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الأولَى (Penjelasan makna ayat ini membutuhkan tafsir yang lebih lanjut).
“Yang kemudian itu harus lebih baik dari yang sebelumnya. Jika sama saja maka kita tidak ada accomplishment. Jadi, setiap hari pencapaian kita harus bertambah. Jangan berhenti di zona nyaman. Kita harus terus continuous improvement, melakukan perbaikan secara terus-menerus. Untuk mencapai versi terbaik bagi Dompet Dhuafa sesuai masanya,” jelas Yudi.
Lima perilaku ini jika terlaksana dengan baik, niscaya para pekerja kemanusiaan di lembaga filantropi Islam akan menemukan kebahagiaan dalam aktivitasnya. (Dompet Dhuafa/Muthohar)