“Mas Herman tidak jadi berangkat hari Minggu?…Lho ini kan hari minggu mas Ben”, jawab mas Herman dari Mindanao… Saya hanya terperangah dan kemudian hanya bisa menertawakan diri sendiri. Blunder pertama saya saat terlambat bangun setelah bergadang semalaman dan tidur setelah shalat subuh. Well..itu kalau pukul 07.17, di hari Minggu dengan kondisi kesadaran seperti habis ditendang sapi bali, itu dianggap terlambat pake banget.
Well… kami memang bukan tim monev yang berjibaku di lapangan, sebagin besar dari kami veteran tim quality control yang kemudian ditarik untuk mengawal proses distribusi dan pelaporan kepada para pekurban.
Kami mungkin lebih beruntung, tidak meriah dalam panas, hujan dan badai di pelosok Indonesia seperti tim monev yang berjuang memastikan kualitas hewan ternak sesuai dengan apa yang kami janjikan, pelaksanaan pemotongan hewan kurban sesuai syariat, distribusi daging hewan tersampaikan kepada yang berhak dan memastikan senyum bahagia mustahik terkembang bak layar kapal dewa ruci karena menerima keilklasan pemberian para pekurban. Kami beruntung masih bisa tergeletak kelelahan di bawah meja kerja, di sudut ruangan dengan beralas peta Indonesia, terpal dan karpet lantai untuk mushalla. Kami beruntung masih bisa menyangga kepala dengan jaket yang terlipat, tumpukan buku atau lengan tangan. Dan bagi yang paling beruntung, bisa merasakan sahur bersama keluarga karena tiba di rumah tepat pada saat imsak menjelang dan tidur setelah subuh berlalu.
Dari sudut ruangan saya melihat bagaimana semangat melayani masih ada di jiwa anak-anak muda hebat. Berjibaku dengan data yang terus berubah, berkoordinasi dengan tim lapangan untuk memastikan mereka tidak terkendala, berkomunikasi dengan seluruh mitra di Indonesia dan luar negeri agar mereka paham dan memberikan kualitas ternak terbaik. Semangat yang tumbuh karena sadar bahwa THK adalah ajang memberikan layanan kepada pekurban untuk mendapatkan hewan yang layak dengan harga yang pantas. Semangat yang bersinar karena yakin bahwa THK memberikan manfaat kehidupan bagi para peternak binaan Dompet Dhuafa.
Lupakan shalat ied bersama orang tercinta, lupakan bisa melihat hewan kurban disembelih di halaman mesjid dekat rumah. Lupakan tidur cukup agar bisa shalat ied dengan penuh kekhusyukan. Sebagai gantinya mereka harus berbahagia berangkat shalat ied dari kantor, shalat dengan rasa berdiri di awan dan berkonsentrasi penuh saat khotbah shalat ied agar tidak tertidur. Lupakan pula pulang ke rumah setelah shalat ied selesai, sungkem kepada ayah-ibu, suami-istri dan handai taulan. Lupakan ketupat buatan ibu atau istri. Langkah bergegas ke kantor sebagai gantinya, ketupat pesanan gantinya, silahturahim dengan rekan kerja gantinya. Semua dilakukan dengan niatan agar pekurban menerima laporan pekurban terbaik.
THK berkembang di tangan anak-anak mudah hebat seperti Satria yang rela meninggalkan istri yang tengah menunggu hari kelahiran bayi pertama mereka, Dimas yang harus rela meninggalkan sang Ibunda hanya berteman sang kakak perempuan di rumah, Destia akhwat yang harus memberanikan diri menembus gelap malam seorang diri karena bekerja hingga jelang dinihari, Saiful yang harus merelakan dirinya menjadi pria panggilan karena setiap saat menghubungi mitra di daerah dan Udin yang bermalam-malam harus rela tidak melihat sang buah hati tidur menjelang malam.
Pucat wajah menjadi warna kulit mereka, kelam lingkaran mata menjadi kaca mata mereka, tawa canda obat anti ngantuk mereka. Semua semata demi menjaga amanah para pekurban. Semoga terbayarkan semua yang mereka lakukan. Semoga semakin banyak pekurban yang terlayani . Semoga semakin banyak peternak yang terberdayakan. Semoga. (Dompet Dhuafa/Ben)