Cerita Ramadhan Mancanegara: Puasa Ramadhan Rasa Minoritas Di Hong Kong (Catatan Relawan – Bagian Satu)

CAUSEWAY BAY, HONG KONG — Setibanya di Bandar Udara Internasional Chek Lap Kok, Hong Kong, pukul 16.45 waktu setempat, pada Jumat (17/5/2019) lalu, saya bersama tim Dompet Dhuafa lainnya, Dedi Fadlil, segera mencari mushala atau masjid untuk menjalankan ibadah shalat Ashar. Tentunya setelah melewati beberapa proses administrasi untuk keperluan imigrasi yang Alhamdulillah berjalan cepat dan lancar tanpa suatu kendala.

Kemudian kami mendapati suatu ruang ibadah yang sama sekali tidak terlihat seperti mushala atau masjid pada umumnya, pun seperti di Indonesia. Tampak ruang dengan luas sekitar 7×5 meter, seperti kelas dengan beberapa jajaran kursi, terdapat lemari penitipan barang, dan ruang berwudhu dengan satu kran air.

“Di sini tidak hanya untuk tempat shalat (muslim), ibadah apapun, campur menjadi satu. Bahkan digunakan untuk orang istirahat, dan lainnya,” terang Imam Baihaqi, General Manager Dompet Dhuafa Cabang Hong Kong, yang mendampingi kami saat itu.

“Maaf ya, di ruang ini memang tidak tersedia sajadah. Oh ya, di Hong Kong waktu berbuka puasa itu jam 7 malam,” lanjut Imam Baihaki.

Kami lanjutkan perjalanan dari Bandara Chek Lap Kok menuju Kantor Dompet Dhuafa Cabang Hong Kong yang bertempat di Leighton Road, Causeway Bay. Menggunakan bus dengan kocek $40 DHK. Menempuh perjalanan selama sejam, kami disuguhkan pemandangan Kota Negeri Beton yang bersih dan rapi. Gedung-gedung tinggi mewah menjulang, saya bahkan hampir tidak melihat sampah berserakan, tanpa polusi, dan tidak ada pedagang kaki lima yang sembarangan membuka lapaknya. Rambu pejalan kaki yang sangat aktif di Hong Kong tampak teratur.

Baca Juga : Cerita Ramadhan Mancanegara: Dai Ambasador Cordofa Isi Kajian Qur’an untuk Anak-anak Indonesia Di Hong Kong (Catatan Relawan – Bagian Dua)

Kebersihan sebagian dari iman, seandainya Indonesia juga bersih seperti di Hong Kong, gumam saya di perjalanan, yang tanpa sadar telah melewatkan waktu maghrib karena sama sekali tidak melihat penumpang lain yang sedang menanti berbuka puasa dan tidak terdengar suara adzan. Ya, saya juga belum melihat masjid di sepanjang perjalanan kami.

“Di sini memang tidak terdengar suara adzan. Masjid sedikit sekali, hanya ada 3 atau 4 di Hong Kong, itupun tidak mengumandangkan suara adzan keras seperti di Indonesia,” jelas Imam Baihaqi.

Sesampainya di Causeway Bay pukul 19.30 malam, kami berjalan kaki menelusuri blok area Leighton Road untuk mencari asupan makan malam di sebuah restoran dengan lisensi halal. Sesampainya di tempat makan, menu dan para penjual makanan tersebut berasal dari Indonesia. Walau banyak terdapat warga muslim dan Indonesia, namun mereka juga menyarankan agar lebih teliti mencari makanan di Hong Kong. Pasalnya, ada kedai atau penjual makanan dengan menu dan orang Indonesia, tetapi belum tentu bersertifikasi halal.

Kali pertama perjalanan saya singgah di Hong Kong dalam misi ekspedisi kisah sosial dan dakwah Dompet Dhuafa. Tentunya turut menjalankan ibadah puasa Ramadhan sebagai minoritas di Negeri Naga Kecil Asia tersebut. Menjadi suatu hikmah dan rasa syukur hidup di Indonesia dengan keberagaman dan toleransi di dalamnya. Namun pengingat, tatkala kesombongan hadir hidup sebagai mayoritas. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)

 

Baca juga : Cerita Ramadhan Mancanegara: Dompet Dhuafa Hong Kong Gelar Tabligh Akbar dan Berbuka Puasa Bersama di Taman Victoria (Catatan Relawan – Bagian Tiga)