BOGOR — Guna mendukung gerakan #AsikTanpaSampahPlastik, Dompet Dhuafa Volunteer (DDV) bersama beberapa lembaga lainnya, yaitu Yayasan Belantara, EEN Jabodebeks, Filantropi Indonesia, Climateworks Centre dan Greeneration Foundation, menggelar diskusi terbuka secara daring di kanal instagram, Senin (19/4/2022). Pada diskusi tersebut, sinergi berbagai lembaga ini membahas tentang eco enzyme, sebuah cairan serbaguna dari sampah sayuran maupun kulit buah.
Pada kesempatan, ini yang menjadi pengisi materi adalah seorang praktisi eco-enzyme Bogor Raya yang juga bagian dari Dompet Dhuafa, Aang Hundaya yang dipandu oleh Comunication Coordinator Belantara, Syifa Nurlita. Aang mengatakan dalam pembukaan diskusinya, bahwa eco-enzym yang berasal dari fermentasi bekas buah dan sayuran santap ini ternyata memiliki segudang manfaat dan sangat mudah dibuat.
Ia kemudian menjelaskan, sebenarnya banyak hal yang bisa orang lakukan untuk menjaga bumi tetap lestari tanpa polusi. Seringkali memang polusi disebabkan oleh berbagai tingkah laku dan gaya hidup manusia. Namun, berbagai pencemaran yang tercipta dapat diatasi dengan melakukan hal-hal yang sederhana. Salah satunya adalah dengan mengolah bekas sisa-sisa buah dan sayuran menjadi cairan fermentasi yang memiliki segudang manfaat.
Aang mengatakan, “Cintai Bumi dahulu kemudian cintai diri kita”. Maksudnya adalah untuk mencintai diri sendiri maka yang perlu dilakukan adalah dengan mencintai alam, yaitu dengan merawat dan menjaga kelestariannya dari berbagai macam distorsi dan polusi. Sebab jika alam terjaga, maka sudah pasti alam akan menjaga manusia.
Beberapa pertanyaan muncul dari para pemirsa yang hadir menyimak pemaparan Aang. Salah satunya dari Reyka Sinta tentang bagaimana cara kerja eco-enzym sehingga bisa menjadi banyak manfaat. Aang menjawab bahwa eco-enzym ini produk fermentasi yang dilakukan selama 3 (tiga) bulan. Hasilnya sangat kaya sekali manfaat enzym dan asam. Semakin beragam kulit buah dan sayuran semakin banyak enzym yang diperoleh. Misalkan melakukan fermentasi hanya kulit jeruk, maka yang didapatkan hanya enzym kulit jeruk saja.
“Cairan eco-enzym mengandug banyak mikroba yang baik untuk pembersih atau disinfektan. Disinfektan ini akan bekerja sangat efektif dalam keadaan sangat encer. Eco-enzym akan bekerja dengan efektif saat ph-nya dijadikan normal yaitu pada Ph-7,” jelasnya.
Pertanyaan selanjutnya dari Nisa tentang apakah eco-enzym ini aman untuk sterilisasi di lab biologi. Aang menanggapi, bahwa eco-enzym untuk sterilisasi peralatan rumah tangga memang aman dan terbukti. Diperkuat dengan beberapa waktu lalu telah dilakukan sebuah penelitian di IPB. Bahkan menurutnya, eco-enzym ini bisa disemprotkan di wajah. Namun memang untuk penggunaan lab biologi harus dilakukan penelitian lebih lanjut. Sebab terkadang sebuah laboratorium mengharuskan ruangan yang steril dari bakteri tertentu atau bahkan harus steril dari apapun.
Aang lebih lanjut menjelaskan apa yang ada di belakangnya adalah rumah pengolahan eco-enzym. Berbagai botol dan tong-tong besar pun nampak di belakang Aang sebagai latar belakang pada videonya saat memaparkan materi. Aang megatakan, eco-enzym ini tidak diperjual belikan, namun ini untuk memantik teman-teman untuk ikut terlibat dalam pemanfaatan bahan-bahan yang dianggap sampah, namun sebenarnya bisa dimanfaatkan.
Untuk memulai mmbuat eco-enzym, Aang menyarankan untuk memakai wadah yang mulutnya lebar, seperti ember atau baskom. Kemudian bahan-bahannya adalah air, bahan organik (BO) dari potongan (bisa menggunakan kulit) sayuran atau buah-buahan dan gula pasir atau molase dengan perbandingan 10:3:1. Setelah dicampur kemudian selanjutnya disimpan minimal 3 bulan di tempat yang tidak terpapar matahari langsung.
“Indikator eko enzym kita berhasil atau tidak secara kasat mata bisa dilihat dari apakah ada belatung atau berjamur. Kemudian dari baunya apakah berbau fermentasi atau malah berbau busuk,” jelas Aang.
Untuk masa kadaluarsa, Aang menegaskan tidak ada masa kadaluarsa. Sebab eco-enzym memiliki cairan dengan bakteri hidup di dalamnya. Bahkan, sebautnya, ada eco-enzym yang memiliki umur 20 tahun.
Kemudian sebuah pertanyaan datang dari Siti Humaira, “Apakah bisa eco-enzym untuk semprotan anti nyamuk?” “Bisa,” jawan Aang. “Hanya saja karena ini cairan alami, maka sifatnya bukan membunuh, namun hanya sekadar mengusir,” lanjutnya.
Sebelum menutup diskusi, Syifa Nurlita menyampaikan kepada para pemirsa bahwa tanggal 20 April 2022 nanti, akan ada talkshow #AsikTanpaPlastik. Untuk mengetahui info lebih lanjutnya, para pemirsa dapat mengecek di akun instagram Dompet Dhuafa Volunteer. (Dompet Dhuafa / Muthohar)