TANGERANG SELATAN — Menjadi manusia yang utuh sempurna tanpa kurang satu apapun merupakan anugerah dari Tuhan yang tak ternilai. Namun, jika manusia yang lahir sempurna tetapi harus merasakan kekurangan fisik akibat faktor kelalaian manusia, bisa jadi kita sulit untuk menerima keadaan atau mungkin memaafkan pelaku.
Lain halnya dengan Dadi Iskandar (39), pria yang mengalami kelainan pada kaki sebelah kanannya ini begitu berbesar hati menerima kenyataan bahwa ia harus berbeda dengan anak-anak kebanyakan, karena faktor kelalaian atau dalam bahasa medis disebut malpraktik. Dadi mengalami kejadian itu pada saat usia baru menginjak tiga bulan.
Berawal dari keinginan orang tua untuk imunisasi, Dadi melakukan suntik polio. Tak disangka seusai pulang berobat, ia mengalami panas tinggi yang kemudian setelah beberapa bulan kaki kanannya mulai mengecil hingga sekarang. “Yah namanya udah nasib, mau diapain lagi. Kita cuma bisa ikhlas,” ungkap Dadi kepada Tim LPM menceritakan kronologi kejadian yang dialami ketika itu.
Mengetahui dirinya berbeda dengan yang lain, sempat membuat Dadi kecil merasa rendah diri, tak jarang dia kerap mendapat ejekan dan cibiran yang tak mengenakan dari teman-teman sepermainan. Selama 16 tahun lamanya Dadi menjauhkan diri dari pergaulan karena rasa minder yang senantiasa menghantui diri, meski begitu ia tetap melanjutkan sekolah demi menyenangkan orang tua yang sudah membiayainya.
Keadaan mulai berubah ketika Dadi disadarkan oleh Guru Ngaji tempat ia belajar agama. “Dadi kamu harusnya bersyukur dikasih ujian begini sama Allah. Kita gak tau apa yang terjadi sama kamu kedepannya,” ujar Dadi menirukan petuah sang Guru.
Petuah dari sang Guru begitu membekas sampai hari ini. Berkat petuah itu Dadi berubah menjadi pribadi yang lebih periang dan religius. Ia tak lagi minder dengan teman-teman sekolah maupun para tetangga, ia mulai biasa bersosialisasi dan berbaur dengan lingkungan. Hingga pada akhirnya ia bisa menikah dan memiliki 3 anak.
Dadi kini berprofesi sebagai guru ngaji privat di dua tempat yang berbeda tak jauh dari kediamannya di Kp. Buaran RT.02/03 Buaran, Serpong, Tangerang Selatan. Selain menjadi guru privat, untuk menambah penghasilan Dadi bersama orang tuanya membuka warung kecil di depan rumahnya. “Alhamdulillah biar warungnya kecil begini cukup buat sekolahin anak, yang penting kita yakin rejeki udah diatur sama Allah,” ucap Dadi penuh rasa syukur.
Dadi memang patut bersyukur sebab, meski dirinya mengalami keterbatasan fisik, keluarga Dadi tak pernah kekurangan. Bahkan dua anak Dadi, Fahmi (17) dan Yuri (10) bisa bersekolah tanpa menunggak biaya sekolah. Dadi juga terbiasa hidup mandiri. Pasca lulus sekolah SMA, ia tak lantas meminta uang pada orang tua.
Beragam pekerjaan sudah banyak yang ia lakukan, seperti menjadi pembungkus arang, cukur rambut, dan menjadi guru ngaji hingga saat ini pernah dilakoni olehnya. “waktu itu saya berpikir kerja apaan aja dah, soalnya ngelamar kerja kemana-mana gak diterima,” kata Dadi.
Melihat perjuangan dan kemandirian Dadi yang sangat menginspirasi, Lembaga Pelayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa melalui program “Disabilitas Mandiri” memberikan bantuan kebutuhan hidup dan modal usaha untuk menambah bahan dagangan warung Dadi yang sempat kosong akibat keperluan pendidikan anak-anak yang harus diselesaikan dipenghujung tahun ajaran.
“Alhamdulillah terima kasih kepada Donatur Dompet Dhuafa atas bantuannya, semoga semakin berkah. Aamiin,” Ucap Dadi penuh rasa syukur.(LPM Dompet Dhuafa/Rifky)