OSAKA, JEPANG — Dai Ambassador Dompet Dhuafa penugasan Jepang, Ustaz Cecep Sobar Rochmat telah mengelilingi beragam kota di Jepang untuk amanah dakwah dari Tanah Air. Sejumlah kota yang telah disinggahinya antara lain adalah Tokyo, Nagoya, Chiba, dan Gifu. Selanjutnya, kota terbesar kedua di Jepang, yakni Osaka, menjadi tujuan dakwah berikutnya.
Agenda Ustaz Cecep di Osaka adalah mengisi beberapa kajian. Salah satunya pada Sabtu (23/3/2024), tepatnya di hari ke-13 Ramadan 1445 H, Ustaz Cecep didaulat untuk mengisi kajian sebelum berbuka di Gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia Osaka dengan tema “Fiqh Prioritas sebagai Minoritas di Jepang”.
Perjalanan sang ustaz menuju Osaka menggunakan salah satu kereta tercepat di dunia yang terkenal dengan nama Sinkansen. Perjalanan dimulai dari kota pedesaan bernama Gifu menuju Osaka yang apabila ditempuh dengan mobil biasa dan lewat tol membutuhkan waktu hingga 3 jam lamanya. Namun dengan menggunakan Kereta Sinkansen yang berkecepatan 350 km/jam, perjalanan tersebut dapat ditempuh dengan waktu hanya 1 jam lebih 5 menit saja.
Baca juga: Dai Ambassador 2024: Negeri Seribu Gereja Jadi Tempat Nyaman Bagi Muslim Menjalankan Ramadan
Sebagai informasi, Jepang sangat terkenal dengan kemajuan teknologinya termasuk teknologi transportasi.
“Saya acungi jempol untuk keberadaan transportasi umum yang sangat memudahkan warganya pergi ke mana saja. Dari mulai subway (kereta bawah tanah), Kereta JR, Kereta Cepat Sinkansen, pesawat terbang, sampai halte-halte bis yang tersebar di hampir setiap tempat. Dan jangan salah, semua transportasi umum tadi sudah pasti berangkat dan datang tepat waktu dan tidak ada kamus jam karet di negara maju seperti jepang,” kisah Ustaz Cecep.
Selain itu, biaya parkir mobil di Jepang sangatlah mahal. Harganya bisa mencapai 3.000 yen/jam atau sekitar Rp350 ribu. Hal ini membuat masyarakat Jepang lebih senang menggunakan transportasi umum daripada mobil pribadi.
Menggunakan Kereta Shinkansen, Ustaz Cecep sampai di Stasiun Osaka sekitar pukul 13:30 waktu setempat. Stasiun tersebut sangatlah ramai, selain dipadati orang asli Jepang, banyak juga para turis asing dari Eropa maupun negara Asia lainnya yang datang untuk berlibur. Mereka berlalu lalang membawa koper-koper besar dan kecil. Sebagian dari mereka sibuk memasukkan barang-barang mereka ke loker tempat penitipan barang. Karena di setiap stasiun di Jepang tersedia loker tempat penitipan barang dengan harga bervariasi mulai dari 300 yen hingga 700 yen per hari, tergantung besar kecilnya koper.
Mereka memilih menitipkan barang agar lebih nyaman berwisata. Maklum, sewa hotel di Jepang tergolong mahal, sehingga menyimpan barang mereka di loker lebih masuk akal. Selain itu, apabila Anda pergi ke Jepang, tak perlu khawatir sulit menemukan tempat untuk bersih-bersih badan. Pasalnya, di setiap tempat keramaian maupun taman-taman di Jepang pasti tersedia toilet dan kamar mandi super bersih dan bisa digunakan oleh umum.
Musim semi adalah waktu yang paling tepat untuk datang berwisata ke Jepang, apalagi di bulan ini bunga Sakura–yang hanya mekar satu kali setahun–bertebaran di seantero Jepang. Perlu diketahui bahwa keberadaan bunga Sakura sangat dinantikan, baik oleh warga Jepang maupun turis asing. Warga asli Jepang biasanya mengadakan acara keluarga dengan membawa tikar dan duduk-duduk di bawah pohon Sakura sambil makan dan minum. Istilah yang mereka gunakan untuk kegiatan ini adalah “Hanami”. Hana berarti bunga dan Mi artinya melihat, diterjemahkan menjadi kegiatan melihat bunga. Turis asing juga tentunya tidak mau melewatkan momen indah ini untuk berfoto, mengisi akun medsos mereka dengan kecantikan bunga Sakura.
Sesampainya di Osaka, Ustaz Cecep disambut oleh Ridha, seorang panitia kegiatan dari sebuah organisasi pemagang Indonesia Jepang bernama Ikatan Persaudaraan Trainee Indonesia Jepang (IPTIJ). Sang ustaz juga dijemput oleh salah satu staf lokal Konjen RI di Osaka, yang mengendarai mobil dinas KJRI Osaka, ialah Pak Slamet.
Slamet berasal dari Indonesia dan ternyata kampung halamannya tak jauh dari tempat lahir Ustaz Cecep, yaitu Bogor. Slamet sudah tinggal di Jepang selama lebih dari 30 tahun. Lebih dari separuh hidupnya. Mulai bujangan hingga kini memiliki dua anak yang sudah “mentas”. Selama di perjalanan, Slamet berkisah tentang suka duka hidup di Jepang. Bicara tentang standar biaya hidup di Jepang yang sangat tinggi hingga uniknya sistem pendidikan di Jepang yang serba gratis.
Sesampainya mereka di Kantor Konjen RI Osaka, mereka langsung menuju lantai paling atas, yakni lantai 22, lokasi di mana Kantor KJRI berada. Setelah istirahat sebentar di sebuh lobi yang cukup nyaman dan mengerjakan salat Asar, Ustaz Cecep pun memimpin kajian yang dihadiri oleh masyarakat Indonesia yang berada di Osaka.
“Ada hal unik yang saya dapatkan di Jepang, yaitu tempat kegiatan menjadi sangat krusial. Sehingga siapa pun yang ingin mengikuti sebuah kegiatan, maka diwajibkan untuk mendaftar dulu lewat QR code yang tersebar di flyer. Hal ini bukan hanya kegiatan kajian, tetapi juga termasuk kegiatan buka puasa bersama, bahkan juga untuk konfirmasi kegiatan salat Idulfitri, hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Misalkan membludaknya peserta, sehingga mengganggu keadaan sekitar,” terang Ustaz Cecep.
Di Jepang jarang sekali ditemui orang-orang bergerombol berkumpul di luar ruangan, dan jika ada tetangga yang merasa terganggu, mereka biasanya melaporkannya ke polisi setempat. Tak lama kemudian polisi datang untuk menertibkan dan melihat apakah kegiatan tersebut sudah dapat izin atau belum. Jika belum, maka penanggung jawab kegiatan akan bermasalah dengan hukum. Maka biasanya, jika kita izin mengadakan kegiatan dengan jumlah jemaah yang besar seperti misalnya Salat Jumat, maka mereka akan menyiapkan dua orang polisi yang ramah untuk menjaga kegiatan tersebut, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Di depan lift sebelum masuk pintu tempat kajian sudah disiapkan meja tamu lengkap dengan daftar presensi para jemaah yang sudah mendaftar sebelumnya. Para jemaah mendapatkan takjil yang terdiri dari air mineral, kurma dan kue, serta nasi boks yang dalam istilah bahasa Jepang adalah Bento.
Setelah salat Asar, Ustaz Cecep dipertemukan dengan salah satu diplomat senior, yaitu Bapak Dony Sembodo Kusuma. Ia menjabat sebagai Atase Bidang Ekonomi. Sosok yang sangat santun dan rendah hati, sehingga komunikasi di antara mereka bisa mengalir begitu saja. Setelahnya, mereka pun memasuki hall yang kira-kira berkapasitas 150 orang.
“Saya melihat ada jemaah putra yang lebih didominasi anak-anak muda pemagang yang bervisa ‘kensuse’. Selain tentunya juga para pekerja di KBRI dan mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di perguruan tinggi Osaka, Kiyoto dll, juga jemaah putri yang didominasi para perawat lansia yang bervisa ‘tokotegino’. Dan ada beberapa ibu-ibu baik dari istri para pejabat KJRI maupun masyarakat Indonesia yang sudah bermukim sebagai permanen residen di Osaka,” terang Ustaz Cecep.
Kajian dibuka oleh MC perempuan yang merupakan mahasiswi S3 asal Padang, alumni IPB yang melanjutkan studinya di salah satu perguruan tinggi di Osaka. Seusai membaca surah Al-Fatihah, MC memanggil seorang qari untuk membacakan beberapa ayat Al-Qur’an. Ayat yang dibaca oleh qari adalah ayat tentang kewajiban puasa dari surah Al-Baqarah ayat 183 dan seterusnya.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari IPTIJ sekaligus sosialisasi donasi dana untuk pembelian Masjid Indonesia Nagoya. Ada pula sambutan dari perwakilan KJRI yang disampaikan oleh Dony Sambodo Kusuma. Ia mengucapkan terima kasih kepada panitia dan juga pemateri, sebab tanpa kolaborasi yang apik di antara mereka, maka kegiatan ini tidak akan bisa terwujud.
Sampailah pada sesi utama, yaitu penyampaian kajian tentang bagaimana masyarakat muslim di Osaka menjaga keimanan dan keislamannya. Seperti diketahui, para jemaah sibuk bekerja, namun mereka tak boleh melupakan identitas sebagai seorang muslim yang punya kewajiban salat, puasa, hingga menutup aurat.
Sekitar 20 menit, Ustaz Cecep menyampaikan materi tentang fikih minoritas, fikih prioritas, dan fikih darurat.
“Dari binar mata para jamaah, saya melihat pancaran antusiasme. Mereka mencermati kata demi kata dan penjelasan yang saya sampaikan,” tutur Ustaz Cecep.
Baca juga: Dai Ambassador 2024: Sambutan Hangat Dubes Malaysia untuk Dai Dompet Duafa
Tibalah saatnya sesi tanya jawab. Menurut Ustaz Cecep, di antara banyaknya pertanyaan para jemaah, sebenarnya yang mereka tanyakan tidak jauh berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan dari jemaah di kota-kota lain di Jepang.
“Saya menyimpulkan problem dan masalah mereka menjadi minoritas di Jepang yang tidak lepas dari tiga masalah. Pertama, masalah halal dan haram dalam makanan dan minuman. Kedua, masalah bagaimana cara ibadah di saat kerja yang waktu istirahatnya pun tidak di waktu yang pas dengan waktu salat, sehingga terkadang tidak bisa melaksanakan salat pada waktunya, termasuk salat Jumat dan ibadah lainnya. Ketiga, permasalahan keluarga termasuk masalah yang paling besar adalah problem mix marriage dan kegalauan tentang pendidikan agama serta akhlak anak di Jepang, yang notebene tidak ada sekolah Islam ataupun madrasah yang mendidik mereka tentang pengetahuan agama,” terang Dai Ambassador penugasan Jepang itu.
Hal tersebut menjadi tantangan bagi para dai yang berdakwah di tempat minoritas seperti Jepang yang kultur budaya dan lingkungannya berbeda, serta cuacanya pun tidak sama dengan Indonesia. Maka para dai perlu berjuang untuk memberikan penerangan keagamaan kepada mereka dengan cara yang paling mudah, sehingga masyarakat Indonesia di Jepang selain bisa tetap bekerja dan belajar, tetapi juga tidak sampai meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim.
Seusai sesi tanya jawab, dilakukan penyerahan plakat dari KJRI kepada Ustaz Cecep selaku pemateri kajian, kemudian dilanjutkan dengan foto bersama pejabat dan seluruh jemaah yang hadir. Sesi foto pun dibagi dua, yaitu sesi foto bersama jemaah putra dan jemaah putri.
Acara dilanjutkan dengan buka puasa bersama, salat Magrib, Isya, dan Tarawih. Di akhir kegiatan, beberapa masyarakat dan pejabat KJRI menyalurkan zakatnya lewat Dompet Dhuafa. Setelah semua kegiatan rampung, Ustaz Cecep diantar ke hotel dekat Kantor KJRI, karena selanjutnya mereka akan melakasanakan kegiatan di Masjid Istiqlal Osaka.
Sabtu, 23 Maret 2024
Ustaz Cecep Sobar Rochmat, Dai Ambassador Dompet Dhuafa 2024