Dalam Bayang-Bayang Gunung Lewotobi Laki-laki: Sebuah Kisah Tentang Ketangguhan dan Harapan

FLORES TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR — Letusan dan erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki sejak Senin (04/11/2024), telah membayangi kehidupan banyak orang di Flores Timur. Tidak hanya menyebabkan ribuan orang mengungsi, namun juga berdampak besar pada perekonomian dan infrastruktur di wilayah tersebut. Pun telah berdampak besar pada cara hidup masyarakat, dan ini mengisyaratkan potensi tantangan jangka panjang yang mungkin mereka hadapi.

Ketika masyarakat bergulat dengan dampak dari bencana alam ini, kita menyaksikan semangat dan ketangguhan mereka yang tak tergoyahkan. Kisah Marta Namu Soge, seorang penyintas erupsi G. Lewotobi Laki-laki dan warga desanya merupakan bukti dari kemampuan manusia untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan.

Marta merupakan warga asal Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ini dia dan keluarga serta warga desa sedang mengungsi di sebuah bangunan tidak terpakai yang berada di tengah sawah Desa Konga, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flotim, Provinsi NTT.

Baca juga: Dompet Dhuafa Salurkan Air Bersih Bagi Penyintas Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki

Bangunan tersebut cukup besar, setara bangunan gudang logistik. Bedanya bangunan tersebut tidak memiliki dinding penutup, hanya atap dan pilar-pilar penyangga, sehingga masih terbilang aman dan sejuk. Sekelilingnya merupakan persawahan yang memanjakan mata yang lengkap dengan aliran sungai dan pemandangan langsung Gunung Lewotobi, sehingga mereka bisa memantau langsung kondisi Gunung Lewotobi Laki-Laki.

Sejumlah warga asal Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur, mengungsi di sebuah bangunan tidak terpakai yang berada di tengah sawah Desa Konga, Kecamatan Titehena, Flotim.
Sejumlah warga asal Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur, mengungsi di sebuah bangunan tidak terpakai yang berada di tengah sawah Desa Konga, Kecamatan Titehena, Flotim.

Di tengah situasi yang terjadi, kebaikan dan kasih sayang para masyarakat untuk saling membantu terus mengalir. Dompet Dhuafa melalui Disaster Management Center (DMC), relawan dan cabang NTT telah mengambil peran penting dalam menyalurkan bantuan yang sangat dibutuhkan, layanan makanan, tempat tinggal, dan perawatan medis bagi mereka yang membutuhkan. Marta bersyukur masih banyak pihak yang peduli terhadap keberlangsungan hidup mereka. Salah satunya adalah Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa.

“Bantuan dari posko pengungsian juga menjangkau sampai sini. Salah satunya ialah makanan siap santap yang diberikan tiga kali sehari,” ucap Marta.

Namun, tantangan yang dihadapi masyarakat masih jauh dari selesai. Konsekuensi jangka panjang dari erupsi, seperti erosi tanah, kontaminasi air, dan dampak psikologis bagi para penyintas, akan membutuhkan upaya berkelanjutan dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan. Ketika kami terus mendukung mereka yang terkena dampak bencana ini, penting untuk diingat bahwa bantuan kami bukan hanya tentang memberikan bantuan langsung tetapi juga tentang membangun masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

“Kalau bantuan makanan dari posko utama terlambat, kami bisa memasak sendiri, kami ada pos dapur mandiri ini. Tetapi perlengkapan dapur kami belum terlalu lengkap, kadang membutuhkan minyak tanah buat masak anak-anak. Kadang kan anak-anak mau makan bubur, itu kami agak kesusahan minyak tanah”, ujar Marta dengan sayu.

Marta Namu Soge, seorang penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, warga asal Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, yang bertahan dalam menghadapi kesulitan.
Marta Namu Soge, seorang penyintas erupsi G. Lewotobi Laki-laki, warga asal Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, yang bertahan dalam menghadapi kesulitan.

Baca juga: Respons Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Dompet Dhuafa Hadirkan Layanan Dapur Umum dan Pos Hangat

Walaupun perbedaan mencolok sebelum hadirnya erupsi—selain akses kebutuhan sehari-hari yang sedikit lebih sulit—ialah keakraban mereka sesama warga jauh lebih kuat ketimbang sebelum erupsi terjadi.

“Sukanya, kalau di rumah itu selalu sibuk. Sibuk urus rumah tangga, masak, cuci, kadang jarang sekali bertemu dengan tetangga keluarga. Namun selama kejadian ini, kami bisa berkumpul bersama, bercanda tertawa, nyuci masak, makan sama-sama, yang tadi lauk hanya sedikit juga kami bisa bagi sedikit-sedikit dapat semua”, aku Marta.

Menurut Marta, erupsi gunung tersebut sebelumnya tidak separah yang sekarang. Saat itu kegiatan di kampung masih memungkinkan, namun kali ini getaran dan abunya jauh lebih banyak sehingga memaksa mereka untuk mengungsi ke tempat pengungsian mereka saat ini.

Tantangan yang dihadapi masyarakat/penyintas masih jauh dari selesai. Konsekuensi jangka panjang dari erupsi, seperti erosi tanah, kontaminasi air, dan dampak psikologis bagi para penyintas, akan membutuhkan upaya berkelanjutan dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan.
Tantangan yang dihadapi masyarakat/penyintas masih jauh dari selesai. Konsekuensi jangka panjang dari erupsi, seperti erosi tanah, kontaminasi air, dan dampak psikologis bagi para penyintas, akan membutuhkan upaya berkelanjutan dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan.

Kisah Marta dan komunitasnya adalah pengingat bahwa bahkan di masa-masa tergelap sekalipun, semangat manusia bisa menang. Ketangguhan mereka adalah inspirasi bagi kita semua, dan merupakan tanggung jawab kita bersama untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk membangun kembali kehidupan mereka.

Di balik krisis yang terjadi, ada inspirasi untuk mengambil tindakan dan mendukung masyarakat yang terkena dampak. Sahabat, mari panjatkan doa untuk saudara-saudara kita yang menjadi penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, juga salurkan bantuan untuk mereka melalui digital.dompetdhuafa.org/donasi/erupsilewotobi. (Dompet Dhuafa)

Teks dan foto: Fajar
Penyunting: Dhika