JAKARTA — Desa Sukarahaja, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, dulunya merupakan wilayah dengan hasil pertanian yang tinggi. Banyak masyarakat berprofesi sebagai petani. Namun lambat laun banyak petani mundur dan beralih profesi menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pertanian dinilai tidak memberikan banyak keuntungan.
Berangkat dari kekhawatiran mengenai kondisi sosial di desa, tempat ia tinggal, seorang Ayi Rahmat (35), membentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Al-Ikhwan. Beranggotakan petani-petani lokal, ia memotivasi anggota untuk menghasilkan produk pertanian unggul dan bersaing. Bersama tim dari Dompet Dhuafa, Ayi mengembangkan produk dengan sabar dan telaten. Akhirnya, lahirlah produk padi dengan kualitas tinggi khas Cianjur. Beras hasil pertanian petani Gapoktan Al-Ikhwan lalu dinamakan beras Berlian Sae. Kini, petani mulai bersaing dalam taraf perekonomian masyarakat.
Medio 2007 adalah awal pertemuan Ayi Rahmat dengan Dompet Dhuafa. Putra daerah Kabupaten Cianjur tersebut, tidak menyangka pertemuan tersebut dapat mengubah dirinya. Pada tahun tersebut Cianjur terkena longsor, Ayi pun ikut menjadi relawan kebencanaan bersama Dompet Dhuafa. Selesai penanggulangan bencana, Ayi tidak berpisah dengan Dompet Dhuafa. Melihat progam kebaikan yang ditunjukkan oleh kebaikan donatur lembaga tersebut, Ayi terinspirasi untuk berbuat hal yang sama di wilayahnya.
“Periode 2007 itu pertama kali bertemu dengan Dompet Dhuafa, saat itu sedang jadi relawan bencana longsor di Cianjur,” terang Ayi, saat ditemui di Halal Bi Halal Dompet Dhuafa bersama Media dan Blogger di Jakarta Selatan, pada Kamis (20/6/2019).
Komunikasi Ayi dengan Dompet Dhuafa terus berlanjut. Hingga pada 2009, ia mengkoordinir petani lokal di desanya untuk bergabung mengembangkan produk bersama. Bertajuk Karya Masyarakat Mandiri (KMM), Dompet Dhuafa membantu para petani Gapoktan Al-Ikhwan untuk mengelola lahannya menjadi lebih professional. Mulai pra-produksi hingga pemasaran terus digalakan. Alhasil banyak petani yang ikut bergabung, karena merasakan manfaat dari progam tersebut. Hingga hari ini, produksi beras Berlian Sae rata-rata bisa mencapai 15 ton beras per bulan untuk di pasarkan di Jakarta. Petani pun merasakan manfaat peningkatan ekonomi.
“Alhamdulillah, petani bisa mendapatkan keuntungan tambahan sekitar Rp. 400 ribu per bulan, dari Gapoktan tersebut,” terang Ayi.
Sadar bahwa perkembangan ekonomi yang mereka dapatkan bemula dari dana zakat dan infak umat, Ayi bersama petani Gapoktan Al-Ikhwan juga ingin memberikan manfaat kepada umat. Alhasil sebuah sekolah tingkat TK dan SD berhasil berdiri berkat inisiasi anggota Gapoktan Al-Ikhwan. Semua pembiayaan sekolah tersebut berasal dari profit penjualan beras Berlian Sae. Ayi berfikir bahwa apa yang mereka dapat datang dari umat, oleh karena itu mereka ingin mengembalikannya kembali juga untuk umat.
“Kita tahu bahwa kami berkembang karena progam kebaikan dari Dompet Dhuafa, oleh karena itu kami ingin mengambalikannya kembali juga dengan kebaikan,” terang Ayi.
Yayasan Pendidikan Islam Al-Ikhwan merupakan sekolah tingkat TK dan SD tersebut, kini sudah masuk angkatan ke-6. Pendidikan bebas biaya tersebut dimanfaatkan oleh anak-anak di sekitar Desa Sukarahaja. Kini sudah ratusan siswa yang menikmati pendidikan di sana. semua operasional juga dibiayai oleh profit hasil pertanian. Belakangan, Ayi dibantu istri lebih sering menghabiskan hari mengabdikan waktunya untuk mengajar anak-anak di sekolah tersebut. (Dompet Dhuafa/Zul)