Dedikasikan Rumah Sebagai Pos Dompet Dhuafa, Agus: Saya Hampir Jadi Korban Malam Itu

CARITA — Kampung Cibeureum, Desa Carita terlihat sepi, tidak seperti biasanya. Desa yang berada di pesisir pantai Carita tersebut, tampak porak-poranda, setelah terteror tsunami Selat Sunda. Ketika matahari terbenam, warga Desa Carita, berduyun-duyun menuju desa yang lebih tinggi. Mereka mengungsi di rumah-rumah warga yang dinilai lebih aman. Bencana tsunami yang menimpa wilayah pesisir Banten dan Lampung, membuat warga Kampung Cibeureum khawatir. Mereka takut, sewaktu waktu tsunami kembali menghantam.

Namun ada yang berbeda. Salah satu rumah warga terlihat ramai, mobil, kendaraan lapangan, dan ambulance terlihat terparkir di halaman. Usut punya usut, rumah tersebut adalah pos relawan Dompet Dhuafa untuk respon tsunami Selat Sunda di wilayah Banten. Dihuni oleh sekitar 20 relawan dari berbagai keahlian, seperti relawan medis, relawan psikolog, dan relawan evakuasi. Rumah tersebut juga merupakan hunian bagi keluarga kecil Agus.

Ya, Agus (37), dengan sukarela menjadikan rumahnya sebagai pos relawan Dompet Dhuafa. Bukan tanpa alasan, Agus merasa berempati dengan para korban. Mengingat Agus juga saksi hidup kejadian tsunami yang menerjang hotel di mana ia bekerja.

“Saat itu saya di hotel, air menerjang kencang. Semua pegawai hotel termasuk manager semua lari berhamburan. Hanya saya dan satu security yang bertahan untuk evakuasi tamu,” kenang Agus.

Dengan rinci, Agus menceritakan detail kejadian pilu malam itu. Ia bersama security hanya dapat mengarahkan tamu untuk pergi ke lantai dua. Tamu yang tidak sempat selamat membuat Agus cukup menyesal.

“Hanya itu yang bisa saya usahakan, tamu saya arahkan ke lantai dua. Itupun masih banyak yang tidak selamat,” tambahnya.

Pikiran Agus tidak hanya tertuju pada para tamu. Ia memiliki istri dan seorang anak di rumah. Sepanjang tsunami berlangsung, Agus terus memikirkan keluarganya.

“Saya sendiri juga tidak bisa berfikir jernih, teringat terus keluarga di rumah. Ada istri dan anak. Saat air surut, saya pulang. Istri dan anak tidak ada. Ternyata Alhamdulillah, mereka sudah mengungsi ke bukit,” terang Agus.

Dengan pengalaman pahit tersebut, Agus merasa harus ikut membantu sesama. Rumahnya yang luas ia dedikasikan sebagai pos relawan Dompet Dhuafa. Di rumah tersebut, Tim Dompet Dhuafa, mulai dari tim evakuasi hingga logistik berkumpul mengatur strategi terbaik merespon bencana yang terjadi.

“Saya melihat banyak oranhg terseret arus, banyak yang meninggal, saya sendiri hampir menjadi korban. Saya rasa dengan ini, dapat turut membantu,” pungkas Agus.