Derita Rohingya Tak Kunjung Padam

Sumber foto: rfa.org

 

JAKARTA — Duka dan derita seolah tak henti menimpa masyarakat muslim Rohingya. Masih segar di benak kita, sebulan lalu, ratusan etnis Rohingya terbunuh dalam operasi militer. Hal ini disebabkan oleh tewasnya sembilan polisi perbatasan Myanmar. Sejak saat itu, pemerintah Myanmar terus-menerus melancarkan operasi militer yang menewaskan ratusan orang. Menurut tim informasi militer Myanmar, True News Information Team, selama enam hari sampai Senin lalu, serangkaian pertempuran dan serangan terus terjadi. (republika.co.id)

Pada Selasa (15/11) sedikitnya 69 muslim Rohingya dan 17 anggota pasukan keamanan tewas dalam pertempuran antaretnis di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Militer menjaga ketat kawasan tersebut dan menutup akses bagi wartawan maupun pekerja kemanusiaan. Mereka terus menerus melakukan perburuan terhadap pelaku penembakan. Gambar citra satelit pada Minggu (13/11), menunjukkan ratusan bangunan di wilayah tersebut hangus terbakar.

Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan memandang bahwa kekerasan yang kembali terjadi untuk kesekian kalinya terhadap etnis Rohingya Muslim di Myanmar, sangatlah melukai nilai-nilai kemanusian. “Kami sangat menyesalkan bahwa Myanmar yang sedang menapaki jalan barunya menuju Demokrasi, harus ternodai dengan kekerasan sektarian dan mengancam keberadaan etnis dan agama tertentu. Dompet Dhuafa akan berusaha memberikan bantuan kemanusiaan terhadap korban kekerasan. Terutama dari kalangan pengungsi anak dan perempuan,” ujar M. Sabeth Abilawa, Corporate Secretary Dompet Dhuafa.

Selanjutnya Dompet Dhuafa mendorong lembaga-lembaga kemanusiaan lain, baik di lingkup Indonesia dan dunia memberikan perhatian terhadap apa yang kembali terjadi di wilayah Rakhine, Myanmar ini.

“Dompet Dhuafa mendorong organisasi kemanusiaan yang tergabung di South East Asia Humanitarian Commitee (SEAHUM), untuk menjembatani proses-proses menuju perdamaian. Baik melalui komunikasi antar elemen masyarakat di Myanmar dan Asia Tenggara, maupun dorongan terhadap pemerintah Myanmar melalui ASEAN, agar dapat menyelesaikan problem ini secara baik, tanpa harus meniadakan keadilan bagi etnis tertentu. Sebab tidak mungkin kekerasan bersenjata terhadap etnis Myanmar ini akan terus berlanjut dan memakan banyak korban lagi,” tambah Sabeth. (Dompet Dhuafa/Dea)