BATAM, KEPULAUAN RIAU — Matahari mulai sayu, perlahan ia menjauh bersembunyi di balik hulu. Di bawah perbukitan sampah, rumah-rumah kayu tak beraturan berdiri tak terlalu tegak, seakan enggan untuk lama berpijak. Terlihat dari kejauhan, puluhan warga berkumpul di sebuah musala, pusat aktivitas warga Kelurahan Kabil, Nongsa, Batam.
Lokasi ini menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seluruh sampah yang dihasilkan dari berbagai penjuru Batam. TPA ini bukan hanya sekedar sebagai tempat pembuangan sampah, melainkan menjadi tempat menyimpan banyak harapan bagi para pejuang rupiah.
Meski harus menahan panasnya terik matahari dan dinginnya udara malam, ditambah aroma yang menyengat di antara gunungan sampah yang tinggi menjulang, mereka berjibaku mengkurasi sampah mulai dari botol plastik, gelas plastik, kaleng besi, hingga perlengkapan barang untuk dipakai pribadi.
Baca juga: Membayar Fidyah dengan Uang, Berapa Rupiah Besarannya? Simak Ketentuannya
Sore itu, Senin (13/3/2023), Tim Dompet Dhuafa Kepulauan Riau mengunjungi rumah-rumah warga Kelurahan Kabil. Tujuannya untuk menyampaikan amanah paket fidyah yang dibayarkan oleh masyarakat melalui Dompet Dhuafa.
Salah satu penerima manfaat fidyah adalah Nurlia (70), ia tinggal bertiga dengan sang suami, Hainuddin (70), dan salah satu dari 12 anaknya. Setiap hari, ia dan suami ‘berenang’ di tumpukan-tumpukan sampah untuk mengais pundi-pundi rupiah.
“Setiap hari saya dan bapak kerja diupah dari ngumpulin botol-botol bekas. Dibersihin dan dikirim ke perusahaan pengepul,” jelas wanita kelahiran rahim Bugis itu.
Baca juga: Ini Golongan Orang yang Boleh Bayar Fidyah untuk Mengganti Puasa Ramadan
Ia berkisah, telah tinggal menetap di kawasan TPA ini sejak tahun 2000. Sebelumnya, Nurlia bertemu dengan sang suami di Malaysia saat ia masih sedang menjadi TKW di sana. Saat ini, masih ada satu orang anaknya yang sedang sekolah tingkat SMP di Ponpes Mambaul Hidayah.
Kejadian tragis pun pernah menimpanya. Rumah yang ia tempati sebelumnya mengalami kebakaran, hingga semua dokumen juga ikut dilahap si jago merah.
“Rumahku habis total kebakar. Ini dulu orang Singapura yang bantu bangun ini,” terangnya sambil menunjuk sudut-sudut rumah kayunya.
Baca juga: Pengertian Fidyah, Hukum, serta Ketentuannya Menurut Islam
Sebagai pemulung, pendapatannya tidak menentu. Hasil yang didapat sesuai dengan banyak sedikitnya botol/gelas yang terkumpul. Tujuh kali dalam seminggu ia harus berkeliling TPA untuk bekerja. Seminggu sekali ia menyetor hasil yang dikumpulkan ke perusahaan pengepul.
“Tapi ‘kan namanya kita diupah, kadang cuma dikasih Rp200.000 (dua ratus ribu rupiah) atau kadang lebih. Kadang alhamdulillah, satu bulan bisa dapat 2 juta,” sebutnya.
Hal yang membuatnya sedih, tatkala dirinya sakit berbarengan dengan suaminya yang juga sedang sakit. Sedangkan ia harus tetap butuh pemasukan untuk membiayai anaknya sekolah.
“Yang sedih itu kalau saya sakit, bapak juga sakit, siapa yang nyari biaya sekolah buat anak. Kadang buat kebutuhan makan saja susah,” lanjutnya lirih.
Pada saat itu, biarpun sang suami dalam kondisi lemas, ia masih harus terus keluar untuk bekerja. Sebab, ia harus melunasi bayaran sekolah yang jumlahnya sebesar Rp920.000 per bulan. Sedangkan anak-anak yang lain juga terkadang belum dapat gaji pekerjaan. Mereka juga memiliki kebutuhan untuk keluarga dan anak-anaknya.
Baca juga: Mana yang Utama, Menyalurkan Zakat Fitrah Langsung ke Mustahik Atau Lewat Amil?
Anak-anaknya dapat tumbuh dewasa, bisa sekolah, hingga menikah dari hasil sang ibu dan sang bapak mengais barang-barang bekas di TPA.
Kehadiran Dompet Dhuafa ke kediamannya menjadi penambah bumbu semangat baginya dan suami. Aksi ini merupakan bentuk kepedulian umat muslim atas saudara-saudaranya yang kurang beruntung. Segenap donatur pun menitipkan harapan yang tinggi bagi para penerima manfaat agar kelak dapat keluar dari belenggu kemiskinan sehingga anak dan keturunannya menjadi kelompok muzaki, bukan mustahik lagi.
“Terima kasih banyak. Mudah-mudahan kita semua diluaskan rezekinya. Saya senang menerima bapak-ibu di sini. Kita itu harus baik sama orang, orang pun akan baik sama kita,” tutup Nurlia mengakhiri perbincangan. (Dompet Dhuafa/Muthohar/Editor: Dhika)