JAKARTA — Memasuki tahun 2021, banyak peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia. Data yang diakses pertanggal 28 Januari 2021 di Geoportal Kebencanaan Indonesia, ada 222 kejadian bencana didominasi oleh banjir (146), diikuti oleh tanah longsor (35), putting beliung (29), gempabumi (5), gelombang pasang/abresi (5), karhutla (1) dan bencana non-alam atau pandemi Covid-19 (1).
Dengan merebaknya berbagai kejadian bencana mengakibatkan banyak masyarakat beserta lingkungan sekitar menjadi terdampak. Melihat hal ini Dompet Dhuafa menggelar diskusi berbasis daring yang ditayangkan melalui kanal Youtube DDTV https://www.youtube.com/watch?v=-OmJZEsCKbY&ab_channel=DompetDhuafaTV pada Kamis siang (28/1/2021).
Dalam diskusi kali ini Dompet Dhuafa turut menghadirkan Raditya Jati (Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Bambang Suherman (Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Dompet Dhuafa), Bobby P. Manullang (Ketua Forum Wakaf Produktif), Herbet Barimbing (Senior Project Hub Manager Habitat for Humanity Indonesia) dengan dimoderatori oleh Syahri Ramadhan (Praktisi Senior Penanggulangan Bencana dan Krisis Kemanusiaan).
Tema yang diangkat seputar korelasi antara wakaf dengan penanggulangan kebencanaan yang bertajuk ‘Indonesia Dilanda Bencana: Bagaimana Kontribusi Gerakan Wakaf’. Sejatinya program yang berbasis Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) dapat berkontribusi ke dalam beberapa sektor, termasuk dalam penanggulangan bencana.
“Wakaf jarang sekali diletakkan di konteks kebencanaan. Tetapi asset wakaf juga bisa berperan sebagai instrument pengelola bencana. Seperti belum lama ini di Merapi. Hampir sebagian masjid di lingkaran emergensi II dan III dijadikan shelter sebelumnya,” jelas Bambang Suherman dalam sambutannya.
Raditya Jati juga menambahkan bahwa potensi wakaf bisa dimanfaatkan dalam berbagai waktu. Baik dalam tahap prarespon, respon, dan recovery. Namun dia melihat Indonesia sering kali mengabaikan pada tahap prarespon yang sebenarnya juga penting untuk diperhatikan. “Ada dua siklus yang jarang paham. Ada risiko dan pengawasan. Indonesia sering kali ketemu (fokus) di bagian tanggapan, pemulihan dan rekonstruksi. Meski manfaat wakaf bisa masuk di waktu mana saja,” terangnya.
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) adalah program pengawasan terhadap industri yang bertujuan mendorong ketaatan industri terhadap peraturan lingkungan hidup. Dengan mewajibkan perusahaan untuk terlibat dalam penanganan bencana.
“Perlunya multisektor untuk menangani kebencanaan. Dibutuhkan kesadaran kolektif dengan legalitasnya. Dengan ini lembaga swasta berupaya untuk memberikan perlindungan kepada karyawan dan asset,” tambah Raditya.
Sebagai penutup, Bobby.P Manullang menjelaskan campaign wakaf yang digencarkan oleh Dompet Dhuafa sudah merebak ke berbagai kanal sehingga khalayak menjadi lebih mengenal literasi wakaf. Seperti salah satu program wakaf Dompet Dhuafa ialah pengadaan Kontainer untuk ruang isolasi dan laboratorium penanganan Covid-19.
“Wakaf sudah berperan melalkukan penanggulangan pandemi, Dompet Dhuafa berhasil menghimpun donasi wakaf dan disalurkan dalam bentuk Rumah Sakit Kontainer. Kontainer ini untuk memudahkan dipindahkan ke tempat lain apabila terjadi pergerakan konsentrasi pandemic,” pungkas Bobby.
“Wakaf erat kaitanya dengan aksi kemanusiaan,”lanjutnya.
Dalam waktu mendatang, potensi wakaf juga bisa diarahkan ke dalam bentuk infrastruktur mobile seperti Dapur Keliling (darling) Dompet Dhuafa yang sering digencarkan dalam kegiatan-kegiatan respon bencana dengan menghadirkan aneka macam makan dan minuman bagi penyintas maupun relawan yang bertugas.
“Semoga diskusi mampu mengangkat tematik wakaf dalam kontribusi pengelolaan bencana,” tutup Bambang. (Dompet Dhuafa / Fajar)