CIANJUR, JAWA BARAT — Gempa Cianjur yang terjadi pada 21 November 2022 masih menyisakan memori yang menyesakkan. Peristiwa nahas itu masih turut dirasakan oleh seorang ibu rumah tangga yang akrab disapa Teh Nunung (37). Sehari-hari, Teh Nunung mengelola warung kecil di tenda bersama suami dan anaknya, yang bertempat di Desa Benjot, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat.
Lima bulan usai Gempa Cianjur, ia masih mengingat dengan jelas bagaimana ia harus kehilangan anak bungsunya saat gempa bumi melanda. Dengan mata berkaca-kaca, Teh Nunung menceritakan detik-detik saat gempa terjadi kepada Tim Dompet Dhuafa, Kamis (13/4/23).
Pada saat gempa, anak-anak Teh Nunung sedang tertidur pulas di kamar, sementara ia berada di warung. Kejadiannya begitu cepat dan menurut yang ia rasakan tidak ada getaran waktu itu, hanya saja bangunan langsung runtuh seketika.
Baca juga: Huntara Dompet Dhuafa Bantu Penyintas Gempa Cianjur Jalani Ramadan dengan Nyaman
“Saya kira yang teriak mamah-mamah itu anak yang paling kecil, ternyata yang paling besar yang manggil mamah. Anak saya yang kecil langsung meninggal di hari kejadian juga. Mungkin kalau yang gede masih bisa mengatur nafasnya, nah kalau yang kecil (kan) belum ngerti atur nafasnya gimana,” jelas Teh Nunung.
Usai mengetahui anaknya telah tiada, Teh Nunung bersama suaminya bergegas menuju daerah Gekbrong untuk mengurus jenazah sang anak. Namun saat itu macet total, sehingga ia harus menggendong anaknya dan bergegas menggunakan motor.
“Ya gitu lah pokoknya, sedih, kenapa banyak yang pakai ambulance tapi waktu saya bawa jenazah anak saya, saya harus pangku dan gendong pake motor. Bayangin, habis Magrib itu saya bawa dari sini sekitar jam setengah lima. Karena macet, sampe Magrib saya bawa-bawa jenazah anak saya.. Ya Allah Ya Rabbi,” tutur Teh Nunung sembari menahan air matanya.
Baca juga: Suka Cita Buka Puasa Bersama Dompet Dhuafa dengan Para Penyintas Gempa Cianjur di Tenda Pengungsian
Menurut cerita Teh Nunung, hari itu gelap sekali dan dipenuhi oleh debu. Bahkan, gempa susulan terjadi berkali-kali setelah itu.
“Kaya mimpi, kenapa harus anak saya, kenapa anak orang lain engga,” lirihnya.
Sebagai seorang ibu, bukan perkara mudah ditinggalkan anak tercinta. Kata sabar seolah tak mempan mengobati hatinya. Meski begitu, waktu demi waktu ia terus mencoba bangkit dengan menyibukkan diri. Menurutnya, bangkit untuk pemulihan ekonomi merupakan perkara yang bisa dihadapi. Hanya saja yang membuatnya trauma dan susah dilupakan, yaitu saat mengingat anaknya yang sudah tiada.
“Dulu masih sering keingetan, makanya nggak boleh diam, harus banyak kegiatan. Tadi pagi saja sudah ikut gotong royong masak buat hidangan buka puasa,” Teh Nunung menambahhi. Semua kegiatan dilakoninya demi mengurai duka yang masih bersemayam di hatinya.
Berkat dana Ziswaf kawan baik Dompet Dhuafa, Teh Nunung pun menjadi salah satu penerima manfaat Parsel Ramadan 1444 H. Ia juga menyampaikan kalau saat ini, sebenarnya ia tidak memikirkan persiapan lebaran seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Ini teh sekarang pengen beli pasir, boro-boro mikirin yang lain. Sekarang mah nggak kepikiran mau lebaran bikin kue apa, yang jadi prioritasnya (ya) beli pasir sama semen aja. Ayahnya juga nanya, lebaran mau bikin kue apa? Kata saya, ngga akan bikin kue. Mau ke mana dan siapa juga yang mau berkunjung, percuma bikin kue juga,” ungkap Teh Nunung.
Namun Parsel Ramadan Dompet Dhuafa mengembalikan lagi nuansa lebaran yang mungkin awalnya tidak pernah ia pikirkan. Ia mengaku amat senang akan parsel tersebut.
“Alhamdulillah bungah pisan, semoga diberkahkeun, dihasilkeun maksudna, aya dina ridho Allah subhanahu wata’ala (alhamdulillah senang sekali, semoga diberkahi, apa-apa yang dicita-citakan tercapai, dan selalu ada dalam rida Allah Swt),” ucap Teh Nunung berterima kasih.
Bersama sedekah Kawan Baik juga, alhamdulillah pada Kamis (13/04/23), para warga termasuk Teh Nunung, sudah sibuk sedari pagi menyiapkan hidangan besar untuk 200 porsi. Hidangan tersebut ditujukan untuk buka puasa bersama untuk pertama kalinya di Desa Benjot, dan beberapa di antaranya juga mendapatkan Parsel Ramadan untuk persiapan hari raya.
Bagi Teh Nunung, kegiatan ini bukan hanya sekedar kebersamaan dan gotong royong dengan warga, melainkan sebuah terapi untuk kembali berdamai dengan keadaan yang ia alami. (Dompet Dhuafa/Awalia R)
#MasihAdaWaktu, mari lanjutkan kebaikan berbagi Parsel Ramadan untuk saudara kita di pengungsian. Kawan baik bisa menyalurkan donasinya di sini.