Dompet Dhuafa dan Titimangsa Sukses Gelar Pentas Teater Tentang Palestina, Pertama di Indonesia

Pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.

JAKARTA — Gedung Kesenian Jakarta semalam, Kamis (03/10/2024), menjadi saksi bisu atas pertunjukan pentas teater musikal tentang Palestina pertama di Indonesia, yang menyentuh hati, “Tanah yang Terpenjara“. Acara yang digagas oleh Dompet Dhuafa bersama Titimangsa ini berhasil menyatukan ratusan penonton dalam satu tujuan: membangun solidaritas yang kuat dalam melantangkan suara untuk Palestina.

Dengan menggabungkan elemen drama, musik, dan puisi yang memukau, pertunjukan ini berhasil membawa 400 penonton seakan-akan ikut merasakan perjuangan rakyat Palestina. Cerita yang disajikan mengangkat kisah tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina di bawah penjajahan Israel. Di bawah arahan sutradara handal, Sahlan Mujtaba, pertunjukan ini mampu membangkitkan rasa empati dan solidaritas yang mendalam dari para penonton.

Melalui kisah mengharukan tokoh bernama Hasan, seorang penjual falafel yang berjuang untuk melindungi putranya, Abdel, di tengah gempuran perang, pertunjukan ini berhasil menyentuh hati dan membangkitkan rasa empati penonton. Berbagai peristiwa yang disajikan mampu mengaduk-aduk emosi penonton, mulai dari kesedihan, kemarahan, hingga harapan.

Baca juga: Dari Tanah Yang Terpenjara: Seruan Tak Terpadamkan Perjuangan Rakyat Palestina

Happy Salma menjadi narator dalam pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.
Happy Salma menjadi narator dalam pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.
Tokoh Hasan (kiri) dan anaknya, Abdel (kanan), dalam pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.
Tokoh Hasan (kiri) dan anaknya, Abdel (kanan), dalam pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.
Adegan Hasan kehilangan putra tinggalnya, Abdel, dalam pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.
Adegan Hasan kehilangan putra tinggalnya, Abdel, dalam pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.

Sutradara Sahlan Mujtaba berhasil mengemas kisah tragis ini dengan apik. Penonton diajak untuk mengikuti perjalanan hidup Hasan dan Abdel, yang harus berjuang untuk bertahan hidup di tengah genosida. Di sisi lain, kisah Diva, seorang perempuan muda yang awalnya acuh tak acuh terhadap isu Palestina, juga menjadi sorotan. Pertemuannya dengan kisah Hasan dan Abdel mengubah pandangannya dan mendorongnya untuk ikut terlibat dalam perjuangan kemanusiaan.

“Kisah Hasan dan Abdel adalah cerminan dari jutaan orang Palestina yang harus hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian. Melalui pertunjukan ini, kami ingin mengajak penonton untuk lebih peduli dan terlibat dalam upaya membantu Palestina,” ujar Sahlan Mujtaba.

Para pemain seperti Antasena Witular, Nadine Nadilla, Rizal Iwan, dengan narator Happy Salma, dan para pembaca puisi Marcella Zalianti, Guzelya Mariyosa, Zelqueen Insyroh Suaka, Agus Idzwar Jumhadi, Juperta Panji Utama, Annisa Tere, dan berhasil menghidupkan karakter-karakter dalam cerita dengan sangat baik. Akting dan lantunan puisi yang dibawakan mereka, diiringi musik Panji Sakti, dan Pusakata, serta sayatan biola Danu Kusuma, yang menyayat hati, berhasil menggugah emosi para penonton.

Baca juga: Suarakan Kepedulian untuk Palestina, Dompet Dhuafa Bersama Titimangsa Persembahkan Teater Kemanusiaan ‘Tanah Yang Terpenjara’

“Kami berharap melalui pertunjukan ini, masyarakat Indonesia semakin tergerak untuk membantu meringankan beban saudara-saudara kita di Palestina. Solidaritas kita sangat berarti bagi mereka yang sedang berjuang untuk kemerdekaan,” ujar Ahmad Juwaini, Ketua Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa Republika.

Adegan Diva memikirkan apa yang terjadi dengan masyarakat di Gaza.
Adegan Diva memikirkan apa yang terjadi dengan masyarakat di Gaza.
Teatrikal dalam pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.
Teatrikal dalam pertunjukan teater musikal Tanah Yang Terpenjara.
Pembacaan puisi oleh Yuka.
Pembacaan puisi oleh Yuka.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam sinopsis, seperti “Apakah Hasan dan Abdel akan selamat?”, “Apakah Diva akan terus diam?”, dan “Apakah kita juga akan terus diam?”, berhasil mengundang penonton untuk terus berpikir dan mencari jawaban. Pertunjukan ini tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga menjadi panggilan untuk bertindak dan berkontribusi dalam upaya kemanusiaan.

Dibagi menjadi tiga segmen utama, pertunjukan ini membawa penonton menyusuri perjalanan hidup rakyat Palestina. Segmen pertama menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina sebelum terjadinya serangan besar-besaran pada 7 Oktober 2023. Segmen kedua menghadirkan adegan-adegan dramatis yang menggambarkan kekejaman perang dan penderitaan yang dialami oleh rakyat Palestina. Sementara itu, segmen ketiga menyoroti kehidupan masyarakat Palestina setelah perang, di mana mereka harus berjuang untuk bangkit dari keterpurukan.

Selain tiga segmen utama, pertunjukan ini juga dilengkapi dengan segmen orasi kemanusiaan yang menyentuh hati, musikalisasi puisi yang indah, serta ajakan untuk terus memperjuangkan keadilan bagi Palestina. Melalui pertunjukan ini, penonton diajak untuk tidak hanya merasa empati, tetapi juga untuk mengambil tindakan nyata.

Baca juga: Kelas Literasi Sejuta Surat untuk Palestina: Ratusan Kontributor Muda Suarakan Kepedulian via Karya

Para penerima penghargaan kemanusiaan.
Para penerima penghargaan kemanusiaan.
Muhsin Syihab, Staff Ahli Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Luar Negeri menyampaikan apresiasi atas kerja kemanusiaan Dompet Dhuafa, stakeholder dan donatur.
Muhsin Syihab, Staff Ahli Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Luar Negeri menyampaikan apresiasi atas kerja kemanusiaan Dompet Dhuafa, stakeholder dan donatur.
Ahmad Juwaini menyikapi tabir, menandakan peluncuran buku Sejuta Surat untuk Palestina.
Ahmad Juwaini menyikapi tabir, menandakan peluncuran buku Sejuta Surat untuk Palestina.

Dalam kesempatan yang sama, Dompet Dhuafa juga meluncurkan buku antologi “Sejuta Surat untuk Palestina”. Buku ini berisi kumpulan surat dari 75 anak Indonesia yang ditujukan kepada anak-anak Palestina. Surat-surat ini menjadi bukti nyata bahwa generasi muda Indonesia peduli terhadap penderitaan yang dialami oleh saudara-saudara mereka di Palestina.

Buku Sejuta Surat untuk Palestina bisa didapatkan dengan harga Rp 250.000,-, di mana seluruh hasil penjualannya akan didonasikan untuk bantuan kemanusiaan Palestina melalui Dompet Dhuafa. Demikian juga seluruh hasil penjualan tiket teater Tanah Yang Terpenjara.

Sebagai bentuk apresiasi atas dukungan yang telah diberikan, di akhir sesi, Dompet Dhuafa memberikan penghargaan kepada para donatur yang telah berkontribusi besar dalam membantu Palestina. Penghargaan berupa trofi logam diberikan sebagai tanda terima kasih atas kepedulian mereka. (Dompet Dhuafa)

Teks dan foto: Riza Muthohar
Penyunting: Dhika Prabowo