JENEPONTO, SULAWESI SELATAN — “Hampir semua perbuatan (maksiat) mungkin pernah saya kerjakan, apalagi ‘kehidupan’ di tempat-tempat ‘hiburan’ begitu, yang penting ada uang. Apakah ada taubatnya itu yang pernah saya lakukan? Mudah-mudahan bisa diampuni Allah Yang Mahakuasa,” ungkap Busron Daeng Kawang (42), berserah.
Busron mengucap penyesalan dengan sayu. Ia merasa malu menuturkan dengan lantang ‘kehidupan’ lamanya. Benaknya ‘mengubur’ memori kelam itu dalam-dalam. Ia harap langkah taubat bisa mengampuni segala maksiat.
“Pernah juga tinggal lama di Makassar, jaga parkir dan tukang becak di lingkungan tempat ‘hiburan’. Punya uang dan senang, tapi hidup gelisah, tidak tenang. Sampai saya sering pindah-pindah tempat tinggal karena banyak orang tidak percaya lagi sama saya. Tidak diterima lah begitu,” akunya lagi.
Baca juga: Program Bina Santri Lapas Dompet Dhuafa Terima Penghargaan Kemenkumham RI
Busron mulai menyadari dan malu atas dampak dari perbuatan kelamnya. Resonansi itu ia rasakan seiring anak pertamanya tumbuh dan bersekolah. Waktu berjalan dan kesadaran itu menjadi sebuah tekad perubahan pasca kelahiran anak keduanya. Pun buah kesabaran Santi (32), istri Busron, yang tidak lelah mengingatkan dan mendukungnya.
“Anak pertamaku yang perempuan, saat sekolah TK sudah bisa baca Al-Qur’an. Suatu hari dia juga mendapat piala (penghargaan) dari sekolah karena baca (Al-Qur’an) itu. Saya teringat orang tua dulu pernah menasehati untuk jangan tinggalkan Al-Qur’an. Aku juga malu sama istriku kalau ingat dulu kalau ada uang tapi masih kupakai untuk judi. Hingga lahir anak keduaku laki-laki, dari situ saya tinggalkan itu (maksiat) semua. Saya ingin jaga anak-anak, biar ada penerus dekat dengan Al-Qur’an,” ungkap Busron, haru.
Sudah selama dua tahun-sejak 2022-hingga sekarang, Busron berusaha terus dekat dengan Al-Qur’an. Kini ia aktif belajar membaca dan mengaji Al-Qur’an seminggu tiga kali, yaitu setiap hari Senin, Rabu dan Jum’at bersama FHQ (Forum Halaqah Qur’an) yang berpusat di Masjid Agung Jeneponto.
Baca juga: Dai Ambassador Gelar Pengajian Bersama Jemaah ‘Ngulonan’ di Suriname
“Istriku sudah lebih dulu belajar bersama FHQ, empat tahun. Saya baru hampir dua tahun ini, alhamdulillah. Saya tertarik dan daftar ke Masjid Agung Jeneponto, mulai dari nol. Saat mulai ngaji, beberapa teman ada yang mundur, saya tidak. Menariknya itu kita belajar ilmu tajwid juga, huruf per huruf, diajarkan artinya, jadi memang memperlancar bacaan. Dan kadang belajarnya beda tempat beda guru,” kata Busron.
“Bedanya dulu selalu gelisah dan sering marah-marah. Sekarang, alhamdulillah, lebih tenang dan hampir tidak pernah marah. Salatnya selalu di masjid,” aku istri Busron.
Sehari-hari, Busron mencari nafkah sebagai penjual ikan keliling. Sehabis salat subuh di Masjid, ia berangkat ke pasar ikan untuk belanja ikan segar. Kemudian dengan sepeda motornya, ia berkeliling dari kampung ke kampung untuk menjual lagi ikan tersebut kepada warga untuk lauk makan sehari-hari.
Di sela berjualan ikan, Busron menyempatkan untuk membaca Al-Qur’an. Meski hujan turun, ia tetap berjualan ikan menggunakan jas hujan. Sesekali Busron berteduh dan membaca Al-Qur’an. Berdagang ikan menjadi mata pencaharian utamanya. Ia lakukan hingga pukul 08.00 pagi. Setelah itu ia pulang ke rumah lalu lanjut beraktivitas di Masjid Al Muhajirin Manyumbeng, masjid sekitar dekat tempat tinggalnya sekarang di wilayah Kelurahan Biringkassi, Kecamatan Binamu, Jeneponto.
“Setiap hari begitu, ke masjid bersih-bersih dan salat Subuh. Ke pasar dan keliling kampung jualan ikan sampai jam 8 pagi. Pulang, jam 9 ke masjid lagi. Bersih-bersih masjid, mengaji, sampai masuk waktu salat saya juga adzan. Siang dapat istirahat sebentar, sore mengaji lagi, karena ada FHQ juga di masjid kami. Kalau malam temani keluarga, anak-anak kadang mengaji, atau saya ke tempat pak Ustaz Abdurrahman (Pembina FHQ Jeneponto),” jelas Busron.
FHQ yang digagas oleh CORDOFA (Corps Dai Dompet Dhuafa) dan Dompet Dhuafa Cabang Sulawesi Selatan, merupakan salah satu program dakwah yang dikembangkan di Jeneponto. Ustaz Abdurrahman mengatakan bahwa rupanya di Jeneponto, merupakan wilayah dengan santri terbanyak ke-2 untuk program FHQ Dompet Dhuafa. Lebih dari 1.000 santri tercatat ikut bergabung dalam FHQ ini. Mulai dari pejabat pemerintah hingga masyarakat sipil, laki-laki dan perempuan, serta tua dan muda.
Baca juga: Tingkatkan Kapasitas Guru Ngaji Demi Cetak Generasi Qurani
“Ternyata belajar Qur’an itu yang penting ada keinginan untuk dekat dengan Al-Qur’an, ada keinginan untuk dekat dengan orang yang ingin belajar Al-Qur’an, dan ada keinginan untuk dekat dengan yang mengajar Al-Qur’an untuk mereka. Dan saya salut dengan kegigihan Pak Busron yang belajar lagi dari nol, serta ia istiqomah dekat dengan Al-Qur’an,” sebut Ustaz Abdurrahman.
“Ribuan santri FHQ juga beragam dari strata sosialnya, ada guru, polisi, pedagang, mulai dari pejabat pemerintah hingga masyarakat sipil ada. Mereka sama-sama menjadi kecil di bawah keinginan mereka mempelajari AL-Qur’an. Pelaksanaannya juga selain di Masjid Agung Jeneponto dan masjid-masjid lain, kita bahkan juga ada kegiatan FHQ di lembaga pemasyarakatan,” imbuh Ust. Abdurrahman.
Zakat turut berkontribusi dalam mencetak sebaik-baik manusia. Semoga ia pun menjadi jariyah, karena dukungan Anda mengalir pada tiap huruf Qur’an yang mereka baca. Forum Halaqah Qur’an di Jeneponto hanyalah salah satu dari program dakwah yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Semoga dengan zakat Anda, mampu memberi kebermanfaatan nyata bagi seluruh penerima manfaat yang membutuhkan.
“Di sinilah letak kemampuan kelompok FHQ menyatukan kita. Menyatukan seluruh santri yang ada dalam satu kelompok meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Salah satunya katakanlah Pak Busron, dalam satu kelompok FHQ itu ia tidak sungkan meski bersama dengan beberapa orang yang berasal dari strata sosial yang lebih tinggi dari beliau,” Nur Alam Bashir Kr. Beso, salah satu santri FHQ Jeneponto, yang juga seorang Kepala Dinas Pendidikan Jeneponto 2017-2023).
Baca juga: Tetap Ngajar Ngaji Pasca Gempa Cianjur, Ustazah Hamidah: Anak-Anak Inilah Alasan Saya
Memahami Al-Qur’an adalah sebuah kewajiban bagi muslim dan menjadi sebuah gerakan melalui dakwah FHQ ini. Sebagai umat Islam, tidak ada alasan untuk tidak mentadaburi Al-Qur’an menjadi aktivitas sehari-hari. Kita disatukan oleh rasa yang sama yaitu belajar Al-Qur’an.
“Bahaya jika kita kembali lagi ke jalan yang lama (kelam). Selama hidayah ini kita punya harus dijaga baik-baik. Mudah-mudahan hidayah ini bisa kita jaga. Selama membaca Al-Qur’an batin ini lebih tenang, tidak gelisah begitu,” pungkas Busron. (Dompet Dhuafa)
Teks dan foto: Dhika Prabowo
Penyunting: Dedi Fadlil