Geliat Dakwah Sang Nelayan Di Pesisir Timur Borneo: Pesan (Bagian Satu)

BONTANG, KALIMANTAN TIMUR — Di atas perairan Selat Makassar, Ustadz Hendra Gunawan mulai menebar dakwah kepada masyarakat pesisir Timur Borneo. Sang Nelayan itu bak secercah cahaya dalam ruang gelap. Di sela-sela menjalankan tugas sebagai seorang Nelayan rumput laut dan Ayah bagi keluarganya, ia menebar dakwah di beberapa perkampungan terapung di Laut Bontang.

Proses awal ia akui sangat berat, bahwa sebagian masyarakat memandangnya berlagak ahli. Namun baginya, hal tersebut adalah perjuangan hijrah dari hidayah yang ia dapatkan. Hendra bercerita kilas balik mengingat kerabatnya kala melaut, bernama Suwardi, merupakan salah satu tokoh penceramah di Pulau Tihi-Tihi (salah satu perkampungan terapung di Laut Bontang) sebelum dirinya. Suwardi mengajak Hendra agar mulai aktif bersama di Masjid, mengajar TPA Al-Bahri, juga menggunakan waktu dan hartanya untuk kegiatan sosial dan keagamaan.

“Dulu saya hidup miskin dan ketika bekerja hanya memikirkan materi dan dunia saja. Sehingga yang terngiang hingga kini jika mengingat sahabat saya, Suwardi, adalah perkataannya, yakni: Jika mengejar dunia saja, akhirat tidak kita dapat. Namun jika kita mengutamakan akhirat, dunia pun mengikuti,” aku Hendra, yang menganggap ajakan tersebut sebagai sebuah pesan dan hidayah. Menyentuh sanubari untuk berhijrah, berbagi dan menikmati hidup di jalan Allah SWT.

Lahir di medio 1980 di Bandung, Jawa Barat, dan tumbuh dalam kondisi ekonomi yang kurang baik, membuat Hendra saat berusia tujuh tahun bersama keluarganya bertransmigrasi ke Provinsi Kalimantan Timur yakni Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Bekerja serabutan sebagai nelayan tripang, hingga ia kembali bertransmigrasi ke Kota Bontang pada 1998. Ia mulai yakin dan memiliki banyak peluang pekerjaan sebagai nelayan budidaya rumput laut, setelah seminggu pertama menjajaki wilayah Pulau Tihi-Tihi yang berjarak sekitar 30 menit dari Pelabuhan Tanjung Laut, Kota Bontang.

Perjalanannya di medio 2000 pula yang mengantarkan dirinya menikahi gadis Pulau Tihi-Tihi dan memutuskan menetap di Pulau tersebut sejak 2004. Hingga ia dikaruniai lima anak, dua diantaranya sekolah di Pondok Pesantren di Bontang. Kini, menggantikan Suwardi yang melanjutkan dakwah di Pulau Melahi, Hendra pun mantap berdakwah sejak 2006 di Pulau Tihi-Tihi, Kecamatan Bontang Selatan, Kelurahan Lestari, Kota Bontang, Provinsi Kalimantan Timur.

“Alhamdulillah, lima murid membersamai kami dalam aktivitas belajar mengaji TPA yang diikuti 55 siswa. Kini pergerakan kami semakin tersiar dalam aktivitas menebar dakwah di pesisir Bontang, yaitu Pulau Tihi-Tihi, Pulau Selangan, Pulau Selamba, juga Pulau Melahi, bersama Kapal Dakwah Dompet Dhuafa sejak 2017 lalu,” terangnya lagi. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)